Sabtu, 01 Mei 2010

Psikologi Dan Sastra

PSIKOANALISIS TEKSTUAL

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada dasarnya psikologi akan di topang oleh tiga pendekatan sekaligus (Rockhan, 1990:80). Pertama, pendekatan tekstual, yang mengkaji psikologis tokoh dalam sastra. Kedua pendekatan Reseptif-pragmatis, yang mengkaji aspek psikologis pembaca sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya sastra yang di bacanya. Ketiga pendekatan ekspresif, yang mengkaji aspek psikologi sang penulis ketika melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat karya-karyanya. Baik penulis sebagai pribadi maupun wakil masyarakatnya.
Pendekatan sastra adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu membahas tentang peristiwa kehidupan manusia. Manusia selalu menunjukan perilaku yang beragam, untuk melihat keberagaman tersebut di butuhkan Psikologi.
Menurut Wellek dan Werren (1995:90) istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian, pertama studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi, kedua studi proses kreatif, ketiga studi tipe dan hokum-hukum psikologi yang di terapkan pada karya sastra, keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca.
Dari berbagai cabang psikologi, psikoanalisis lebih mempunyai hubungan dengan sastra, sebab ia memberi teori adanya dorongan alam bawah sadar yang mempengaruhi tingkah laku manusia. Psokoanalisis adalah wilayah kajian psikologi sastra. Di dalam bagian-bagian yang terkait dengan pembahasan sifat dan perwatakan manusia.
Semua orang mengakui bahwa manusia adalah mahluk yang komplek, sehingga sulit membuat deskripsi yang lengkap dan memuaskan (Widodo, 1994:22) kekomplekannya beda karenasimensi trilogies atau struktur anatominya yang sukar di analisis atau di gariskan, melainkan karena simensi psikologisnya yaitu unsur-unsur kejiwaan dan akal budinya seorang pengarang mungkin berhasil membuat deskripsi tentang bentuk anatomi tubuh, tetapi lebih kurang membuat deskripsi mengenai dimensi kejiwaannya.
Dalam cerpen “My Dream“ karya Ardita Sofyani berceritakan tentang keberadaan seorang remaja, lingkup remaja atau sisi keremajaan yang menjadi biang keladi pengarang dalam membuat sebuah karya sastra, bila di analisis melalui ilmu Psikologi, Remaja merupakan kelompok yang biasa saja, di pihak lain Remaja adalah sekelompok orang-orang yang sering menyusahkan orang-orang tua. Pada pihak lainnya lagi Remaja sebagai potensi manusia yang perlu di manfaatkan. Secara umum digambarkan bahwa kebahagiaan yang dialami yang di alamiremaja berdasarkan adanya beberapa persyaratan tertentu ketiadaan persyaratan dapat menimbulkan ketidak bahagiaan (netral) beberapa keadaan yang bersifat sebaliknya dan beberapa kondisi tertentu dapat menimbulkan masalah bagi remaja, atau dari segi subjeknya dikatakan adanya “Remaja Bermasalah”.
Sikap (attitude) secara umum di artikan oleh gerungan sebagai kesediaan beeaksi individu terhadap sesuatu hal. Sikap perasaan atau emosi sseseorang telah ada semenjak ia bergaul dengan lingkungannya. Timbulnya sikap, perasaan, emosi itu merupakan produk pengamatan dan pengalaman individu secara unik dengan benda-benda fisik di lingkungannya, dengan orang tua dan saudara-saudara, serta pergaulan social yang lebih luas. Bentuk bentuk emosi yang sering nampak dalam masa remaja awal antara lain adalah marah, malu, takut, cemas (anxiety) cemburu (jealoncy), iri hati (envy), sedih, gembira, kasih saying dan ingin tahu. Dalam hal emosi yang negative, umumnya remaja belum bertingkah laku sangat di kuasai oleh emosinya. Dalam masa remaja, minat dan cita-cita berkembang, dan dalam hal itu bersifat pemilihan dan berarah tujuan.

B. RUMUSAN MASALAH

Tujuan pelitian ini untuk (1) Mendeskripsikan struktur yang membangun cerpen My Dream yang meliputi tema, penokohan, latar dan alur; (2) Mendeskripsikan makna konflik batin tokoh utama yang terkandung dalam Cerpen My Dream karya Ardita Sofyani berdasarkan analisis Psikologi Sastra.
.Penelitian ini menggunakan metode tekstual yaitu pendekatan yang mengkaji aspek atau hukum-hukum psikologi dalam teks karya sastra. Dengan objek penelitian konflik batin yang dialami tokoh utama “Nandira Silvia” dalam Cerpen My Dream karya Ardita Sofyani dengan menggunakan tinjauan Psikologi Sastra. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik pustaka, simak dan catat. Analisis data menggunakan teknik membaca heuristic dan hermeneutik..


BAB II
LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN PSIKOLOGI DAN SASTRA
Psikologi, Secara etimologis, psikologi berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan “logos” atau ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara langsung.
Berkenaan dengan obyek psikologi ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dan dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Psikologi terbagi ke dalam dua bagian yaitu psikologi umum (general phsychology) yang mengkaji perilaku pada umumnya dan psikologi khusus yang mengkaji perilaku individu dalam situasi khusus, diantaranya :
• Psikologi Perkembangan; mengkaji perilaku individu yang berada dalam proses perkembangan mulai dari masa konsepsi sampai dengan akhir hayat.
• Psikologi Kepribadian; mengkaji perilaku individu khusus dilihat dari aspek – aspek kepribadiannya.
• Psikologi Klinis; mengkaji perilaku individu untuk keperluan penyembuhan (klinis)
• Psikologi Abnormal; mengkaji perilaku individu yang tergolong abnormal.
• Psikologi Industri; mengkaji perilaku individu dalam kaitannya dengan dunia industri.
• Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikan
Disamping jenis – jenis psikologi yang disebutkan di atas, masih terdapat berbagai jenis psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin ke depannya akan semakin terus berkembang, sejalan dengan perkembangan kehidupan yang semakin dinamis dan kompleks. Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telah memiliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni :
• Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan.
• Epistemologis; teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil – dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross sectional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif.
• Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.
Sastra adalah perwujudan pikiran dalam bentuk tulisan. Tulisan adalah media pemikiran yang tercurah melalui bahasa, bahasa yang bisa direpresentasikan dalam bentuk tulisan, media lain bisa saja berbentuk gambar, melody musik, lukisan ataupun karya lingkungan binaan (arsitektur).
Sastra menjadi bagian dari budaya masyarakat. Sastra yang memuat materi yang tinggi dipelihara secara turun-temurun oleh para pujangga, banyak yang secara lisan karena media tulisan sangat terbatas, hanya daun lontar.
Sastra (Sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata "sastra" bisa pula merujuk kepada semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak.
Sastera adalah karya seni dengan menggunakan tutur bahasa sundengan susunan kata yang menarik sehingga menggugah rasa keindahan, rasa kemanusiaan dan budi pekerti. Kaedah penyampaian Sastera Indonesia terbahagi kepada 2 bahagian besar iaitu : "Sastera Lisan" dan "Sastera Tulisan".
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa. Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah: Novel ,Cerita/cerpen (tertulis/lisan) , Syair , Pantun , Sandiwara/drama, Lukisan/kaligrafi.
Budi Darma membedakan ruang lingkup sastra adalah kreativitas penciptaan dan ruang lingkup studi sastra adalah ilmu dengan sastra sebagai objeknya. Fokus sastra adalah kreativitas (puisi, drama, novel, dan cerpen), dan fokus studi sastra adalah ilmu (teori, kritik, dan sejarah sastra). Pertanggungjawaban sastra adalah estetika, dan pertanggungjawaban studi sastra adalah logika, demikian Budi Darma mengawali tulisannya dalam “Bab I Sastra dan Studi Sastra” yang dilanjutkan dengan pembahasan subbab yang lainnya, yaitu “Teks dan Konteks”, “Cabang Studi Sastra”, “Sastra Serius dan Sastra Hiburan”, “Kriteria Sastra”, “Belle Lettres dan Literature”, “Kanon Sastra”, “Intrinsik, Ekstrinsik, dan Sastra Mainstream”, “Letak Teori Sastra”, dan diakhiri dengan pembahasan “Lima Cabang Studi Sastra”.
B. PENGERTIAN PSIKOLOGI SASTRA
Budi Darma (Psikologi dan Sastra). Psikologi pada hakikatnya tidak dapat di pisahkan dengan mitologi yunani kuno, misalnya (Histeria, oedipus kompleks, dan nrsissisme). Mitologi Yunanai kuno termasuk kategori sastra. Itulah sebabnya, Budi Darma dalam baba ini menjelaskan hubungan (Freud dan mitologi, Psikologi seni dan sastra, psikologi personalitas, dan psikologi behaviorisme) Psiko analisis ( Sigmund Freud, Carl Gustav Jung, Jacqueus Lacan) dan (psikoanalisa dalam strukturalisme ( Ferdinand Lacan). Bagaimanapun psikologi dan sastra tidak dapat di pisahkan dari waktu ke waktu, dari zaman ke zaman. Kedua bidang itu saling meresap satu dengan yang lainnya. Ada psikologi pengarang, psikologi pembaca dan psikologi tokoh dalam karya sastra.

C. HUBUNGAN PSIKOLOGI DAN SASTRA
Hermeneutika moderen yang digagas oleh pendirinya, Schleiermacher, berangkat dari sebuah dalil yang berbunyi: Es gilt einen Verfasser besser zu verstehen, al ser sich selber verstanden hat (kita harus memahami seorang pengarang lebih baik dari dia sendiri memahami dirinya). Hal ini sangat mungkin karena sebuah teks sastra sangat multi-interpretable. Dunia yang dibangun oleh teks-teks sastra terbuka untuk didekati dan dimasuki oleh siapa saja, bahkan oleh pengarang sendiri dengan cara yang bisa saja berbeda dari maksud semula saat ia melahirkan sebuah teks sastra. Maksud teks dan maksud pengarang adalah dua hal yang berbeda dan tidak perlu selalu sama dan sejalan.
Ricoeur dalam Interpretation Theory: Discourse and The Surplus of Meaning, menyebut maksud pengarang sebagai utterer’s meaning (makna pengujar), sedangkan makna teks adalah utterance meaning (makna ujaran). Makna pengujar atau makna pengarang sangat bergantung kepada maksud pengarangnya, dan bersifat intensional. Sedangkan makna teks tergantung dari hubungan-hubungan dalam teks itu sendiri dan bersifat proporsional.
Dalam melakukan interpretasi sebuah teks, Schleiermacher membedakan interpretasi psikologis dari interpretasi gramatik. Interpretasi psikologis adalah tafsir yang dilakukan dengan melihat hubungan antara teks dan penulis serta situasi psikologis penulisnya. Sedangkan tafsir gramatik didasarkan pada hubungan yang terdapat antara kata dan kalimat dalam sebuah teks. Setiap teks yang ditulis, dengan demikian mendapatkan apa yang disebut sebagai otonomi semantik, yang membebaskan teks dari tiga ikatan. Pertama, teks dibebaskan dari ikatannya dengan pengarang. Sebuah teks yang tertulis bebas ditafsirkan oleh siapa saja yang membacanya tanpa terikat kepada apa yang semula dimaksudkan pengarangnya. Kedua, sebuah teks juga dibebaskan dari konteks di mana semula dia diproduksikan. Ketiga, sebuah teks dibebaskan dari hubungan yang tadinya terdapat di antara teks itu semula ditujukan.
Teks diandaikan sebagai sebuah dunia tersendiri, yang lebih dari sekedar refleksi dunia psikologis pengarang, atau refleksi dunia sosiologis dari konteks di mana teks tersebut diproduksi. Hubungan teks dengan penulis dibentuk oleh intensi, hubungan teks dengan dirinya dibentuk oleh makna (sense) sedangkan hubungan teks dengan dunia luar teks dibentuk oleh referensi (reference).
Mengapa makna sebuah teks (dalam hal ini teks sastra) begitu penting? Pertama, adalah karena peristiwa-peristiwa akan berlalu, tetapi makna yang melingkupi peristiwa akan tetap tinggal. Kedua, makna teks adalah suatu dunia tersendiri yang berbeda baik dari maksud pengarang, maupun dari dunia referensial, yang dirujuk oleh teks. Makna tekstual (sense) berbeda juga dari dunia referensi, karena teks tidak hanya bercerita tentang referensinya, tetapi membangun dunianya sendiri, yang bisa berlainan atau bertentangan dengan dunia referensinya. Setiap teks yang hadir kemudian mendapatkan semacam otonomi sendiri, otonomi semantik yang selain sanggup membebaskan teks dari maksud pengarangnya, sanggup pula membebaskan diri dari rujukan-rujukan kepada dunia referensial. Apakah sebuah teks sastra hanya bercerita tentang sesuatu, atau teks sastra itu sendiri mau mengatakan sesuatu?
Sosiolog Karl Manheim, pernah mengajukan teori bahwa setiap karya seni (termasuk juga karya sastra) mau tidak mau akan menyampaikan makna pada tiga tingkat yang berbeda. Tingkat pertama adalah makna objektif, yaitu hubungan suatu karya dengan dirinya sendiri: apakah dia gagal atau berhasil menjelmakan keindahan dan pesan yang hendak disampaikannya. Tingkat kedua adalah makna ekspresif berupa hubungan karya itu dengan latar belakang psikologi penciptanya. Suatu karya sastra adalah ekspresi suatu momen tertentu dari episode kehidupan si pencipta. Tingkat ketiga adalah makna dokumenter berupa hubungan antara karya itu dengan konteks sosial penciptaannya. Inilah mengapa sebuah karya sastra yang baik bukan hanya dilihat dari nilai keindahannya semata, melainkan juga nilai kebenaran yang ada di dalamnya.
Georg Lukacs, dalam Die Theorie des Romans, menunjukkan bahwa setiap karya sastra akan menghadapi tiga dilema dalam menunjukkan dan mengatur hubungan dengan antinomi masyarakatnya. Pertama, suatu karya sastra dihadapkan pada dilema romantis ketika dia berusaha menunjukkan bahwa adalah mungkin bagi anggota-anggota suatu masyarakat untuk melepaskan diri dari kaitan-kaitan secara kelembagaan dan ikatan-ikatan kelas sosial serta prasangka-prasangka status sosial. Seni (sastra) seakan-akan bertujuan menciptakan universalitas pikiran dan kesatuan perilaku manusia yang sudah terbebas dari kungkungan konteksnya. Persoalannya adalah, bahwa manusia tidak mungkin berada dan berkembang terlepas dari kaitan dengan lembaga-lembaga, kelas dan status sosial yang ada. Kedua, suatu karya sastra dihadapkan pada dilema intelektualitas. Di sini muncul jarak dan bahkan jurang antara sifat suatu karya seni atau sastra sebagai pengejawantahan Zeitgeist zamannya, yang berarti dia dapat berperan sebagai suatu alat bantu filsafat dan ilmu-ilmu sosial, dan kedudukannya sebagai suatu karya otonom yang harus dibedakan dengan jelas baik dari filsafat maupun dari ilmu-ilmu sosial. Persoalannya adalah, apakah sastra harus heteronom dan mencerminkan semangat zamannya, atau dia dapat juga otonom dan bahkan sanggup menerobos zamannya sendiri dan membuka cakrawala suatu zaman baru? Ketiga, suatu karya sastra dihadapkan pada dilema etis, yang mengandung pertentangan antara keputusan-keputusan individual setiap tokoh dalam sebuah karya dan akibat-akibat dari tindakannya berdasarkan keputusan yang sudah diambil.
Metafor, adalah sesuatu yang lumrah dalam sebuah teks sastra, bahkan itulah yang membedakan teks sastra dengan teks-teks lain semisal laporan jurnalistik dan catatan perjalanan. Metafor, dalam pengertian Ricoeur, adalah lingkaran hermeneutik antara sense dan reference. Sense adalah makna yang diproduksi oleh hubungan-hubungan dalam teks, sedangkan reference adalah makna yang lahir dari hubungan teks dengan dunia di luar teks. Masih menurut Ricoeur, metafor adalah ketegangan di antara fungsi identifikasi dengan fungsi predikasi. Identifikasi berfungsi membatasi dan penting untuk mengidetifikasi peristiwa, sedangkan predikasi berfungsi membuka kembali pembatasan, dan penting untuk mengembangkan makna.
Teks adalah dunia sendiri, seperti juga bahasa bukan hanya sarana untuk mengatakan sesuatu, tetapi adalah dunia tersendiri. Sebuah karya sastra, dengan teks-teks yang dihasilkannya, diharapkan sanggup untuk membangun sebuah dunia tekstual, yang bukan hanya menjadi perbandingan untuk dunia referensial, tetapi bisa menjadi dunia baru, yang mengundang pembaca untuk meninjau dan menikmatinya dan bahkan mungkin juga menghuninya.



