Minggu, 04 April 2010

SISTEM PEMERINTAHAN

BAB II
KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemerintahan yang Bersih

Secara sederhana pemerintahan yang bersih adalah pemerintahan yang para pelaku yang terlibat didalamnya menjaga diri dari perbuatan(KKN) yaitu korupsi (perbuatan pejabat pemerintah yang menggunakan uang pemerintah dengan cara-cara yang tidak legal), kolusi (bentuk kerja sama antara pejabat pemerintah dengan oknum lain secara illegal/melanggar hukum untuk mendapatkan keuntungan material bagi mereka), dan nepotisme (pemanfaatan jabatan untuk memeberi pekerjaan, kesempatan, atau penghasilan, bagi keluarga atau kerabat dekat pejabat, sehingga menutup kesempatan bagi orang lain. (Civic Education, 2003; 119)
Antara tahun 1999-2003, Indonesia dikenal sebagai Negara dengan tingkat korupsi yang sangat buruk bahkan paling buruk di seluruh Asia. Agar pemerintahn bebas dari rongrongan KKN, maka para pejabat pemerintah dan politisi, baik di eksekutif, berokrasi, maupun badan legislatif, pusat maupun daerah, hendaknya mengindahkan nilai-nilai moralitas. Adapun sikap-sikap moral tersebut adalah kejujuran terhadap diri sendiri dan orang lain, menjauhkan diri dari tindakan melanggar hukum, kesediaan berkorban demi kemuliaan lembaga dan masyarakatnya, dan keberanian membawa pesan-pesan moral dalam kehidupan sehari-harinya sebagai pejabat dan politisi pemerintah.
Sudah barang tentu, moralitas politik saja tidak akan cukup untuk menegakkan pemerintahan yang bersih dari pelanggaran moralitas atau etika politik, tetapi diperlukan sebuah sistem polotik dan hokum yang egaliter dan adil untuk menopang kerangka sistemik masyarakat madani. Pejabat Negara / pemerintahan menduduki posisi yang sama dengan rakyat di hadapan hukum. Tidak satu pun pejabat pemerintah yang kebal (immune) terhadap hukum. Dengan sistem hukum yang egaliter dan adil itulah pemerintahan yang bersih dapat diwujudkan, dan pemerintahan yang berwibawa bisa ditegakkan.
Untuk menegakkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa diperlukan berbagai kondisi dan mekanisme hubungan yang berpotensi menopang perumbuhan moralitas politik. Tentunya, budaya demokrasi pun perlu dikembangkan dalam proses pemerintahan di negeri ini, sehingga terwujud pula pemerintahan yang demokratis. Berikut ini akan dipaparkan beberapa yang diperlukan untuk menopang kerangka sistemik pemerintahan yang bersih dan demokratis untuk mewujudkan masyarakat madani di Indonesia.

B. Sistem Demokrasi Dalam Pemerintahan

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani demos artinya rakyat dan kratein artinya pemerintah. Secara sederhana, demokrasi berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, dalam hal ini kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Dalam pengertian kompleks, demokrasi berarti suatu sistem pemerintahan yang mengabdi kepada kepentingan rakyat dengan tanpa memandang partisipasi mereka dalam kehidupan politik, sementara pengisian jabatan-jabatan publik dilakukan dengan dukungan suara rakyat dan mereka memiliki hak untuk memilih dan dipilih. Jadi, untuk mengembangkan budaya demokrasi dalam pemerintahan diperlukan sistem demokratis pula untuk mengelola proses pemerintahan melalui mekanisme yang demokratis. Ada beberapa sistem yang dikembangkan dalam mekanisme pengelolaan proses pemerintahan. (Budiyanto, 2004;121)