BAB III
PEMBAHASAN

Dalam menganalisis cerpen My Dream terdapat metode penelitian menggunakan psikoanalisis, Psikoanalisis dalam sastra memiliki empat kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga adalah studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra.Yang keempat adalah mempelajari dampak sastra pada pembaca. Namun, yang digunakan dalam psikoanalisis adalah yang ketiga karena sangat berkaitan dalam bidang sastra.
Asal usul dan penciptaan karya sastra dijadikan pegangan dalam penilaian karya sastra itu sendiri. Jadi psikoanalisis adalah studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra.

Psikologi atau psikoanalisis dapat mengklasifikasikan pengarang berdasar tipe psikologi dan tipe fisiologisnya. Psikoanalasisis dapat pula menguraikan kelainan jiwa bahkan alam bawah sadarnya. Bukti-bukti itu diambil dari dokumen di luar karya sastra atau dari karya sastra itu sendiri. Untuk menginteprestasikan karya sastra sebagai bukti psikologis, psikolog perlu mencocokannya dengan dokumen-dokumen diluar karya sastra.
Psikoanalisis dapat digunakan untuk menilai karya sastra karena psikologi dapat menjelaskan proses kreatif. Misalnya, kebiasaan pengarang merevisi dan menulis kembali karyanya. Yang lebih bermanfaat dalam psikoanalisis adalah studi mengenai perbaikan naskah, koreksi, dan seterusnya. Hal itu, berguna karena jika dipakai dengan tepat dapat membantu kita melihat keretakan ( fissure ), ketidakteraturan, perubahan, dan distorsi yang sangat penting dalam suatu karya sastra.Psikoanalisis dalam karya sastra berguna untuk menganalisis secara psikologis tokoh-tokoh dalam drama dan novel. Terkadang pengarang secara tidak sadar maupun secara sadar dapat memasukan teori psikologi yang dianutnya. Psikoanalisis juga dapat menganalisis jiwa pengarang lewat karya sastranya. Dan dalam hal ini analisa yang di gunakan adalah analisis psikoanalisis tekstual.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa totalitas makna diperoleh dari hubungan antara tokoh, latar, alur, dan tema. Tema pertumbuhan seorang remaja sebagai gagasan dasar yang sifatnya mengikat unsur yang terdapat dalam karya sastra membatasi gerak tokoh, alur serta latar cerita. Penokohan digambarkan dengan tokoh seorang remaja perempuan yang yaitu Nadia menemukan sebuah buku diari milik “Nandira Silva” di kamar kostnya dan dia membaca bahwa yang mempunyai buku tersebut ingin menjadi seorang dokter tetapi tidak mempunyai biaya untuk meneruskan kuliah dan kondisi keluarganya yang memprihatinkan yang diperankan oleh Nandira Silvia
Konflik batin dari sisi keremajaan mulai muncul ketika pertama kali Nadi membaca diari milik Nadia Silva tentang ketidak adilannya dan kecemburuan karena laki-laki yang ia sukai ternyata lebih menyukai saudaranya,
“Buku harianku…
Kamu tahu? Hari ini Andre, lelaki yang selama ini aku cintai menyatakan perasaannya pada…Elly!”

Disepakati oleh para ahli bahwa sikap remaja akhir boleh dikatakan relatif stabil. Hal ini berarti bahwa remaja akhir bahwaremaja senang atau tidak senang, suka atau tidak suka terhadap suatu objek tertentu di dasarkan pikirannya sendiri.
Nadia pada cerpen My Dream juga ikut merasa terhanyut ketika membaca sebuah diari tentang kehidupan “Nadira Silva” yang ingin meneruskan kuliah lagi dan ternyata tidak memiliki biaya untuk membayar kuliah dan kondisi ayahnya yang sedang sakit, lalu dalam pikirannya harus giat belajar untuk mendapat beasiswa atau mahasiswa undangan di kampus terfaforit.
10 April
Buku harianku…
Kamu tahu? Aku sungguh bahagia hari ini. Kurasa tak ada yang lebih bahagia selain aku hari ini! Oh… rasanya ingin aku meneriakan keseluruh dunia kalau…

AKU LULUS MAHASISWA UNDANGAN DI UNIVERSITAS DAN FAKULTAS FAVORITKU. SEBENTAR LAGI AKU AKAN MENJADI MAHASISWA KEDOKTERAN”

Dari kalimat di atas ada beberapa faktor yang membuat remaja bahagia taraf menegah menurut Lunneborg dan roseenwood (1997) yaitu:
1. Keberhasilan (succes)
2. karier yang mendatangkan ganjaran untuk tetap aktif atau “a rewarding career.”
3. menemukan identitas diri atau “finding one’s identy”
4. mengembangkan kesadaran diri atau “developing self-awarness.”
Tokoh di atas bisa bahagia karena telah mendapatkan atau membuat sebuah keberhaslan bahwa ia lulus sebagai mahasiswa undangan atau mendapat biaya beasiswa jika ia melanjutkan kuliahnya lagi. Minat dan cita-cita pendidikan atau jabatan-pekerjaan menurut Ginzberg and Assosiateds fase-fase perkembanganmasa remaja di karenakan karena minat, aspirasinya sendiri, jenis pekerjaan, minat dan aspirasi orangtua kesan-kesan (menyangkut gengsi) dari teman-teman yang sebaya dan bersangkutan. Dan dalam hal ini tokoh Nadia mempunyai aspirasinya sendiri.
Tokoh Nadia mendeskripsikan Konflik batin yang dialami tokoh utama Nadira Silvia ditinjau secara Psikologi dengan berdasarkan konsep dalam teori psikologi Abraham Maslow yaitu konflik batin akibat tidak terpuaskannya (a) Kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis, yaitu kebutuhan biaya untuk membayar administrasi perkuliahan karena sejumlah biaya harus disisihkan untuk mengobati ayahnya yang sedang sakit
“Tadi siang ibuku bilang bahwa ibuku tidak bisa menyediakan uang untuk biaya administrasi perguruan tinggi tanpa tes. Ibuku tak sanggup membayar sejumlah besar nominal rupiah yang diminta pihak universitas. Ibuku tak memiliki uang cukup untuk itu semua. Uang ibusudah banyak melayang karena pengobatan ayah. Belum lagi adikku yang akan melanjutkan ke SMP, yang pasti memerlukan banyak biaya. Kalaupun ibu mempunyai uang cukup untuk biayaku, itu mungkin didapatdari kerjakeras ibu, pinjam tetanggadan saudaraku, dan menjual rumah kecil kami karena semua barang berharga sudah dijual ibu untuk perawatan ayah. Akutak rela menjual rumah kecil yang merupakan harta peninggalan ayah.

Hasil analisis menyatakan bahwa konflik batin telah mempengaruhi kondisi psikologis atau kejiwaan Nadira Silvina. Konfilk batin yang dialami berakibat pada pembentukan pribadi yang tidak sehat. Pada kondisi tersebut terjadi pengekangan atas perasan-perasaan untuk aktualisasi diri dan secara sengaja terjadi proses penarikan diri dari aktivitas lingkungannya..

Nadira Silvina mengalami beberapa gejala neurosis seperti timbulnya rasa cemas,( kehilangn cita-cita menjadi seorang dokter karena tidak mempunyai biaya administrasi) ketakutan yang berlebihan, mengalami depresi, dan stress. Nadia Silvina terus mencoba menghadapi realitas, Kondisi tersebut membuat Nadia Silvina tenggelam dalam keputusasaan yang mendalam dan berimplikasi pada tingkahlaku yang tidak konstruktif, berusaha untuk memberontak aturan-aturan sosial, religi, dan cenderung bersikap kontroversial. Tetapi dalam konteks tokoh selalu tabah sehingga semua persoalan dapat terselesaikan dan cita-cita untuk menjadi seorang dokter tercapai.



DAFTAR PUSTAKA

Mappiare, Andi.1982.Psikologi Remaja.Surabaya:Usaha Nasional
Semi, M. Atar. 1990. Metode Penelitian Sastra.Angkasa. Bandung
Suharianto, S. 1982. Dasar-dasar Teori Sastra.Surakarta:Widya Duta
Walgito, Bimo.1989.Pengantar Psikologi Umum.Yogyakarta:Andi Ortus
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993.Teori Kesussastraan (Terjemahan Melani Budianto).Jakarta:Gramedia
www.google.com/psikologi/sastra/psikologi sastra

Sebab Akibat Korupsi di Indonesia

MAKALAH
KEWARGANEGARAAN

Sebab Akibat Korupsi di Indonesia


Di Susun Oleh :

Basuki Rahmat (0801060018)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


1. Latar Belakang Masalah

Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhahak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang
lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.

2.Identifikasi
MasalahDalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:Pengertian

HAM

1. Perkembangan HAM
2. HAM dalam tinjauan Islam
3. Contoh-contoh pelanggaran HAM
3. Batasan Masalah
Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya pada ruang lingkup HAM.
4. Metode PembahasanDalam hal ini penulis menggunakan:

1. Metode deskritif, sebagaimana ditunjukan oleh namanya, pembahasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih (Atherton dan Klemmack: 1982).
2. Penelitian kepustakaan, yaitu Penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan, mengumpulkan data-data dan keterangan melalui buku-buku dan bahan lainnya yang ada hubungannya dengan masalah-masalah yang diteliti

BAB II
HAK ASASI MANUSIA (HAM)


1. Pengertian Dan Ciri Pokok Hakikat HAM
1. Pengertian
• HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002).
• Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
• John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
• Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”
2. Ciri Pokok Hakikat HAM
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:
• HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
• HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
• HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).
2. Perkembangan Pemikiran HAM
• Dibagi dalam 4 generasi, yaitu :
o Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
o Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.
o Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
o Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government
• Perkembangan pemikiran HAM dunia bermula dari:
1. Magna Charta
Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum(Mansyur Effendi,1994).
2. The American declaration
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
3. The French declaration
Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi Perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah.
4. The four freedom
Ada empat hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang diperlukannya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam Pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap Negara lain ( Mansyur Effendi,1994).
• Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia:
o Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol pada Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakukan yang sama hak kemerdekaan.
o Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku 3 UUD dalam 4 periode, yaitu:
1. Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945
2. Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat
3. Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950
4. Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku Kembali UUD 1945
3. HAM Dalam Tinjauan Islam
Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukan bahwa Islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Oleh karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan ajaran itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa terkecuali. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanent, kekal dan abadi, tidak boleh dirubah atau dimodifikasi (Abu A’la Almaududi, 1998). Dalam Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni hak manusia (hak al insan) dan hak Allah. Setiap hak itu saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi manusia dan juga sebaliknya. Dalam aplikasinya, tidak ada satupun hak yang terlepas dari kedua hak tersebut, misalnya sholat.
Sementara dalam hal al insan seperti hak kepemilikan, setiap manusia berhak untuk mengelola harta yang dimilikinya.
Konsep islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan teosentris (theocentries) atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syariatnya sebagai tolak ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakjat atau warga bangsa. Dengan demikian konsep Islam tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid. Konsep tauhid mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia. Konsep tauhid juga mencakup ide persamaan dan persatuan semua makhluk yang oleh Harun Nasution dan Bahtiar Effendi disebut dengan ide perikemakhlukan. Islam datang secara inheren membawa ajaran tentang HAM, ajaran islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber ajaran normative, juga terdapat praktek kehidupan umat islam.
Dilihat dari tingkatannya, ada 3 bentuk HAM dalam Islam, pertama, Hak Darury (hak dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga eksistensinya bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Sebagai misal, bila hak hidup dilanggar maka berarti orang itu mati. Kedua, hak sekunder (hajy) yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat hilangnya hak-hak elementer misalnya, hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang layak maka akan mengakibatkan hilangnya hak hidup. Ketiga hak tersier (tahsiny) yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder (Masdar F. Mas’udi, 2002)
Mengenai HAM yang berkaitan dengan hak-hak warga Negara, Al Maududi menjelaskan bahwa dalam Islam hak asasi pertama dan utama warga negara adalah:
1. Melindungi nyawa, harta dan martabat mereka bersama-sama dengan jaminan bahwa hak ini tidak kami dicampuri, kecuali dengan alasan-alasan yang sah dan ilegal.
2. Perlindungan atas kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi tidak bisa dilanggar kecuali setelah melalui proses pembuktian yang meyakinkan secara hukum dan memberikan kesempatan kepada tertuduh untuk mengajukan pembelaan
3. Kemerdekaan mengemukakan pendapat serta menganut keyakinan masing-masin
4. Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua warga negara tanpa membedakan kasta atau keyakinan. Salah satu kewajiban zakat kepada umat Islam, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan pokok warga negara.
5. Pelanggaran HAM dan pengadilan HAM
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).
Sementara itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut tujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.
Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur negara maupun bukan aparatur negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Karena itu penindakan terhadap pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur negara, tetapi juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur negara. Penindakan terhadap pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat non-diskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum.
6. Penaggung jawab dalam penegakan (respection), pemajuan (promotion), perlindungan (protection) dan pemenuhan (fulfill) HAM.
Tanggung jawab pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM tidak saja dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada individu warga negara. Artinya negara dan individu sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. Karena itu, pelanggaran HAM sebenarnya tidak saja dilakukan oleh negara kepada rakyatnya, melainkan juga oleh rakyat kepada rakyat yang disebut dengan pelanggaran HAM secara horizontal
7. Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
1Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
1. Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
2. Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
3. Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa menikmati arus kendaraan yang tertib dan lancar.
4. Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.


BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

2. Saran-saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.
Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.


BAB II
HAK ASASI MANUSIA

A. PENGERTIAN DAN HAKIKAT HAK ASASI MANUSIA
Sebelum memasuki pembahassan lebih lanjut, ada baiknya dikemukakan terlebih dahulu definisi dasar tentang hak secara definitif. “Hak” merupakan untuk normatik yang berfungsi sebagai panduan perilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam rangka menjaga harkat dan martabatnya.
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia disebutkan bahwa hak adalah (1) yang benar, (2) milik, kepunyaan, (3) kewenangan, (4) kekuasaan untuk berbuat sesuatu, (5) kekuasaan untuk berbuat sesuatu atatu untuk menuntut sesuatu, dan (6) derajat atau martabat. Pengertian yang luas tersebut pada dasarnya mengandung prinsip bahwa hak adalah sesuatu yang oleh sebab itu seseorang (pemegang) pemilik keabsahan untuk menuntut sesuatu yang dianggap tidak dipenuhi atau diingkari. Seseorang yang memegang hak atas sesuatu, maka orang tersebut dapat melakukan sesuatu tersebut sebagaimana dikehendaki, atau sebagaimana keabsahan yang dimilikinya.
Selanjutnya James W. Nickel mengemukakan unsur-unsur hak, yakni: a. Pemilik hak, b. Ruang lingkup penerapan hak, dan c. Pihak yang bersedia dalam penerappan hak.. Ketiga unsur tersebut menyatu dalam pengertian dasar hak. Dengan demikian hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri manusia yang dalam penerapannya berada dalam ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi.
Dalam kaitan dengan pemerolehan hak, paling tidak dikemukakan dua teori: pertama, teori Mc Closkey bahwa pemberian hak adalah untuk dilakukan, dimiliki dan dinikmati atau sudah dilakukan. Kedua: teori Joel Feinberg bahwa pemberian hak penuh merupakan kesatuan dari klaim yang absah (keuntungan yang didapat dari pelaksanaan hak yang disertai pelaksanaan kewajiban). Di sini berarti antara hak dan kewajiban tidak dapat saling dipisahkakn. Oleh karena itu, ketika seseorang menuntut hak, juga harus melakukan kewajiban.
Adapun pengertian hak asasi manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dann fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat, maupun negara. John Locke mengemukakan hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Oleh karenanya, tidak kekuasaan apapun yang dapat mmencabutnya. Hak ini sifatnya mendasar (fundamental) bagi hidup dan kehidupan manusia dan merupakan hal kodrati yang tidak bisa dipisahkan.
Dalm UU No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia pasal 1 disebutkan, “Hak assasi manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Berdasarkan beberapa rumusan HAM, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM, yaitu:
1. HAM tidaak perlu diberikan, dibeli, atau diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
2. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamiin, ras, agam, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
3. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak ada yang bisa membatasi atau melangggar hak orang lain. Seseorang tetap mempunyai HAM walaupun negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM tersebut.
B. HAK ASASSI MANUSIA DALAM SOROTAN HISTORIS
Hak asasi manusia bukan suatu konsep baru atau wacana hangat begitu saja. Permasalahan HAM tidak bisa dilepaskan dari perjalanan sejarahnya dari waktu ke waktu. Bahkan, bisa dikatakan keberadaan HAM tidak terlepas dari pengakuan terhadap adanya hukum alam (Natural Law) yang menjadi cikal bakal kelahiran HAM. Salah satu muatan hukum alam adalah hak-hak pemberian dari alam (Natural Rights), karena dalam hukum alam ada sistem keadilan yang berlaku universal dalam artinya menjadi pendorong bagi upaya penghormatan dan perlindungan harkat dan martabat kemanusiaan universal.
Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa mulai dengan lahirnya Magma Charta yang berintikan menghilangkan hak kekuasaan absolutisme raja. Lahirnya magma charta ini kemudian diikuti oleh lahirnya Bill Of Right di inggris pada tahun 1689. saat itu mulai timbul pandangan (adagium) yang intinya bahwa manusia sama di muka hukum (Equality Before The Law). Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan negara demokrasi. Bill of rights melahirkan asas persamaan harus diwujudkan, betapa berat puun resiko yang dihadapi, karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan untuk mewujudkan semua itu. Maka lahirlah teori kontrak sosial (Social Contract Theory) oleh J.J Rosseau, teori Trias Politika Mountesquieu, John Code di Inggris dengan teori hukum kodrati, dan Thomas Jefferson di AS dengan hak-hak dasar kebebasan dan persamaan yang dirancangnya.
Perkembangan HAM selajutnya, terlihat pada munculnya The American Declaration Of Indepedence deklarasi ini muncul manakala terjadinya Revolusi Amerika (tahun 1776).Deklarasi ini menegaskan bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya,sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu .Di tahun 1789 lahirlah The French Decleration (deklarasi Prancis) yang berisi prinsip-prinsip keadilan dan kebebasan ,sekalipun kepada orang yang dinyatakan bersalah .Kemudian prinsip itu di pertegas oleh prinsip Freedom Of Expression (kebebasan mengeluarkan pendapat), Preedom of Relegion (bebas menganut keyakinan / agama yang dikehendaki). The Right of Property (perlindungan hak milik), dan hak-hak dasar lainnya. Jadi dalam Franch Declaration sudah tercakup hal-hal yang menjamin tumbuhnya demokrasi maupun negara hukum.
Perkembangan yang lebih signifikan adalah kemunculan The Foor Preedoms dari presiden Rousevelt pada tanggal 06 januari 1941. berdasarkan rumusan tersebut, ada empat hak yaitu kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan mmemeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa (negara) berada dalam posisi keinginan untuk melakukan serangan terhadap negara.
Selajutnya pada tahun 1944 diadakan konferensi buruh internasional di Philadelphia yang kemmudian menghasilkan Deklarasi Philadelphia. Isi dari konferensi tersebut tentang kebutuhan penting untuk menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan sosial dan perlindungan seluruh manusia apapun ras, kepercayaan, atau jenis kelaminnya, memiliki hak untuk mengejar perkembangan material dan spiritual dengan bebas dan bermartabat, keamanan ekonomi dan kesempatan yang sama. Hak-hak tersebut menjadi dasar munculnya rumusan HAM yang universal sebagaimana dalam The Universal Declaration Of Human Right PBB tahun 1948.
Secar garis besar perkembangan pemikiran HAM dapat dibagi pada empat generasi. Generasi pertama, berpendapat bahwa pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik, berdasarkan prinsip kebebasan dan ditujukan pada eksistensi insan pribadi dan kemungkinan perkembangannya. Secara lebih spesifik konsep hak asasi pertama ini lebih bernuansa hukum, antara lain mendapatkan peradilan yang adil dan tidak memihak, hak untuk tidak ditahan secara sewenang-wenang, dan lain-lain.
Generasi kedua, pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis, melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran generasi kedua menunjukkan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Akan tetapi pada generasi kedua ini pula, hak yuridis kurang mendapat penekanan, sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial budaya, hak ekonomi dan politik. Selajutnya lahir Generasi ketiga, sebagai reaksi pemikiran sebelumnya. Generasi ini menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum alam dalam satu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan (The Rights Of Developement). Generasi ketiga juga merumuskan HAM sebagai hak bangsa-bangsa yang memperoleh dasar dari solidaritas bangsa-bangsa. Dalam pelaksanaannya, ternyata hasil pemikiran generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan antara penekanan hak ekonomi dan hak-hak lain yang menjadi terabaikan.
Setelah banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan dari pemikiran HAM generasi ketiga, lahirlah Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominan dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negatif pada aspek kesejahteraan rakyat. Pemikiran generasi keempat dapat dilihat dalam Declaration of The Basic Duties of Asia Fasific and Government (1983). Deklarasi tersebut memuat beberapa masalah penting, sebagai berikut:
1. Pembangunan berdikari (Self Development). Yakni pembangunan yang membebaskan rakyat dan bangsa dari ketergantungan dan sekaligus memberikan kepada rakyat sumber-sumber daya sosial-ekonomi.
2. Perdamaian. Dalam hal ini bukan semata-mata berarti anti perang, anti nuklir dan anti perang bintang. Tetapi justru bagaimana melepaskan diri dari budaya kekerasan (Culture of Violence) dan menciptakan budaya damai (Culture Of Peace).
3. Partisipasi rakyat. Artinya hak asasi manusia bukanlah tanggung jawab sepihak, melainkan menuntut partisipasi seluruh elemen masyarakat.
4. Hak-hak budaya. Adanya upaya dan kebijaksanaan penyeragaman merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi berbudaya, karena mengarah ke penghapusan kemajemukan budaya (multikulturalisme) yang seharusnya menjadi identitas kekayaan suatu komunitas warga dan bangsa.
5. Hak keadilan sosial. Sebagai realisasinya, keadilan sosial tidak saja berhenti dengan menaiknya pendapatan perkapita, mellainkan terus berkelanjutan pada pemerataan kesejahteraan masyarakat.
Beralih kepada pemahaman HAM di Indonesia, secara garis besar Prof. Bagir Manan membagi perkembangan pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode, yaitu periode sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang).
1. Periode sebelum kemerdekaan (1908-1945)
Dimulai dari organisasi boedi oetomo dengan konteks pemikiran yang memperlihatkan kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat. Selanjutnya, tarekat Islam menekankan pada usaha-usaha untuk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial. Organisai ini menampung anggota yang terdiri dari berbagai golongan dan lapisan masyarakat. Sedangkan pemikiran HAM dalam partai komunis Indonesia adalah bersumber pada pemahaman Marxisme-Sosialis dengan kecenderungan pada hak-hak yang bersifat sosial dan alat produksi HAM yang paling menonjol dari Indiesche Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan. Sedangkan dalam partai Nasional Indonesia mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan (The Rights Of Self Determination). Demikianlah selajutnya pada organisasi-organisasi lain menjelang kemerdekaan dengan tema-tema HAM berkisar pada hak-hak ekonomi, pendidikan politik, hak mengeluarkan pendapat, berserikat dan berkumpul, persamaan di muka hukum, hak untuk turut dalam penyelenggaraan negara, hak atas pekerjaan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan dll. Dengan demikian gagasan pemikiran HAM di Indonesia telah menjadi perhatian besar dari para tokoh pergerakan bangsa dalam rangka penghormatan dan penegakan HAM, karena itu HAM di Indonesia mempunyai akar sejarah yang kuat.
2. Periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang)
Di awal kemerdekaannya, pemikiran HAM masih menekankan pada hak untuk merdeka (Self Determination), hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik serta kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Bersamaan dengan itu prinsip kedaulatan rakyat dan negara berdasarkan atas hukum dijadikan sebagi sandi bagi penyelenggaraan negara Indonesia merdeka. Ini berlangsung pada periode 1945-1950 an.
Pada periode 1950-1959 dikenal dengan periode demokrasi parlementer. Pemikiran HAM periode ini mendapat tempat khusus dalam suasana demokrasi liberal yang diterapkan. Menurut Prof. Bagir Manan, indikatornya dapat dilihat dalam tiga aspek. Pertama, tumbuhnya partai-partai politik dengan beragam ideologi. Kedua, adanya kebebasan pers. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar demokrasi dalam suasana kebebasan, adil, dan demokratis. Keempat, sistem parlementer sebagai repsentasi kedaulatan rakyat. Kelima, wacana HAM yang mendapat iklim kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.
Pada periode 1959-1966 merupakan masa pemerintahan dengan sistem demokrasi terpimpin. Dalam sistem ini kekuasaan menjadi terpusat dan berada ditangan presiden. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat, yaitu hak sipil dan hak politik warga negara. Selanjutnya pada 1966-1998 terjadi peralihan dari Soekarno ke Soeharto ada semangat untuk menegakkan HAM. Salah satu seminar tentang HAM, pembentukkan komisi dan pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) pun didirikan pada tahun 1971 di jakarta, sebagai kantor pertama tidak banyak orang yang berharap banyak pada misinya dalam membela orang miskin. Ide tentang bantuan hukum(Legal Aid) ini terus berkembang baik menyangkut politik maupun sosial, seperti hukum. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakkan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) berdasarkan kepres No.50 tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. KOMNAS HAM dalam anggaran belanjanya mempunyai tujuan, Pertama, membantu mengembangkan kondisi yang kondosif bagi pelaksanaan HAM sesuai dengan pancasila, UUD 45 dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal HAM. Kedua, meningkatkan perlindungan HAM guna mewujudkan terwujudnya pembangunan nasional, yaitu pembangunan nasional Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Akan tetapi, satu hal penting adalah dam pak dari sikap akomodatif pemerintah tersebut, lahirnya KOMNAS HAM sebagai lembaga independen menyebabkan bergesernya paradigma pemerintah itu sendiri dari partikularistik ke universalistik serta semakin kooperatifnya pemerintah dalam upaya penegakan HAM di Indonesia.
Pergantian rezim pemerintahan pada tahun 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini dilakukan pengkajian terhadap kebijakan pemerintah terdahulu yang kemudian dilakukan penyususnan dan pemberlakuan yang lebih baik dalam konteks ketatanegaraan dan kemasyarakatan. Sehingga strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status penentuan (Prescriptive Status) dan penataan aturan secara konsisten (Rule Consistent Behaviour). Sebagai contoh dan bukti nyata, dicanangkan program “Rencana Aksi Nasional HAM” pada 15 Agustus 1998 yang didasarkan pada empat pilar, yaitu:
1. Persiapan pengesahan perangkat internasional di bidang HAM.
2. Desiminasi informasi dan pendidikan bidanng HAM.
3. Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM.
4. Pelaksanaan isi perangkat internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi melalui perundang-undangan nasional.
C. BENTUK-BENTUK HAM
Prof. Bagir Manan membagi HAM pada beberapa kategori, yaitu: hak sipil, hak ekonomi, hak sosial dan hak budaya. Hak sipil terdiri dari hak diperlakukan sama di muka hukum, hak bebas dari kekerasan, hak bagi kelompok anggota masyarakat tertentu, dan hak hidup dan kehidupan. Hak politik terdiri dari hak kebebasan berserikat dan berkumpul, hak kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, da hak menyampaikan pendapat di muma umum. Hak ekonomi terdiri dari hak jaminan sosial, hak perlindungan kerja, hak perdagangan, dan hak pembangunan berkelanjutan. Hak sosial-udaya terdiri dari hak memperoleh pendidikan, hak kekayaan intelektual, hak kesehatan, dan hak memeperoleh perumahan dan pemukiman.
Sejalan dengan itu, Prof. Baharuddin Lopa membagi beberapa jenis HAM, yaitu: hak persamaan dan kebebasan, hak hidup, hak memeproleh perlindungan, hak penghormatan pribadi, hak menikah dan berkeluarga, hak wanita sederajat dengan pria, hak anak dari orang tua, hak memperoleh pendidikan, hak beragama, hak bebas bertindak dan mencari suaka, hak untuk bekerja, hak meeproleh kesempatan yang sama, hak milik pribadi, hak menikmati hasil/produk ilmu, dan hak tahanan dan narapidana.
Dalam deklarasi universal tentang HAM (Universal Declaration Of Human Rights) atau DUHAM, hak asasi manusia terbagi dalam beberapa jenis, yaitu hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi), hak legal (hak jaminan perlindungan hukum), hak sipil dan politik, hak subsistensi (hak jaminan sumber daya untuk menunjang kehidupan), serta hak ekonomi, sosial dan budaya.
Selanjutnya, secara operasional dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, ada beberapa bentuk:
1. Hak untuk hidup;
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan;
3. Hak mengembangkan diri;
4. Hak memperoleh keadilan;
5. Hak atas kebebasan pribadi;
6. Hak atas rasa aman;
7. Hak atas kesejahteraan;
8. Hak turut serta dalam pemerintahan;
9. Hak wanita; dan
10. Hak anak.
D. NILAI UNIVERSAL DAN PARTIKULAR HAM
Wacana apakah HAM itu bersifat universal (berlaku untuk di semua negara) atau partikular (nilai HAM sangat kontekstual pada suatu negara) terus berlanjut. Dalam hal ini memunculkan tiga teori analisis, yaitu teori realitas (realistic theory), berpandangan adanya sifat manusia yang condong pada dirinya sendiri serta bertindak anarkis, hak didasarkan pada pemenuhan haknya sendiri secara berlebihan. Teori relativisme (cultural relativisme theory), nilai moral dan budaya itu bersifat partikular atau khusus. Teori radikal universalisme (radical universalism), berpandangan bahwa semua nilai-nilai HAM adalah bersifat universalitas.
E. HAM DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Banyak gagasan besar berkenaan dengan demokrasi dan HAM yang selaras dengan pemikiran islam, kaidah hukum, prinsip dasar kepemimpinan demokratis, yurisprudensi islam (fiqih) sangat sentral. Ini adalah konsep yang berakar pada Al-quran, yang berpijak pada ajaran tauhid yang mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia. Ajaran Islam menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia, sehingga perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan sebuah tuntutan.
Menurut Maududi, HAM adalah hak kodrati yang dianugrahkan Allah kepada setiap manusia dan tidak dapat dicabut atau dikurangi oleh kekuasaan atau badan apapun. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanen, kekal dan abadi, tidak boleh diubah atau dimodifikasi.
Sejarah keberpihakan islam terhadap HAM sudah ada sejak Deklarasi Madinah yang sangat menonjolkan prinsip kemanusiaan dan toleransi yang kemudian dilanjutkan dengan Deklarasi Kairo. Selanjutnya dilihat dari tingkatannya, ada tiga bentuk HAM dalam islam, hak daruri (premier), hak hajjy (sekonder) dan hak tahsiny (tersier).
F. HAK DALAM KONSTITUSI
Dalam perundang-undangan RI terdapat empat bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (UUD Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan, seperti peraturan pemerintah; keputusan presiden; dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Dalam UUD 1945, terdapat lima pasal yang secara langsung menyatakan perlunya perlindungan pada HAM, yakni: pasal 27 ayat 1, pasal 27 ayat 2, pasal 28, pasal 29, pasal 31 ayat 1.
G. PELANGGARAN DAN PENGADILAN HAM
Pe;anggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok termasuk aparat negara, baik disengaja ataupun tidak, atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menhalangi, memabatasi atau mencabut HAM yang telah dijamin oleh undang-undang, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar. Pelanggaran HAM tergolong berat, baik berupa kejahatan genosida dan kemanusiaan. Sedangkan pelanggaran selain dari keduanya tergolong ringan.
Untuk menyikapi kejahatan dan pelanggaran HAM, berdasarkan hukum internasional dapat digunakan retroaktif, diberlakukan pasal tentang kewajiban untuk tunduk pada pembatasan yang ditetapkan dalam undang-undang, seperti tercantum dalam pasal 28 J ayat 2 UUD 1945.
H. PENANGGUNG JAWAB DALAM PENEGAKAN (RESPECTION), KEMAJUAN (PROMOTION), PERLINDUNGAN (PROTECTION), DAN PEMENUHAN (FULLFILL)
Dalam hal ini, ada dua pandangan yaitu: Pertama, bahwa yang harus bertanggung jawab memajukan HAM adalah negara, karena negara dibentuk sebagai wadah untuk kepentingan kesejahteraan rakyatnya. Kedua, bahwa tanggung jawab kemajuan, penghormatan, dan perlindungan HAM tidak saja dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada individu warga negara.
Dalam kaitan dengan tanggung jawab individu tersebut, Nickel mengemukakan tiga alasan mengapa individu bertanggung jawab dalam menegakkan dan perlindungan HAM. Pertama, sejumlah besar problem HAM tidak hanya melibatkan aspek pemerintah, tetapi juga kalangan swasta atau kalangan di luar negara dalam hal ini rakyat. Kedua, HAM bersandar pada pertimbangan normatif agar manusia diperlakukan sesuai dengan human dicnity-nya. Ketiga, individu bertanggung jawab atas dasar prinsip-prinsip demokrasi, dimana setiap orang memiliki kewajiban untuk mengawasi tindakan pemerintah. Dalam masyarakat yang demokratis, suatu yang menjadi kewajiban pemerintah juga menjadi kepentingan rakyat.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak atau kewenangan yang melekat pada diri individu sejak ia lahir secara kodrati yang tidak dapat dirampas atau dicabut keberadaannya. HAM ada selama adanya manusia, sejak dahulu sampai sekarang. HAM tidak dapat berubah kedudukannya. Kedaulatan suatu negara akan berwibawa dan bermartabat apabila terdapat penghargaan yang berartiterhadap HAM dari seluruh elemen masyarakat dan pemerintahnya.
HAM ada seiring dengan sejarah perkembangan manusia dan peradabannya. Adapaun pernyataan legalitas HAM diyakini dimulai dengan lahrnya Magma Charta, Bill of Right, Deklarasi Kemerdekaan Amerika, Deklarasi Perancis, samapai dengan Deklarasi Universal HAM PBB tahun 1948.

Masyarakat Modern dan Kebudayannya

Masyarakat Modern dan Kebudayannya

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman, kebudayaan umat manusia pun mengalami perubahan. Menurut para pemikir post modernis dekonstruksi, dunia tak lagi berada dalam dunia kognisi, atau dunia tidak lagi mempunyai apa yang dinamakan pusat kebudayaan sebagai tonggak pencapaian kesempurnaan tata nilai kehidupan. Hal ini berarti semua kebudayaan duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, dan yang ada hanyalah pusat-pusat kebudayaan tanpa periferi. Sebuah kebudayaan yang sebelumnya dianggap pinggiran akan bisa sama kuat pengaruhnya terhadap kebudayaan yang sebelumnya dianggap pusat dalam kehidupan manusia modern.
Wajah kebudayaan yang sebelumnya dipahami sebagai proses linier yang selalu bergerak ke depan dengan berbagai penyempurnaannya juga mengalami perubahan. Kebudayaan tersebut tak lagi sekadar bergerak maju tetapi juga ke samping kiri, dan kanan memadukan diri dengan kebudayaan lain, bahkan kembali ke masa lampau kebudayaan itu sendiri.
Lokalitas kebudayaan karenanya menjadi tidak relevan lagi dan eklektisme menjadi norma kebudayaan baru. Manusia cenderung mengadaptasi berbagai kebudayaan, mengambil sedikit dari berbagai keragaman budaya yang ada, yang dirasa cocok buat dirinya, tanpa harus mengalami kesulitan untuk bertahan dalam kehidupan.
Perubahan tersebut dikenal sebagai perubahan sosial atau social change. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya, namun perubahannya hanya mencakup kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, kecuali organisasi sosial masyarakatnya. Perubahan sosial tersebut bardampak pada munculnya semangat-semangat untuk menciptakan produk baru yang bermutu tinggi dan hal inilah yang menjadi dasar terjadinya revolusi industri, serta kemunculan semangat asketisme intelektual. Menurut Prof Sartono, asketisme dan expertise ini merupakan kunci kebudayaan akademis untuk menuju budaya yang bermutu.
Sebagai homo faber, manusia mencipta dan bekerja, untuk memperoleh kepuasan atau self fulfillment. Dalam kaca mata agama dan unsur untuk beribadah, suatu orientasi kepada kepuasan batin dan menuju ke arah sesuatu yang transendental. Di sinilah yang disebut etos bangsa itu muncul.
Sebenarnya etos bangsa kita juga sudah banyak disinggung oleh para pujangga seperti dalam “Serat Wedatama” karya Mangkunegoro IV yang disebutnya sebagai etos “mesu budi”. Etos ini merupakan suatu ajakan untuk mementingkan penampilan yang bermutu baik lahir, maupun batin, atau kalau dalam bahasa modern disebut juga etos intelektual.
Kemudian, etos intelektual inilah yang mendorong masyarakat untuk terus berkarya dan terus menciptakan hal-hal baru guna meningkatkan kemakmuran hidupnya, sehingga masyarakat tersebut menjadi masyarakat yang modern. Sedangkan proses menjadi masyarakat yang modern disebut dengan istilah Modernisasi. Jadi dengan kata lain, modernisasi ialah suatu proses transformasi total, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspeknya.

B. Faktor-faktor yang Mendorong Perubahan Masyarakat Menjadi Masyarakat yang Modern

1. perkembangan ilmu
2. perkembangan teknologi
3. perkembangan industri
4. perkembangan ekonomi

C. Gejala-gejala Modernisasi

1. Bidang IPTEK
Gejala Modernisasi di bidang IPTEK ditandai dengan adanya penemuan dan pembaharuan unsur teknologi baru yang dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat.
2. Bidang Ekonomi
Gejala Modernisasi di bidang Ekonomi ialah meningkatnya produktivitas ekonomi dan efisiensi sumber daya yang tersedia, serta pemeanfaatan SDA yang memperhatikan kelestarian alam sekitar.
3. Bidang Politik dan Idiologi
Pada bidang ini, gejala modern ditandai dengan adanya system pemerintahan perwakilan yang demokratis, pemerintah yang diawasi dan dibatasi kekuasaanya, dihormati hak-hak asasinya serta dijaminnya hak-hak sosial.
4. Bidang Agama dan Kepercayaan
Gejala Modernisasi di bidang Agama dan Kepercayaan ditandai dengan adanya pengembangan nalar (rasio) dan kebahagiaan kebendaan (materi), yang pada akhirnya akan menimbulkan paham sekularisasi dan sekularisme.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Masyarakat Modern
Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban masa kini. Pada umumnya masyarakat modern tinggal di daerah perkotaan, sehingga disebut masyarakat kota. Namun tidak semua masyarakat kota tidak dapat disebut masyarakat modern,sebab orang kota tidak memiliki orientasi ke masa kini, misalnya gelandangan.

B. Ciri-ciri Masyarakat Modern
1. Hubungan antar manusia terutama didasarkan atas kepentingan-kepentingan pribadi.
2. Hubungan dengan masyarakat lain dilakukan secara terbuka dengan suasana yang saling memepengaruhi
3. Keprcayaan yang kuat akan Ilmu Pengetahuan Teknologi sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
4. Masyarakatnya tergolong ke dalam macam-macam profesiyang dapat dipelajari dan ditingkatkan dalam lembaga pendidikan, keterampilan dan kejuruan
5. Tingkat pendidikan formal pada umumnya tinggi dan merata.
6. Hukum yang berlaku adalah hukum tertulis yang sangat kompleks
7. Ekonomi hamper seluruhnya merupakan ekonomi pasar yang didasarkanatas penggunaan uangdan alat-alat pembayaran lain.

C. Masyarakat Modern dilihat dari berbagai Aspek
Aspek Mental Manusia :
1. Cenderung didasarkan pada pola pikirserta pola perilaku rasionalatau logis, dengan cirri-cirimenghargai karya orang lain, menghargai waktu, menghargai mutu, berpikir kreatif, efisien, produktif percaya pada diri sendiri, disiplin, dan bertanggung jawab.
2. Memiliki sifat keterbukaan, yaitu dapat menerima pandangan dan gagasan orang lain.
Aspek Teknologi :
1. Teknologi merupakan factor utama untuk menunjang kehidupan kearah kemajuan atau modernisasi.
2. Sebagai hasil ilmu pengetahuan dengan kemampuan produksi dan efisiensi yang tinggi.
Aspek Pranata Sosial :

I. Pranata Agama :
Relatif kurang terasa dan tampak dalam kehidupan sehari-hari, diaibatkan karena sekularisme
II. Pranata Ekonomi :
1. Bertumpu pada sektor Indusri Pembagian kerja yang lebih tegas dan memiliki batas-batas yang nyata.
2. Pembagian kerja berdasarkan usia dan jenis kelamin kurang terlihat.
3. Kesamaan kesempatan kerja antar priadan wanita sangat tinggi.
4. Kurang mengenal gotong-royong.
5. Diobedakan menjadi tiga fungsi, yaitu: produksi distribusi, dan konsumsi.
6. Hampir semua kebutuhan hidupmasyarakat diperoleh melalui pasar dengan menggunakan uang sebagai alat tukar yang sah.
III. Pranata Keluarga :
1. Ikatan kekeluargaan sudah mulai lemahdan longgar, karena cara hidup yang cenderung inidividualis.
2. Rasa solidaritas berdasarkan kekerabatan umumnya sudah mulai menipis.
IV. Pranata Pendidikan :
Tersedianya fasilitas pendidikan formal mulai dari tingkat rendah hingga tinggi, disamping pendidikan keterampilan khusus lainnya.
V. Pranata Politik :
Adanya pertumbuhan dan berkembangnya kesadaran berpolitik sebagai wujud demokratisasi masyarakat.