1. Sistem Pemerintahan Parlementer
Salah satu sistem pemerintahan yang dikenal dan dipraktekan di banyak negara adalah sistem pemerintahan parlementer. Sistem ini tumbuh dalam tradisi politik Inggris yang kemudian menyebar ke berbagai pelosok dunia, seiring dengan meluasnya kolonisasi Inggris di masa lalu. Prinsip utama dari sistem parlementer adalah adanya fusi kekuasaan eksekutif dan legislatif. Dalam sistem parlementer, antara fungsi legislatif terdapat hubungan yang menyatu dan tak terpisahkan (fusi). Eksekutif adalah apa yang sering kita sebut sebagai pemerintahan. Kepala eksekutif (head of government) dalam sistem parlementer adalah perdana mentri, sedangkan kepala negara (head of state) berada di tangan presiden sebagai pemimpin negara. Kepala negaralah yang mengangkat kepla pemerintahan.
Perdana menteri dan para menteri adalah eksekutif dan dibantu oleh para departemen dibawahnya. Sekalipun dalam sistem parlementer di mana kepala eksekutif (perdana menteri) ditentukan melalui parlemen (ketua partai mayoritas di parlemen), bukan berarti pemerintah di bawah perdana mentri dapat bertindak sewenang-wenang sesuai dengan kehendaknya. Di samping itu, pemilihan umum yang berlangsung secara reguler dan terbuka menepis kemungkinan tumbuhnya sistem pemerintahan yang hegemonik dan menindas rakyat. Sanksi hukum dan moral juga membuat tradisi mengundurkan diri dari jabatan di pemerintah sebagai salah satu cara menyelamatkan muka pemerintah yang tercoreng dan kewibawaan pemerintah tetap terjaga.

2. Sistem Presidensial
Sistem pemerintahan yang kedua adalah sistem presidensial. Sistem ini menekankan pentingnya pemilihan presiden secara langsung, sehingga presiden terpilih mendapatkan mandat langsung dari rakyat. Dalam sistem presidensial, kekuasaan eksekutif sepenuhnya berada di tangan presiden. Oleh karena itu, presiden adalah kepala eksekutif (head of government) sekaligus kepala negara (head of state).
Prinsip pokok lainnya dalam sistem presidensial adalah adanya pemisahan kekuasaan (the separation of power) antara eksekutif (presiden) dan legislative (kongres). Pemisahan ini, diperkuat dari proses pemilihan presiden dan kongres yang bebeda. Prinsip pemisahan antara eksekutif dan legislatif merupakan upaya untuk membuktikan bahwa sesungguhnya eksekutif dapat dekendalikan oleh badan di luar pemerintahan. Selama kebijakan presiden tidak melanggar konstitusi, ia dapat bertahan hingga akhir masa jabatannya, walaupun ia gagal dalam berbagai sektor kegiatan pemerintahan. Penilaian gagal atau suksesnya yang dilakukan oleh presiden ditentukan secra kolektif melalui pemilihan. Dengan kaa lain, eksekutif bertanggung jawab kepada para pemilih.
3. Kekuasaan Eksekutif Terbatas
Persoalan mendasar baik dalam sistem parlementer, maupun sistem presidensial adalah sejauh mana masyarakat memberi batasan bagi kekuasaan eksekutif. Dalam lingkup Indonesia pada masa Orde Baru, kekuasaan politik relatif terpusat di tangan presiden. Kekuasaan presiden yang tidak terbatas ini mengandung kelemahan, yakni lemahnya sistem pengawasan terhadap tindakan dan perilaku politisi di pusat maupun di daerah. Hal ini juga memberi peluang munculnya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Kebutuhan untuk membatasi kekuasaan eksekutif, dengan demikian, bukan sekedar kebutuhan moral, namun lebih merupakan kebutuhan struktural. Artinya, struktur politik tidak akan berfungsi jika tidk menyertakan bentuk kekuasaan eksekutif yang terbatas. Ketentuan konstiusional tentang kekuasan eksekutif yang terbatas diperlukan untuk menutup kemungkinan tumbuhnya rezim otoritarianisme yang cenderung represif.