D. Gambaran Umum Kehidupan Masyarakat Modern
Pada kehidupan masyarakat modern, kerja merupakan bentuk eksploitasi kepada diri, sehingga mempengaruhi pola ibadah, makan, dan pola hubungan pribadi dengan keluarga.
Sehingga dalam kebudayaan industri dan birokrasi modern pada umumnya, dipersonalisasi menjadi pemandangan sehari-hari. Masyarakat modern mudah stres dan muncul penyakit-penyakit baru yang berkaitan dengan perubahan pola makanan dan pola kerja.
Yang terjadi kemudian adalah dehumanisasi dan alienasi atau keterasingan, karena dipacu oleh semangat kerja yang tinggi untuk menumpuk modal. Berger menyebutnya sebagai “lonely crowd” karena pribadi menemukan dirinya amat kuat dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kebudayaan industrialisasi, terus terjadi krisis. Pertama, kosmos yang nyaman berubah makna karena otonomisasi dan sekularisasi sehingga rasa aman lenyap. Kedua masyarakat yang nyaman dirobek-robek karena individu mendesakkan diri kepada pusat semesta, ketiga nilai kebersamaan goyah, keempat birokrasi dan waktu menggantikan tokoh mistis dan waktu mitologi.
Para penganut paham pascamodern seperti Lyotard pernah mengemukakan perlunya suatu jaminan meta-sosial, yang dengannya hidup kita dijamin lebih merdeka, bahagia, dan sebagainya. Khotbah agung-nya (metanarasi) ini mengutamakan perlunya new sensibility bagi masyarakat yang terjebak dalam gejala dehumanisasi budaya modern.
Kebiasaan dari masyarakat modern adalah mencari hal-hal mudah, sehingga penggabungan nilai-nilai lama dengan kebudayaan birokrasi modern diarahkan untuk kenikmatan pribadi. Sehingga, munculah praktek-peraktek kotor seperti nepotisme, korupsi, yang menyebabkan penampilan mutu yang amat rendah.

E. Kebudayaan Modern
Proses akulturasi di Negara-negara berkembang tampaknya beralir secara simpang siur, dipercepat oleh usul-usul radikal, dihambat oleh aliran kolot, tersesat dalam ideologi-ideologi, tetapi pada dasarnya dilihat arah induk yang lurus: ”the things of humanity all humanity enjoys”. Terdapatlah arus pokok yang dengan spontan menerima unsur-unsur kebudayaan internasional yang jelas menguntungkan secara positif.
Akan tetapi pada refleksi dan dalam usaha merumuskannya kerap kali timbul reaksi, karena kategori berpikir belum mendamaikan diri dengan suasana baru atau penataran asing. Taraf-taraf akulturasi dengan kebudayaan Barat pada permulaan masih dapat diperbedakan, kemudian menjadi overlapping satu kepada yang lain sampai pluralitas, taraf, tingkat dan aliran timbul yang serentak. Kebudayaan Barat mempengaruhi masyarakat Indonesia, lapis demi lapis, makin lama makin luas lagi dalam (Bakker; 1984).
Apakah kebudayaan Barat modern semua buruk dan akan mengerogoti Kebudayaan Nasional yang telah ada? Oleh karena itu, kita perlu merumuskan definisi yang jelas tentang Kebudayaan Barat Modern. Menurut para ahli kebudayaan modern dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
a. Kebudayaan Teknologi Modern
Pertama kita harus membedakan antara Kebudayan Barat Modern dan Kebudayaan Teknologis Modern. Kebudayaan Teknologis Modern merupakan anak Kebudayaan Barat. Akan tetapi, meskipun Kebudayaan Teknologis Modern jelas sekali ikut menentukan wujud Kebudayaan Barat, anak itu sudah menjadi dewasa dan sekarang memperoleh semakin banyak masukan non-Barat, misalnya dari Jepang.
Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan sesuatu yang kompleks. Penyataan-penyataan simplistik, begitu pula penilaian-penilaian hitam putih hanya akan menunjukkan kekurangcanggihan pikiran. Kebudayaan itu kelihatan bukan hanya dalam sains dan teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi dalam hidup masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam peralatan rumah tangga serta persenjataan modern. Hampir semua produk kebutuhan hidup sehari-hari sudah melibatkan teknologi modern dalam pembuatannya.
Kebudayaan Teknologis Modern itu kontradiktif. Dalam arti tertentu dia bebas nilai, netral. Bisa dipakai atau tidak. Pemakaiannya tidak mempunyai implikasi ideologis atau keagamaan. Seorang Sekularis dan Ateis, Kristen Liberal, Budhis, Islam Modernis atau Islam Fundamentalis, bahkan segala macam aliran New Age dan para normal dapat dan mau memakainya, tanpa mengkompromikan keyakinan atau kepercayaan mereka masing-masing. Kebudayaan Teknologis Modern secara mencolok bersifat instumental.
b. Kebudayaan Modern Tiruan
Dari kebudayaan Teknologis Modern perlu dibedakan sesuatu yang mau saya sebut sebagai Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan itu terwujud dalam lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah saja, misalnya kebudayaan lapangan terbang internasional, kebudayaan supermarket (mall), dan kebudayaan Kentucky Fried Chicken (KFC).
Di lapangan terbang internasional orang dikelilingi oleh hasil teknologi tinggi, ia bergerak dalam dunia buatan: tangga berjalan, duty free shop dengan tawaran hal-hal yang kelihatan mentereng dan modern, meskipun sebenarnya tidak dibutuhkan, suasana non-real kabin pesawat terbang; semuanya artifisial, semuanya di seluruh dunia sama, tak ada hubungan batin.
Kebudayaan Modern Tiruan hidup dari ilusi, bahwa asal orang bersentuhan dengan hasil-hasil teknologi modern, ia menjadi manusia modern. Padahal dunia artifisial itu tidak menyumbangkan sesuatu apapun terhadap identitas kita. Identitas kita malahan semakin kosong karena kita semakin membiarkan diri dikemudikan. Selera kita, kelakuan kita, pilihan pakaian, rasa kagum dan penilaian kita semakin dimanipulasi, semakin kita tidak memiliki diri sendiri. Itulah sebabnya kebudayaan ini tidak nyata, melainkan tiruan, blasteran.
Anak Kebudayaan Modern Tiruan ini adalah Konsumerisme: orang ketagihan membeli, bukan karena ia membutuhkan, atau ingin menikmati apa yang dibeli, melainkan demi membelinya sendiri. Kebudayaan Modern Blateran ini, bahkan membuat kita kehilangan kemampuan untuk menikmati sesuatu dengan sungguh-sungguh. Konsumerisme berarti kita ingin memiliki sesuatu, akan tetapi kita semakin tidak mampu lagi menikmatinya. Orang makan di KFC bukan karena ayam di situ lebih enak rasanya, melainkan karena fast food dianggap gayanya manusia yang trendy, dan trendy adalah modern.
c. Kebudayaan-Kebudayaan Barat
Kita keliru apabila budaya blastern kita samakan dengan Kebudayaan Barat Modern. Kebudayaan Blastern itu memang produk Kebudayaan Barat, tetapi bukan hatinya, bukan pusatnya dan bukan kunci vitalitasnya. Ia mengancam Kebudayaan Barat, seperti ia mengancam identitas kebudayaan lain, akan tetapi ia belum mencaploknya. Italia, Perancis, spayol, Jerman, bahkan barangkali juga Amerika Serikat masih mempertahankan kebudayaan khas mereka masing-masing. Meskipun di mana-mana orang minum Coca Cola, kebudayaan itu belum menjadi Kebudayaan Coca Cola.
Orang yang sekadar tersenggol sedikit dengan kebudayaan Barat palsu itu, dengan demikian belum mesti menjadi orang modern. Ia juga belum akan mengerti bagaimana orang Barat menilai, apa cita-citanya tentang pergaulan, apa selera estetik dan cita rasanya, apakah keyakinan-keyakinan moral dan religiusnya, apakah paham tanggung jawabnya (Suseno; 1992).

F. Tantangan Kebudayaan Masyarakat Modern
1. Kebudayaan Modern Tiruan
Tantangan yang sungguh-sungguh mengancam kita adalah Kebudayaan Modern Tiruan. Dia mengancam justru karena tidak sejati, tidak substansial. Yang ditawarkan adalah semu. Kebudayaan itu membuat kita menjadi manusia plastik, manusia tanpa kepribadian, manusia terasing, manusia kosong, manusia latah.
Kebudayaan Blasteran Modern bagaikan drakula: ia mentereng, mempunyai daya tarik luar biasa, ia lama kelamaan meyedot pandangan asli kita tentang nilai, tentang dasar harga diri, tentang status. Ia menawarkan kemewahan-kemewahan yang dulu bahkan tidak dapat kita impikan. Ia menjanjikan kepenuhan hidup, kemantapan diri, asal kita mau berhenti berpikir sendiri, berhenti membuat kita kehilangan penilaian kita sendiri. Akhirnya kita kehabisan darah , kehabisan identitas. Kebudayaan modern tiruan membuat kita lepas dari kebudayaan tradisional kita sendiri, sekaligus juga tidak menyentuh kebudayaan teknologis modern sungguhan (Suseno;1992)
2. Bagaimana Memberi Makan, Sandang, dan Rumah
Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa, budaya adalah perjuangan manusia dalam mengatasi masalah alam dan zaman. Permasalahan yang paling mendasar bagi manusia adalah masalah makan, pakaian dan perumahan. Ketika orang kekurangan gizi bagaimana ia akan mendapat orang yang cerdas. Ketika kebutuhan pokok saja tidak terpenuhi bagaimana orang akan berpikir maju dan menciptakan teknologi yang hebat. Jangankan untuk itu, permasalahan pemenuhan kebutuhan kita sangat mempengaruhi pola hubungan di antara manusia. Orang rela mencuri bahkan membunuh agar ia bisa makan sesuap nasi. Sehingga, kelalaian dalam hal ini bukan hanya berdampak pada kemiskinan, kelaparan, kematian, akan tetapi akan berpengaruh dalam tatanan budaya-sosial masyarakat.
3. Masalah Pendidikan yang Tepat
Pendidikan masih menjadi permasalahan yang menjadi perhatian serius jika bangsa ini ingin dipandang dalam percaturan dunia. Ada fenomena yang menarik terkait dengan hal ini, yaitu mengenai kolaborasi kebudayaan dengan pendidikan, dalam artian bagaimana sistem pendidikan yang ada mengintrinsikkan kebudayaan di dalamnya. Dimana ada suatu kebudayaan yang menjadi spirit dari sistem pendidikan yang kita terapkan.
4. Mengejar Kemajuan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Problem ini beranjak ketika kita sampai saat ini masih menjadi konsumen atas produk-produk teknologi dari negara luar. Situasi keilmiahan kita belum berkembang dengan baik dan belum didukung oleh iklim yang kondusif bagi para ilmuan untuk melakukan penelitian dan penciptaan produk-produk, teknologi baru. Jika kita tetap mengandalkan impor produk dari luar negeri, maka kita akan terus terbelakang. Oleh karena itu, hal ini tantangan bagi kita untuk mengejar ketertinggalan iptek dari negara-negara maju.
5. Kondisi Alam Global
Beberapa waktu yang lalu di halaman depan harian Kompas tanggal 12 April 2007, ada berita menarik mengenai keadaan bumi hari ini, ’Pemanasan Global, Jutaan Orang akan Teracam”. Pemanasan global akan memberi dampak negatif yang nyata bagi kehidupan ratusan juta warga di dunia. Demikianlah antara lain isi laporan kedua PBB yang sudah dipublikasikan tahun 2007. Laporan pertama berisikan bukti ilmiah perubahan iklim, sedangkan laporan ketiga akan membeberkan tindakan untuk menanganinya.
Laporan para pakar yang tergabung dalam Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) dibeberkan dalam jumpa pers secara serentak di berbagai belahan dunia, Selasa (10/04/2007). Laporan setebal 1.572 halaman itu ditulis dan dikaji 441 anggota IPCC.
Salah satu dampak pemanasan global adalah meningkatnya suhu permukaan bumi sepanjang lima tahun mendatang. Hal itu akan mengakibatkan gunung es di Amerika Latin mencair. Dampak lanjutannya adalah kegagalan panen, yang hingga tahun 2050 mengakibatkan 130 juta penduduk dunia, terutama di Asia, kelaparan. Pertanian gandum di Afrika juga akan mengalami hal yang sama.
Laporan itu menggarisbawahi dampak pemanasan global berupa meningkatnya permukaan laut, lenyapnya beberapa spesies dan bencana nasional yang makin meningkat. Disebutkan, 30% garis pantai di dunia akan lenyap pada 2080. Lapisan es di kutub mencair hingga terjadi aliran air di kutub utara. Hal itu akan mengakibatkan terusan Panama terbenam.
Naiknya suhu memicu topan yang lebih dasyat hingga mempengaruhi wilayah pantai yang selama ini aman dari gangguan badai. Banyak tempat yang kini kering makin kering, sebaliknya berbagai tempat basah akan semakin basah. Kesenjangan distribusi air secara alami ini akan berpotensi meningkatkan ketegangan dalam pemanfaaatan air untuk kepentingan industri, pertanian dan penduduk.
Asia menjadi bagian dari bumi yang akan paling parah. Perubahan iklim yang tak terdeteksi akan menjadi bencana lingkungan dan ekonomi, dan buntutnya adalah tragedi kemanusiaan. Laporan itu mengingatkan, setiap kenaikan suhu udara 2 derajat celsius, antara lain akan menurunkan produksi pertanian di Cina dan Bangladesh hingga 30 persen hingga 2050. Kelangkaan air meningkat di India seiring dengan menurunya lapisan es di Pegunungan Himalaya. Sekitar 100 juta warga pesisir di Asia pemukimannya tergenang karena peningkatan permukaan laut setinggi antara 1 milimeter hingga 3 milimeter setiap tahun. Saat ini, pemanasan global sudah terasa dengan terjadinya kematian dan punahnya spesies di Afrika dan Asia
G. Dampak Negatif dari Budaya Masyarakat Modern
1. Penyalahgunaan media teknologi sebagai sarana pencarian hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan ilmu pengetahuan.
2. Timbulnya praktek-peraktek curang dalam dunia kerja seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.
3. Sekularisasi adalah sebuah proses pemisahan institusi-institusi dan simbol-simbol politis dari initusi-institusi dan simbol-simbol religius. Kebijakan-kebijakan Negara yang mengatur sebuah masyarakat tidak lagi didasarkan pada norma-norma agama, melainkan pada asas-asas non-religius, seperti: etika dan pragmatisme politik. Kelahiran Negara nasional dan Negara konstitusional di zaman modern menandai proses ini. Konstitusi Negara modern tidak lagi didasarkan pada doktrin-doktrin religius, seperti pada Negara-negara tradisional di Eropa abad pertengahan, melainkan pada prosedur-prosedur birokratis rasional yang mengakui kesamaan hak dan kebebasan setiap warganegara. Mengapa masyarakat modern menempuh jalan sekularisasi? Karena (1) Otoritas politis tidak merasa cukup dengan wewenangnya atas wilayah publik dan ingin juga memberikan regulasi dalam ruang privat seperti yang dilakukan oleh otoritas religius; dan (2) pikiran kritis dicurigai sebagai unsur ‘subversif’ yang melemahkan kepatuhan kepada otoritas. Sekularisasi adalah upaya memberi batas-batas di antara kedua bidang itu dengan memandang keduanya otonom, yakni yang satu tidak dapat direduksi kepada yang lain. Dengan sekularisasi, urusan-urusan religius dianggap beroperasi di dalam ruang privat, tercakup dalam kebebasan subjektif individu untuk menemukan jalan hidupnya. Efek positif sekularisasi adalah toleransi agama, sebab doktrin-doktrin dan nilai-nilai religius tidak lagi dikalkulasi di dalam politik.
Kita berbicara tentang sekularisme jika kita memusatkan perhatian kita pada efek negatif sekularisasi. Sekularisasi dapat mendorong pada ekstrem atau ekses, yakni suatu sikap berlebih-lebihan untuk menyingkirkan segala alasan, motif atau dimensi religius sebagai omong kosong. Pandangan-pandangan seperti ateisme, materialisme dan saintisme merupakan berbagai aspek dalam sekularisme. Sekularisme dalam arti ini bukanlah sebuah proses sosial-epistemologis, melainkan sebuah ideologi dengan kesempitan berpikir yang tidak dapat mentoleransi eksistensi agama di dalam masyarakat majemuk. Jika agama menghasilkan fundamentalisme religius, proses sekularisasi juga dapat menghasilkan suatu fundamentalisme tertentu, yakni fundamentalisme profane. Itulah sekularisme.
Jadi, di sini kita dapat mengatakan bahwa sekularisasi adalah proses yang wajar di dalam modernisasi, karena pemisahan antara agama dan Negara memang diperlukan untuk memungkinkan kebebasan dan keadilan dalam masyarakat majemuk, namun sekularisme harus diwaspadai. Untuk masyarakat kita yang cenderung religius, sekularisme bukanlah ancaman real; fundamentalisme agamalah yang merupakan ancaman real bagi kemajemukan. Yang sebaliknya juga harus dikatakan: Sekularisme bukanlah solusi untuk masalah kemajemukan, sebab sekularisme adalah bentuk intoleransi terhadap agama manaupun yang merupakan anggota masyarakat majemuk. Yang dibutuhkan masyarakat kita adalah tingkat sekularisasi tertentu (baik secara structural maupun kultural) agar dapat bersikap “fair” terhadap kemajemukan orientasi nilai di dalam masyarakat kita. Kebijakan-kebijakan politis yang berorientasi agama tertentu, misalnya, tidak dapat begitu saja dijadikan norma publik untuk mengatur keseluruhan masyarakat, karena akan bersikap tidak fair terhadap kelompok-kelompok lain bahkan dalam agama yang sama.
4. Liberalisme adalah ideologi modern, karena ia muncul bersamaan dengan modernisasi dan segala pertentangan ideologis dalam masyarakat modern tak lain daripada pertentangan dengan liberalisme, sehingga cerita tentang modernitas tak kurang daripada cerita tentang liberalisme dan para lawannya. Dalam arti ini, liberalisme sangat sensitif terhadap kolektivisme dan absolutisme kekuasaan. Ekonomi tidak dapat tumbuh jika terus diintervensi Negara, maka liberalisme sejak awal mendukung ekonomi pasar bebas. Di dalam pasar orang tidak bertransaksi dengan membeda-bedakan latar-belakang agama dan kebudayaan. Yang penting transaksi itu fair. Dengan kata lain, di dalam transaksi orang melihat agama partner transaksinya sebagai urusan privatnya yang tidak relevan untuk proses pertukaran dalam pasar. Pola transaksi yang melihat agama sebagai persoalan privat yang tidak relevan untuk proses pertukaran itu oleh liberalisme diaplikasikan di dalam hubungan yang lebih luas, yaitu di dalam Negara modern. Liberalisme ekonomi mengandung bahaya tertentu, yaitu intoleransi terhadap mereka yang dimarginalisasikan secara ekonomis oleh mekanisme pasar bebas itu. Namun liberalisme yang berkaitan dengan pendirian intelektual dan sikap-sikap politis justru membantu sebuah masyarakat untuk toleran terhadap kemajemukan. Jika Negara berkonsentrasi pada the problem of justice dan tidak mengintervensi the problem of good life yang adalah kewenangan kelompok-kelompok dalam masyarakat itu, Negara akan menjadi milik bersama kelompok-kelompok sosial itu dan tidak bersikap diskriminatif. Negara liberal berupaya bersikap netral terhadap agama-agama di dalamnya, dan ini justru mendukung kebebasan individu. Di sini liberalisme dapat juga dilihat sebagai hasil dari sekularisasi yang tidak secara mutlak perlu bermuara pada sekularisme. Artinya, suatu Negara liberal tidak harus sekularistis, yakni ingin menyingkirkan agama di dalamnya. Negara liberal juga bisa memiliki respek terhadap agama, namun regulasi-regulasinya tetap sekular. Ia bersikap netral dari agama, namun memberi infrastruktur yang adil bagi agama-agama untuk berkembang, sebab para anggota agama-agama itu adalah juga warganegaranya.
5. Pluralisme adalah sebuah pandangan yang beroperasi di dalam kebudayaan dalam bentuk sikap-sikap yang menerima kemajemukan orientasi-orientasi nilai di dalam masyarakat modern. Dasar pluralisme adalah the fact of plurality, yakni suatu kenyataan bahwa jika sebuah masyarakat mengalami modernisasi, masyarakat itu mengalami pluralisasi nilai di dalam dirinya. Pluralitas tidak serta merta memunculkan pluralisme, karena tidak semua orang setuju pluralitas. Kaum konservatif dan rmonatis, misalnya, akan meratapi pluralitas sebagai sindrom disintegrasi sosial dan moral. Namun ada kelompok-kelompok yang menerima pluralitas sebagai kenyataan hidup bersama dan mencoba hidup bersama secara toleran. Kelompok-kelompok ini bisa berasal dari kalangan agama, cendikia, politikus atau budayawan. Pandangan yang menerima pluralitas sebagai realitas hidup bersama dan mencoba mengembangkan sarana-sarana moral dan intelektual untuk membuka ruang kebebasan dan toleransi bagi aneka orientasi nilai etnis, religius ataupun poltis di dalam mayarakat modern itu kita sebut pluralisme.
Jika kita menilik ke belakang, ke dalam sejarah agama-agama itu, kita tidak dapat memisahkan agama dari kebudayaan. Setiap agama “tertanam” dan tumbuh dalam konteks kebudayaan dan juga sejarahnya, maka pluralitas juga menandai sejarah setiap agama. Tidak ada hanya satu Kristen, satu Hindhu, satu Islam atau satu Budhisme, karena di tiap kebudayaan berkembang cara-cara dan simbol-simbol spesifik dalam menghayati Tuhan. Simbol-simbol itu bahkan ‘dipinjam’ dari konteks kebudayaan tertentu, misalnya, Jawa, Romawi, India atau Arab. Namun tak semua kelompok agama mau bersikap fair terhadap fakta pluralitas di dalam agama-agama ini. Kelompok-kelompok macam ini – di antara mereka konservatif garis keras – terobsesi pada sebuah fiksi bahwa agama mereka itu homogen dan murni dari unsur-unsur kebudayaan. Fiksi itu sudah barang tentu berbahaya sekali karena menjadi intoleran terhadap kemajemukan kebudayaan dan agama. Kelompok-kelompok agama yang menerima fakta kemajemukan bahkan di dalam agama mereka sendiri serta mencoba mengembangkan sebuah teologi pluralis sering dicurigai sebagai sesuatu yang morongrong integritas iman, padahal mereka ini bisa saja justru mendorong cara-cara beriman yang dewasa dan terbuka terhadap perubahan dan perbedaan di dalam masyarakat modern.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Perubahan sosial mendorong munculnya semangat-semangat untuk menciptakan produk baru , sehinnga terjadilah revolusi industri, dan kemunculan semangat asketisme intelektual. Kemudian, asketisme intelektual menimbulkan etos intelektual, dan inilah yang mendorong masyarakat untuk terus berkarya dan terus menciptakan hal-hal baru guna meningkatkan kemakmuran hidupnya, sehingga masyarakat tersebut menjadi masyarakat yang modern. Sedangkan proses menjadi masyarakat yang modern disebut dengan istilah Modernisasi.
I. Pengertian Masyarakat Modern
Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban masa kini.
II. Faktor-faktor yang Mendorong Perubahan Masyarakat Menjadi Masyarakat yang Modern
1. perkembangan ilmu
2. perkembangan teknologi
3. perkembangan industri
4. perkembangan ekonomi
III. Gejala-gejala Modernisasi
1. adanya penemuan dan pembaharuan unsur teknologi baru yang dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat.
2. meningkatnya produktivitas ekonomi dan efisiensi sumber daya yang tersedia, serta pemeanfaatan SDA yang memperhatikan kelestarian alam sekitar.
3. adanya system pemerintahan perwakilan yang demokratis, pemerintah yang diawasi dan dibatasi kekuasaanya, dihormati hak-hak asasinya serta dijaminnya hak-hak sosial.
4. adanya pengembangan nalar (rasio) dan kebahagiaan kebendaan (materi), yang pada akhirnya akan menimbulkan paham sekularisasi dan sekularisme.
IV. Ciri-ciri Masyarakat Modern
1. Hubungan antar manusia terutama didasarkan atas kepentingan-kepentingan pribadi.
2. Hubungan dengan masyarakat lain dilakukan secara terbuka dengan suasana yang saling memepengaruhi
3. Keprcayaan yang kuat akan Ilmu Pengetahuan Teknologi sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
4. Masyarakatnya tergolong ke dalam macam-macam profesiyang dapat dipelajari dan ditingkatkan dalam lembaga pendidikan, keterampilan dan kejuruan
5. Tingkat pendidikan formal pada umumnya tinggi dan merata.
6. Hukum yang berlaku adalah hukum tertulis yang sangat kompleks
7. Ekonomi hamper seluruhnya merupakan ekonomi pasar yang didasarkanatas penggunaan uangdan alat-alat pembayaran lain.
V. Kebudayaan Modern
1. Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan suatu kebudayaan bukan hanya dalam sains dan teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi dalam hidup masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam peralatan rumah tangga serta persenjataan modern.
2. Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan itu terwujud dalam lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah saja
3. Kebudayaan-Kebudayaan Barat
VI. Tantangan Kebudayaan Masyarakat Modern
1. Kebudayaan Modern Tiruan
2. Bagaimana Memberi Makan, Sandang, dan Rumah
3. Masalah Pendidikan yang Tepat
4. Mengejar Kemajuan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
5. Kondisi Alam Global
VII. Dampak Negatif dari Budaya Masyarakat Modern
1. Penyalahgunaan media teknologi
2. Timbulnya praktek-peraktek curang
3. Sekularisasi
4. Liberalisme
5. Pluralisme
B. Saran
Sebaiknya kita sebagai masyarakat modern tidak harus menyerap semua budaya modernisasi, agar tidak terjadi dampak-dampak negative dalam kehidupan kita sebagai masyarakat yang modern.
Daftar Pustaka
Bakker, JWM. 1999. Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.