4. Pemberdayaan Badan Legislatif
Dalam era demokrasi, badan legislatif dituntut untuk memberdayakan dirinya selaku badan perwakilan rakyat demokratis. Pemberdayaan badan legislatif merupakan sebuah agenda penting lain dalam mengembangkan pemerintahan yang bersih dan demokratis. Hal ini, merupakan salah satu pilar utama dari upaya untuk membatasi kekuasaan eksekutif. badan legislatif menduduki posisi senral, karena anggota badan legislatif merupakan politisi yang mendapat mandat dari rakyat pemilih ntuk mewakili mereka. Dengan demikian, hanya badan legislatif yang secara sah dapat melakukan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintahan. Pemberdayaan legislatif memerlukan sebuah upaya untuk melembagakan pola hubungan kerjasama yang disetujui bersama antara pihak eksekuti dan legislatif, dan diterima secara luas oleh masyarakat politik. Recuitment (pencalonan) anggota legislatif melalui partai politik hendaknya memperhatikan profesionalisme, agar mereka tanggap terhadap persoalan-persoalan publik jika kelak menjadi anggota legislatif.

C. Sistem Pemilihan

Sistem pemilihan adalah cara untuk menetukan siapa politisi atau partai yang memenuhi syarat utnuk menduduki jabatan di badan legislatif /eksekutif (presiden).
Di negara demokrasi tua, pemilihan yang teratur merupakan cara damai dalam mengganti pemerintahan. Dengan demikian, pemilihan menghindarkan penggunaan kekerasan berdarah dalam menggantikan pemerintah yang sudah tidak lagi dikehendaki rakyat. Ada beberapa jenis pemilihan yang dikebangkan di negara demokrasi :
1. Sistem Proporsional
Sistem proporsional adalah sistem pemilihan yang membuka peluang bagi banyak partai politik untuk duduk di dalam pemerintahan. Dalam sistem proporsional ini, setiap partai bersaing untuk mendapatkan sebanyak mungkin suara pemilihan dalam setiap daerah. Di setiap daerah pemilihan terdapat banyak kursi unutk diperebutkan oleh partai-partai yang ada di daerah pemilihan terssebut. Perolehan kursi masing-masing partai dihitung sesuai dengan proporsi perolehan suaranya.Partai yang banyak suaranya memperoleh kursi lebih banyak, sedang yang sedikit perolehan suaranya sedikit pula perolehan kursi di badan legislatif.

2. Sistem Distrik
Sistem pemilihan distrik adalah sistem pemilihan di mana setiap daerah pemilihan disebut sebagai distrik. Dalam distrik hanya terdapat satu kursi untuk diperebutkan. Distrik sendiri artinya bagian dari sebuah negara bagian atau provinsi.

3. Sistem Multiple-Distrik
Dalam sistem multiple-distrik, setiap distrik terdiri lebih dari satu kursi yang diperebutkan. Dengan menambah banyak kursi yang diperebutkan, ada lebih dari satu partai yang berhak mendapatkan kursi di distrik yang bersangkutan. Sistem ini berfungsi untuk mempertahankan persaingan antar calon dengan memberi kesempatan lebih banyak pada partai politik.
D. Sistem Kepartaian