ASSUNAH dan IJTIHAD

BAB II
PEMBAHASAN

ASSUNAH dan IJTIHAD
A. ASSUNAH
1. Pengertian dan Ruang Lingkup
Hadits sering disebut juga Assunnah dan juga sebaliknya. Meski secara istilahi makna hadits dan assunah adalah sama, namun ulama berbeda pendapat tentang ruang lingkup hadits dan assunah. Pendapat as suyuti, syaf’i, madzahibul arba’ah serta beberapa ulama lainnya, seperti yang dikutip albani dalam kitab muqoddimah ulumul hadits, bahwa hadits itu hakikatnya sama dengan assunah, dalam semua arti. Terjadinya perbedaan istilah, itu hanya menunjukan sifat cakupannya, hadits itu tafshil (rincian) sedang sunnah adalah mujmalnya (gabungan).
Sedang ulama lain berpendapat, bahwa perbedaan alhadits dan assunah hanya pada karakternya semata, dimana bahwa hadits lebih luas dari Assunnah. Hadits itu bisa shohih, do’if atau mad’u, dan memungkinkan untuk tertolak sedang Assunah adalah hadits yang istidlal (dijadikan rujukan dalil) oleh ulama menjadi ketetapan atau hukum. Demikian dikatakan alauza’i, ibnu sirrin, dan albani sendiri. Tapi mereka sepakat, di antara keduanya terdapat jalinan yang erat.
Terhadap makna yang dimaksud dengan sabda Nabi saw. “Aku tinggalkan di antara kalian dua perkara, yang kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya: Kitab Allah dan sunnah RasulNya.” Ulama sepakat, yang dimaskud assunah disini adalah alhadits.
Yang dimaksud As-Sunnah di sini adalah Sunnah Nabi, yaitu segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad berupa perkataan, perbuatan, atau persetujuannya (terhadap perkataan atau perbuatan para sahabatnya) yang ditujukan sebagai syari’at bagi umat ini. Termasuk didalamnya apa saja yang hukumnya wajib dan sunnah sebagaimana yang menjadi pengertian umum menurut ahli hadits. Juga ‘segala apa yang dianjurkan yang tidak sampai pada derajat wajib’ yang menjadi istilah ahli fikih (Lihat Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fil Aqaid wa al Ahkam karya As-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal. 11).
Menurut etimologi (bahasa) Arab, kata As-Sunnah diambil dari kata-kata: "sanna-yasinnu-wayasunnu-sannaa fahuwa masnuunu wajam'uhu sunanu. wasanna al-amro aiy bayyanah"
[a]. Artinya: Menerangkan. "wa sunnatu : ash-shiiratu wa thobiia'tu wa thoriiqotu"
[b]. Sunnah artinya: Sirah, tabiat, jalan. "wa sunnatu min Allahi : hukmuhu wa amruhu wa nahyuhu"
[c]. Sunnah dari Allah artinya: Hukum, perintah dan larangan-Nya."
Menurut bahasa, kata As-Sunnah berarti jalan, atau tuntunan baik yang terpuji maupun yang tercela, sesuai dengan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Artinya : Barangsiapa yang memberi teladan (contoh) perbuatan yang baik, ia akan mendapatkan pahala perbuatan tersebut serta pahala orang yang mengikutinya (sampai hari Kiamat) tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Barangsiapa yang memberikan contoh kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa perbuatan tersebut serta dosa orang-orang yang mengikutinya (sampai hari Kiamat) tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun".
2. Contoh-contoh dari definisi Sunnah yang
a. Hadits qauli (Sunnah dalam bentuk ucapan) ialah segala ucapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang ada hubungannya dengan tasyri, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam: Di antara kebaikan Islam seseorang ialah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat baginya.
b. Hadits fi'li (Sunnah yang berupa perbuatan) ialah segala perbuatan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang diberitakan oleh para Shahabatnya tentang wudhu, shalat, haji, dan selainnya.
Contoh:Dari Utsman bin Affan bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam (apabila berwudhu), beliau menyela-nyela jenggotnya.
c. Hadits taqriri ialah segala perbuatan Shahabat yang diketahui oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan beliau membiarkannya (sebagai tanda setuju) dan tidak mengingkarinya.
Contoh:
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada Bilal setelah selesai shalat Shubuh, Wahai Bilal, kabarkanlah kepadaku sebaik-baik amalan yang telah engkau kerjakan dalam Islam, karena aku telah mendengar suara terompahmu di dekatku di Surga? Ia menjawab, ˜Sebaik-baik amal yang aku kerjakan ialah, bahwa setiap kali aku berwudhu, siang atau malam mesti dengan wudhu itu aku shalat (sunnah) beberapa rakaâ'at yang dapat aku laksanakan?
Atau kisah dua Shahabat yang melakukan safar, keduanya tidak menemukan air (untuk wudhu) sedangkan waktu shalat sudah tiba, lalu keduanya bertayamum dan mengerjakan shalat, kemudian setelah selesai shalat mereka menemukan air sedang waktu shalat masih ada, maka salah seorang dari keduanya mengulangi wudhu dan shalat, kemudian keduanya mendatangi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan menceritakan kejadian itu. Lalu beliau bersabda kepada Shahabat yang tidak mengulangi shalatnya, Engkau telah berbuat sesuai dengan Sunnah. Dan kepada yang lain (Shahabat yang mengulangi shalatnya), beliau bersabda, Engkau mendapatkan dua ganjaran.
3. Fungsi dan Peran.
Hubungan as-Sunnah dan al-Qur’an
Dalam hubungan dengan al-Qur’an , maka as-Sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, penjelas atas ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi as-Sunnah dalam hubungan dengan al-Qur’an itu adalah sebagai berikut:
a. Bayan Tafsiri, yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum mujmal dan musytarak. Seperti hadits: “Shallukama ra’aitumuni ushalli” (shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat) adalah merupakan tafsiran dari ayat al-Qur’an yang umum, yaitu: “Aqimush-shalah” (kerjakan shalat). Demikian pula dengan hadits: “khudzu ‘annimanasikakum” (ambilah dariku perbuatan hajiku) adalah tafsiran ayat al-Qur’an “Waatimmulhajja” (dan sempurnakan hajimu).
Termasuk bayan tafisiri adalah:
- ayat-ayat Al Quran yang tersebut secara mujmal, diperincikan oleh Hadits, contoh Hukum-hukum di dalam Al Quran yang disebut secara umum dengan tidak menyebutkan kaifiat, sebab-sebab, syarat-syarat dan lainnya semuanya diperjelaskan oleh hadits, eperti dalil halal haram dalam makanan, dalam masalah ibadah sholat dll.
- Ayat-ayat yang mutlaq kemudian dimuqayyadkan oleh hadits sesuai dengan tempat dan keadaan yang menghendakinya. Seperti ayat tentang muamalah, munakahat, siyasiyah, dll-
- Ayat-ayat yang musykil diterangkan oleh hadits, contoh ayat-ayat yang terkait dengan masalah aqidah, ayat yang memiliki makna khusus, dll.
b. Bayan Taqriri, yaitu as-Sunnah yang berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur’an, seperti hadits yang berbunyi: “Shaumul liru’yatihi wafthiruliru’yatihi” (berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya) adalah memperkokoh ayat al-Qur’an dalamsurat al-Baqarah:185.
Termasuk bayan taqirir adalah hadits yang menyatakan hukum-hukum, saluran dan saranan bagi sesuatu perkara sesuai dengan masa atau situasi dan kondisi bagi berlakunya perkara-perkara itu berlandaskan prinsip dan objektif Al Quran. Dan Hadits-hadits menarik kaedah prinsipal daripada keterangan-keterangan Al Quran yang boleh dijadikan sebagai panduan untuk mengqiaskan persoalan-persoalan yang baru timbul.
c. Bayan Taudhihi, yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat al-Qu r’an, seperti pernyataan Nabi: “Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati” adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat al-Qur’an dalam surat at-Taubah:34 yang berbunyi sebagai berikut: “Dan orang-orang yang menyimpan mas dan perak yang kemudian tidak membelanjakannya di jalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang sangat pedih”. Pada waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan perintah ini, maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan hadits tersebut.
Termasuk dalam bayan taudhihi, adalah Hadits-hadits menceritakan sebab-sebab, hikmat dan maslahat-maslahat di sebalik ketentuan hukum dalam Al Quran yang boleh dijadikan kaedah dan prinsip dalam menentukan hukum-hukum yang tidak tersebut di dalamnya.. Nabi s.a.w. mengambil hikmat ilahi daripada bimbingan, panduan dan misi Al Quran, kemudian menjelaskannya kedalam kehidupan amali manusia.
d. As-sunnah sebagi pembuat hukum.
Sunnah menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh alquran. Misalnya alquran menyebutkan 4 macam makanan yang haram dalam firma-Nya:

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.

Kemudian as-sunnah datang dengan ketetapan baru menambah jumlah barang yang haram dimakan sebagi berikut :
“dari ibnu abbas, ia berkata: Rasulullah melarang (memekan) setiap binatang buas yang bertaring dan burung yang berkaki penyambar”.(hadis riwayat Muslim dari ibnu Abbas)
4. Dalil-dalil yang Menunjukkan Terpeliharanya As-Sunnah:
Pertama
Firman Allah:

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikr, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Al-Hijr:9)
Adz-Dzikr dalam ayat ini mencakup Al-Qur’an dan –bila diteliti dengan cermat- mencakup pula As-Sunnah.
Sangat jelas dan tidak diragukan lagi bahwa seluruh sabda Rasulullah yang berkaitan dengan agama adalah wahyu dari Allah sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

“Dan tiadalah yang diucapkannya (Muhammad) itu menurut kemauan hawa nafsunya.” (Q.S. An-Najm:3)
Tidak ada perselisihan sedikit pun di kalangan para ahli bahasa atau ahli syariat bahwa setiap wahyu yang diturunkan oleh Allah merupakan Adz-Dzikr. Dengan demikian, sudah pasti bahwa yang namanya wahyu seluruhnya berada dalam penjagaan Allah; dan termasuk di dalamnya As-Sunnah.
Segala apa yang telah dijamin oleh Allah untuk dijaga, tidak akan punah dan tidak akan terjadi penyelewengan sedikitpun. Bila ada sedikit saja penyelewengan, niscaya akan dijelaskan kebatilan penyelewengan tersebut sebagai konsekuensi dari penjagaan Allah. Karena seandainya penyelewengan itu terjadi sementara tidak ada penjelasan akan kebatilannya, hal itu menunjukkan ketidak akuratan firman Allah yang telah menyebutkan jaminan penjagaan. Tentu saja yang seperti ini tidak akan terbetik sedikitpun pada benak seorang muslim yang berakal sehat.
Jadi, kesimpulannya adalah bahwa agama yang dibawa oleh Muhammad ini pasti terjaga. Allah sendirilah yang bertanggung jawab menjaganya; dan itu akan terus berlangsung hingga akhir kehidupan dunia ini ( Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fi al Aqaid wa Al Ahkam, karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani hal. 16-17)
Kedua:
Allah menjadikan Muhammad sebagai penutup para nabi dan rasul, serta menjadikan syari’at yang dibawanya sebagai syari’at penutup. Allah memerintahkan kepada seluruh manusia untuk beriman dan mengikuti syari’at yang dibawa oleh Muhammad sampai Hari Kiamat, yang hal ini secara otomatis menghapus seluruh syari’at selainnya. Dan adanya perintah Allah untuk menyampaikannya kepada seluruh manusia, menjadikan syariat agama Muhammad tetap abadi dan terjaga. Adalah suatu kemustahilan, Allah membebani hamba-hamba-Nya untuk mengikuti sebuah syari’at yang bisa punah. Sudah kita maklumi bahwa dua sumber utama syari’at Islam adalah Al-Qur`an dan As-Sunnah. Maka bila Al-Qur’an telah dijamin keabadiannya, tentu As-Sunnah pun demikian ( Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fi al Aqaid wa Al Ahkam, karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani hal. 19-20)
Ketiga:
Seorang yang memperhatikan perjalanan umat Islam, niscaya ia akan menemukan bukti adanya penjagaan As-Sunnah. Diantaranya sebagai berikut (Al Madkhal li Ad Dirasah Al Aqidah Al Islamiyah, hal. 25):

(a) Perintah Nabi kepada para sahabatnya agar menjalankan As-Sunnah.
(b) Semangat para sahabat dalam menyampaikan As-Sunnah.
(c) Semangat para ulama di setiap zaman dalam mengumpulkan As-Sunnah dan menelitinya sebelum mereka menerimanya.
(d) Penelitian para ulama terhadap para periwayat As-Sunnah.
(e) Dibukukannya Ilmu Al Jarh wa At Ta’dil.( Ilmu yang membahas penilaian para ahli hadits terhadap para periwayat hadits, baik berkaitan dengan pujian maupun celaan, Pen.)
(f) Dikumpulkannya hadits–hadits yang cacat, lalu dibahas sebab-sebab cacatnya.
(g) Pembukuan hadits-hadits dan pemisahan antara yang diterima dan yang ditolak.
(h) Pembukuan biografi para periwayat hadits secara lengkap.
Wajib merujuk kepada As-Sunnah dan haram menyelisihinya
Pembaca yang budiman, sudah menjadi kesepakatan seluruh kaum muslimin pada generasi awal, bahwa As-Sunnah merupakan sumber kedua dalam syari’at Islam di semua sisi kehidupan manusia, baik dalam perkara ghaib yang berupa aqidah dan keyakinan, maupun dalam urusan hukum, politik, pendidikan dan lainnya. Tidak boleh seorang pun melawan As-Sunnah dengan pendapat, ijtihad maupun qiyas. Imam Syafi’i rahimahullah di akhir kitabnya, Ar-Risalah berkata, “Tidak halal menggunakan qiyas tatkala ada hadits (shahih).” Kaidah Ushul menyatakan, “Apabila ada hadits (shahih) maka gugurlah pendapat”, dan juga kaidah “Tidak ada ijtihad apabila ada nash yang (shahih)”. Dan perkataan-perkataan di atas jelas bersandar kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.



o Perintah Al-Qur`an agar berhukum dengan As-Sunnah
Di dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk berhukum dengan As-Sunnah, diantaranya:
1. Firman Allah :
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki maupun perempuan mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya menetapkan suatu ketetapan dalam urusan mereka, mereka memilih pilihan lain. Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh, dia telah nyata-nyata sesat.” (Q.S. Al Ahzab: 36)
2. Firman Allah :
“Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. 49:1)
3. Firman Allah :
“Katakanlah, ‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya! Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (Q.S. Ali Imran: 32)
4. Firman Allah :
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; janganlah kamu berbantah-bantahan, karena akan menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al Anfal: 46)
5. Firman Allah :
“Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang ia kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya dan mendapatkan siksa yang menghinakan.” (Q.S. An Nisa’: 13-14)
Hadits-hadits yang memerintahkan agar mengikuti Nabi dalam segala hal diantaranya:
1. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:
“Setiap umatku akan masuk Surga, kecuali orang yang engan,” Para sahabat bertanya, ‘Ya Rasulallah, siapakah orang yang enggan itu?’ Rasulullah menjawab, “Barangsiapa mentaatiku akan masuk Surga dan barangsiapa yang mendurhakaiku dialah yang enggan”. (HR.Bukhari dalam kitab al-I’tisham) (Hadits no. 6851).
2. Abu Rafi’ mengatakan bahwa Rasulullah bersabda :
“Sungguh, akan aku dapati salah seorang dari kalian bertelekan di atas sofanya, yang apabila sampai kepadanya hal-hal yang aku perintahkan atau aku larang dia berkata, ‘Saya tidak tahu. Apa yang ada dalam Al-Qur`an itulah yang akan kami ikuti”, (HR Imam Ahmad VI/8 , Abu Dawud (no. 4605), Tirmidzi (no. 2663), Ibnu Majah (no. 12), At-Thahawi IV/209).
3. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:
“Aku tinggalkan dua perkara untuk kalian. Selama kalian berpegang teguh dengan keduanya tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku. Dan tidak akan terpisah keduanya sampai keduanya mendatangiku di haudh (Sebuah telaga di surga, Pen.).” (HR. Imam Malik secara mursal (Tidak menyebutkan perawi sahabat dalam sanad) Al-Hakim secara musnad (Sanadnya bersambung dan sampai kepada Rasulullah ) – dan ia menshahihkannya-) Imam Malik dalam al-Muwaththa’ (no. 1594), dan Al-HakimAl Hakim dalam al-Mustadrak (I/172).

B. IJTIHAD
1. Pengertian dan Fungsi Ijtihad
Menurut pengertian kebahasaan kata Ijtihad berasl dari bahasa arab yang kata kerjanya “jahada” , yang atinya berusaha dengan sungguh-sungguh . menurut istilah dalam ilmu fiqih , ijtihad berarti mengerahkan tenaga dan pikiran dengan sungguh-sungguh untuk menyelidiki dan mengeluarkan (meng-istinbat-kan) hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-qur’an fdan hadits dengan syarat syarat tertentu . muslim yang melakukan ijtihad di sebut mujtahid . agar ijtihadnya dapat menjadi pegangan bagi umat , seorang mujtahid harus memenuhi beberapa persyaratan.
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detil oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan baru dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.

2. Hukum ijtihad
Seseorang yang telah mencapai tingkatan mujtahid dalam memecahkan masalah yang dihadapinya ia wajib berijtihad sendiri. Mujtahid dalam menghukumi dalil adzan dilarang bertaqliq kecuali karena sempitnya waktu, dia belum sempat berijtihad, maka syah baginya bertaqliq kepada mujtahid lain yang lebih terpercaya, baik mujtahid yang telah tiada maupun yang masih ada. Dalam hal kesanggupan menetapkan hukum ‘amaly. Mujtahid dibagi dalam beberapa kategori sebagai berikut : Wajib Ain, bagi seseorang mujtahid wajib berijtihad untuk orang lain, apabila tidak ada orang yang sanggup menetapkan hukum peristiwa yang berada pada orang lain itu dan dikhawatirkan kehabisan waktu mengamalkannya. Fardhu Kifayah, bagi seseorang yang ditanyai tentang suatu peristiwa serta tidak dikhawatirkan habisnya atau hilangnya peristiwa tersebut sedang selain dia ada mujtahid lain. Sunnah, yaitu ijtihad terhadap sesuatu peristiwa yang belum terjadi, baik dinyatakan atau tidak. Haram, apabila berijtihad terhadap permasalahan yang sudah ditetapkan secara qath’I dan hasil dari ijtihad tadi bertentangan dengan dalil qath’I tadi.
Ijtihad sesungguhnya merupakan pekerjaan yang sangat mulia disisi Allah, sehingga Allah memperhatikan secara khusus kepada mereka sebagaimana Firman Allah SWT, dalam S. An Nisa’: 105
“ Sesungguhnya Kami turunkan kitab kepadamu secara hak agar dapat menghukum diantara manusia dengan apa yang Allah mengetahui kepadamu”. Dan Firmannya lagi dalam Qur;an surat An Nisa’ : 59
“ Jika kamu berselisih dalam satu hal, maka hendaklah kembalikan persoalan itu kepada allah dan Rasul-Nya”.
Seorang Mujtahid berhak mendapat imbalan atas jerih payah dalam melakukan ijtihad, sekalipun ijtihadnya tidak tepat, ia akan diberi Tuhan suatu pahala. Akan tetapi, kalau ijtihadnya tepat dan benar ia akan mendapatkan pahala ganda. Satu pahala sebagai imbalan jerih payahnyadan satu pahala yang lain sebagai imbalan ketepatan hasil ijtihadnya. Sabda Raasulullah SAW. :“ apabila hakim itu berijtihad, lalu mengenai hasilnya ia memperoleh dua macam pahala, jika salah ia memperoleh satu pahala”. (HR Bukhari dan Muslim)

o Yang menjadi landasan diperbolehkannya ijtihad banyak sekali, baik melalui pernyataan yang jelas maupun berdasarkan isyarat, diantaranya yaitu :
3. Syarat mujtihad
Orang yang melakukan ijtihad dipersyaratkan beberapa hal, di antaranya:
1. Mengetahui dalil-dalil syar'i yang dibutuhkan dalam berijtihad seperti ayat-ayat hukum dan hadits-haditsnya.
2. Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan keshahihan hadits dan kedhaifannya, seperti mengetahui sanad dan para periwayat hadits dan lain-lain.
3. Mengetahui nasikh-mansukh dan perkara-perkara yang telah menjadi ijma' (kesepakatan ulama), sehingga dia tidak berhukum dengan apa yang telah mansukh (dihapus nya) atau menyelisihi ijma'.

4. Mengetahui dalil-dalil yang sifatnya takhsis, taqyid atau yang semisalnya, lalu bisa menyelaraskannya dengan ketentuan asal yang menjadi pokok permasalahan.

5. Mengetahui ilmu bahasa, ushul fikih, dalil-dalil yang mempunyai hubungan umum-khusus, mutlak-muqayyad, mujmal-mubayyan, dan yang semisalnya sehingga akurat dalam menetapkan hukum.

6. Mempunyai kemampuan beristimbat (mengambil kesimpulan) hukum-hukum dari dalil-dalilnya.

Ijtihad terus berlaku sampai kapan pun dan keberadaannya termasuk dalam bagian ilmu atau pembahasan masalah ilmiah. Perlu dicatat bahwa seorang mujtahid harus berusaha mengerahkan kesungguhannya dalam mencari kebenaran untuk kemudian berhukum dengannya. Seseorang yang berijtihad kalau benar mendapatkan dua pahala; pahala karena dia telah berijtihad dan pahala atas kebenaran ijtihadnya, karena ketika dia benar ijtihadnya berarti telah memperlihatkan kebenaran itu dan memungkinkan orang mengamalkannya, dan kalau dia salah, maka dia mendapat satu pahala dan kesalahan ijtihadnya itu diampuni, karena sabda Nabi: Apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan cara berijitihad dan temyata benar, maka dia mendapat dua pahala dan apabila dia ternyata salah, maka dia mendapat satu pahala. (HR.

4. Metode ijtihad
 Ijma'
Ijma' artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
Ketika Ali bin Abi Thalib mengemukakan kepada Rasulullah tentang kemungkinan adanya sesuatu masalah yang tidak dibicarakan oleh al-Qur'an dan as-Sunnah, maka Rasulullah mengatakan : " Kumpulkan orang-orang yang berilmu kemudian jadikan persoalan itu sebagai bahan musyawarah ". Yang menjadi persoalan untuk saat sekarang ini adalah tentang kemungkinan dapat dicapai atau tidaknya ijma tersebut, karena ummat Islam sudah begitu besar dan berada diseluruh pelosok bumi termasuk para ulamanya.
 Qiyâs
Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama.Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya.
Beberapa definisi qiyâs' (analogi)
a. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan diantara keduanya.
b. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan diantaranya.
c. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam Al-Qur'an atau Hadis dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab
Contohnya : Menurut al-Qur'an surat al-Jum'ah 9; seseorang dilarang jual beli pada saat mendengar adzan Jum'at. Bagaimana hukumnya perbuatan-perbuatan lain ( selain jual beli ) yang dilakukan pada saat mendengar adzan Jum'at ? Dalam al-Qur'an maupun al-Hadits tidak dijelaskan. Maka hendaknya kita berijtihad dengan jalan analogi. Yaitu : kalau jual beli karena dapat mengganggu shalat Jum'at dilarang, maka demikian pula halnya perbuatan-perbuatan lain, yang dapat mengganggu shalat Jum'at, juga dilarang.
 Istihsân
Beberapa definisi Istihsân
a.Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang ''fâqih'' (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal itu adalah benar.
b.Argumentasi dalam pikiran seorang ''fâqih'' tanpa bisa diekspresikan secara lisan olehnya
c.Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak.
d.Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
e.Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada sebelumnya...
 Mushalat murshalah
Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari kemudharatan. Mashalihul Mursalah = utility, yaitu menetapkan hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syari'at. Perbedaan antara istihsan dan mashalihul mursalah ialah : istihsan mempertimbangkan dasar kemaslahan ( kebaikan ) itu dengan disertai dalil al-Qur'an / al-Hadits yang umum, sedang mashalihul mursalah mempertimbangkan dasar kepentingan dan kegunaan dengan tanpa adanya dalil yang secara tertulis exsplisit dalam al-Qur'an / al-Hadits.
 Sududz Dzariah
Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentinagn umat.
 Istishab
Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya.
 Urf
Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.

5. Kedudukan Ijtihad
Berbeda dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, ijtihad terikat dengan ketentuan-ketentuan sebagi berikut :
a. Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif maka keputusan daripada suatu ijtihad pun adalah relatif.
b. Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang tapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat tapi tidak berlaku pada masa / tempat yang lain.
c. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdhah. Sebab urusan ibadah mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasulullah.
d. Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur'an dan as-Sunnah.
e. Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor motifasi, akibat, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa daripada ajaran Islam.
6. Tingkatan Ijtihad.
Ijtihad terdiri dari bermacam-macam tingkatan, yaitu:

1. Ijtihad Muthlaq/Mustaqil, yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara menciptakan sendiri norma-norma dan kaidah istinbath yang dipergunakan sebagai sistem/metode bagi seorang mujtahid dalam menggali hukum.

2. Ijtihad Muntasib, yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dengan mempergunakan norma-norma dan kaidah-kaidah istinbath imamnya (mujtahid muthlaq/Mustaqil). Jadi untuk menggali hukum dari sumbernya, mereka memakai sistem atau metode yang telah dirumuskan imamnya, tidak menciptakan sendiri. Mereka hanya berhak menafsirkan apa yang dimaksud dari norma-norma dan kaidah-kaidah tersebut. Contohnya, dari mazhab Syafi'i seperti Muzany dan Buwaithy.
3. Ijtihad mazhab atau fatwa yang pelakunya disebut mujtahid mazhab/fatwa, yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dalam lingkungan madzhab tertentu. Pada prinsipnya mereka mengikuti norma-norma/kaidah-kaidah istinbath imamnya, demikian juga mengenai hukum furu'/fiqih yang telah dihasilkan imamnya.
4. Ijtihad di bidang tarjih, yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara mentarjih dari beberapa pendapat yang ada baik dalam satu lingkungan madzhab tertentu maupun dari berbagai mazhab yang ada dengan memilih mana diantara pendapat itu yang paling kuat dalilnya atau mana yang paling sesuai dengan kemaslahatan sesuai dengan tuntunan zaman.

BAB III

KESIMPULAN
Dari beberapa uraian di atas ingin saya ambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Ijtihad merupakan sarana yang paling efektif untuk mendukung tetap tegak dan eksisnya hukum Islam serta menjadikannya sebagai tatanan hidup yang up to date yang sanggup menjawab tantangan zaman.
2. Ijtihad baru akan berfungsi dan berdayaguna sebagaimana disebutkan pada Butir pertama jika ijtihad dilakukan para ahlinya (mereka yang memenuhi persyaratan dan dilakukan pada tempatnya sesuai dengan ketentuan yang telah diakui kebenaran dan kesalahannya).
3. Ijtihad akan membawa kejayaan bagi Islam dan umatnya, apabila hal itu dilakukan oleh yang memenuhi persyaratan dan dilakukan di tempat-tempat yang diperbolehkan memainkan peranan ijtihad.
4. Ijtihad yang dilakukan oleh yang bukan ahlinya/yang tidak memenuhi persyaratan atau dilakukan tidak pada tempatnya justru akan membawa kehancuran Islam dan bencana serta malapetaka bagi umatnya. Na'udzu bi 'l-Lah.
5. Ijtihad dapat kita jadikan alat untuk menjawab perlu dan tidaknya reaktualisasi hukum Islam dan hal itu hanya memenuhi persyaratan ijtihad.
6. Tidak ada perbedaan antara hukum Allah dan hukum Rasul-Nya, sehingga tidak diperbolehkan kaum muslimin menyelisihi salah satu dari keduanya. Durhaka kepada Rasulullah berarti durhaka pula kepada Allah, dan hal itu merupakan kesesatan yang nyata.2. Larangan mendahului (lancang) terhadap hukum Rasulullah sebagaimana kerasnya larangan mendahului (lancang) terhadap hukum Allah.
7. Sikap berpaling dari mentaati Rasulullah merupakan kebiasaan orang-orang kafir.
8. Sikap rela/ridha terhadap perselisihan, -dengan tidak mau mengembalikan penyelesaiannya kepada As-Sunnah- merupakan salah satu sebab utama yang meruntuhkan semangat juang kaum muslimin, dan memusnahkan daya kekuatan mereka.
9. Taat kepada Nabi merupakan sebab yang memasukkan seseorang ke dalam Surga; sedangkan durhaka dan melanggar batasan-batasan (hukum) yang ditetapkan oleh Nabi merupakan sebab yang memasukkan seseorang kedalam Neraka dan memperoleh adzab yang menghinakan.
10. Sesungguhnya Al-Qur`an membutuhkan As-Sunnah (karena ia sebagai penjelas Al-Qur’an); bahkan As-Sunnah itu sama seperti Al-Qur`an dari sisi wajib ditaati dan diikuti. Barangsiapa tidak menjadikannya sebagai sumber hukum berarti telah menyimpang dari tuntunan Rasulullah.
11. Berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah akan menjaga kita dari penyelewengan dan kesesatan. Karena, hukum-hukum yang ada di dalamnya berlaku sampai hari kiamat. Maka tidak boleh membedakan keduanya.

PERTANYAAN !
1. Apa yang dimaksud dengan ijtihad dan assunah ?
2. Jelaskan fungsi assunah dan ijtihad ?
3. Sebutkan dan jelaskan macam-macam ijtihad ?
4. Sebutkan dan jelaskan hukum-hukum ijtihad ?
5. Sebutkan dan jelaskan syarat-syarat mujtihad ?
6. Bagaimana metode dalam ijtihad,jelaskan ?
7. Jelaskan kedudukan ijtihad dalam kehidupan Islam ?
8. Sebutkan dan jelaskan tingkatan ijtihad ?
9. Jelaskan kedudukan assunah dalam Islam ?
10. Jelaskan bagaimana hubungan antara assunah dan ijtihad ?



Referensi:
-Buku Teks Pendidikan agama Islm Pada Perguruan Tinggi Umum.
-Effendi,Satria. Ushul Fiqh.2005
-Syariudin, Amin. Ushul fiqh.Jakarta.logos.1997
-Wahbah al Zuhaily. Ushul fiqh.
-Al-Hadits Hujjatun bi nafsihi fil Aqaid wa Al Ahkam, karya as-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, cet. III/1400 H, Ad-Dar As-Salafiyah, Kuwait.
-Al-Madkhal li Ad Dirasah Al Aqidah Al Islamiyah ‘ala Madzhab Ahli As Sunnah, karya Dr. Ibrahim bin Muhammad Al-Buraikan, penerbit Dar As-Sunnah, cet. III.
-A. Hanafie, MA., Ushul Fiqh, Jakarta: Widjaya, 1993, cet. XII
- Dr. H. Rachmat Syafe’i, MA., Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia, 1999, cet. I.
-Ijtihad(http//id.wikipedia.org/wiki/ijtihad#lihat pula)
/w/indek.php?title.ijtihad.action=edit &saction=2
(http//media.isnet.org/islam.para madina/konteks/taqlidHI.html
-Effendi,Satria. Ushul Fiqh.2005
-Syariudin, Amin. Ushul fiqh.Jakarta.logos.1997
-Wahbah al Zuhaily. Ushul fiqh.
-Ijtihad(http//id.wikipedia.org/wiki/ijtihad#lihat pula)
/w/indek.php?title.ijtihad.action=edit &saction=2
-(http//media.isnet.org/islam.para madina/konteks/taqlidHI.html(http//media.isnet.org/islam.para madina/konteks/taqlidHI.htmlReferensi:
-Syariudin, Amin. Ushul fiqh.Jakarta.logos.1997
-Wahbah al Zuhaily. Ushul fiqh.
- A. Hanafie, MA., Ushul Fiqh, Jakarta: Widjaya, 1993, cet. XII
- Dr. H. Rachmat Syafe’i, MA., Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia, 1999, cet. I.
-Ijtihad(http//id.wikipedia.org/wiki/ijtihad#lihat pula)
/w/indek.php?title.ijtihad.action=edit &saction=2
-Al-Hadits Hujjatun bi nafsihi fil Aqaid wa Al Ahkam, karya as-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, cet. III/1400 H, Ad-Dar As-Salafiyah, Kuwait.
-Al-Madkhal li Ad Dirasah Al Aqidah Al Islamiyah ‘ala Madzhab Ahli As Sunnah, karya Dr. Ibrahim bin Muhammad Al-Buraikan, penerbit Dar As-Sunnah, cet. III.