Sejarah politik suatu negara akan turut menentukan sistem kepartaian di negara tersebut. Ini disebabkan sistem kepartaian memainkan peran dalam pengembangan sitem politik yang demokratis. Negara-negara demokrasi baru cenderung pada sistem multipartai yang lebih longgar. Dalam sistem multipartai, yang berkuasa bisa lebih dari satu partai, dua partai, atau bisa lebih dari dua partai. Dan menurut para peneliti, dalam sistem multipartai tidak terdapat kesulitan untuk mengembangkan sebuah sistem demokrasi yang stabil dan produktif.
Bagi Indonesia dengan tingkat heterogenitas masyarakat yang tinggi, mustahil unuk menghapus gejala multi partaisme yang sedang tumbuh saat ini. Hal ini disebabkan oleh :
 Gerakan reformasi telah menjadikan Indonesia ladang subur bagi pertumbuhan partai-partai baru karena dihilangkannya berbagai hambatan untuk mendirikan partai baru.
 Gerakan reformasi juga kondusif bagi tokoh dan komunitas yang tidak puas dengan partai-partai yang ada untuk membentuk partai baru.
 Prospek pemilihan presiden langsung merupakan dorongan yang sangat kuat bagi partai-partai baru untuk tumbuh.
Yang perlu diwaspadai dalam sistem multipartai ialah munculnya gejala korupsi yang justru meluas sejak partai-partai dengan orientasi utama untuk mendapatkan dan mengumpulkan keuntungan material dari posisi-posisi strategis di eksekutif maupun legislatif.
Pertumbuhan sistem multipartai yang tidak terkendali akan menimbulkan permasalahan serius, yakkni fragmentasi sistem partai. Krisis politik yang tumbuh akibat konflik antarpartai di eksekutif menumbuhkan gejala bar berupa ketidakmampuan memerintah (ungovernnability).
Di negara-negara yang baru mengalami demokrasi, fragmentasi dalam membangun koalisi di antara partai politik untuk berkuasa seringkali mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri.
Dengan banyaknya partai yang ada, mustahil suatu partai mampu membentuk sebuah pemerintahan. Jalan termudahnya adalah membentuk koalisi dengan partai lain. Persoalan lain dalam sistem multipartai dalam tahap perkembangan adalah sulitnya membangun budaya oposisi. Keengganan masing-masing partai menjadi partai oposisi merupakn penghalang bagi tumbuhnya budaya oposisi yanng sangat diperlukan dalam sistem demokrasi.
Oposisi itu sendiri mengandung arti partai penentang di dewan perwkilan. (W.J.S Poerwadarminta, 1984; 687)

E. Otonomi Daerah dan Desentralisasi

Istilah otonomi daerah dan desentralisasi dalam konteks bahasan sistem penyelenggaraaan pemerintahan sering digunakan secara campur aduk (interchangeably). Kedua istilah tersebut secara akademik bisa dibedakan, namun secara praktis dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dipisahkan (masalah otonomi daerah dibahas dengan konsep desentralisasi).
Otonomi daerah adalah kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. ( )
Arti penting otonomi daerah-desentralisasi :
1. Untuk terciptanya efesiensi-efektifitas penyelenggaran pemerintahan
Pemerintahan berfungsi mengelola berbagai dimensi kehidupan seperti bidang sosial, kesejahteraan masyarakat, ekonomi, keuangan, politik, pertahanan, keamanan dalam negri dan lain-lainnya.
2. Sebagai sarana pendidikan politik
Banyak kalangan ilmuan politik berargumentasi bahwa pemerintahan daerah merupakan kancah pelatihan (training ground) dan pengembangan demokrasi dalam sebuah negara.

3. Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk partai politik
Banyak kalangan ilmuan politik sepakat bahwa pemerintah daerah merupakan langkah persiapan untuk meniti karir lanjutan, terutama karir dibidang politik dan pemerintahan ditingkat nasional.
4. Stabilitas politik
Akan tercapai jika pemerintahan nasional menjalankan otonom dengan tepat.
5. Keseteraan politik (political equality)
Akan terwujud jika adanya pemerintahan daerah dalam komponen masyarakat.
6. Akuntabilitas publik
Demokrasi memberikan ruang dan peluang pada masyarakat, termasuk didaerah, unuk berpartisipasi dalam segala bentuk kegiatan penyelenggaraan negara.
Dapat dijelaskan pula bahwa visi kebijakan otonomi daerah dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama, yaitu politik, ekonomi, dan sosial budaya.
• Dalam politik, otonomi daerah diartikan sebagai proses lahirnya kader-kader pemimpin daerah yang dipilih secara demokratis, dapat berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap aspirasi masyarakat, dan adanya transparansi kebijakan dan kemampuan memelihara mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggung jawaban publik.
• Dalam bidang ekonomi, otonomi daerah diharapkan dapat menjamin pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan terbukanya peluang bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan kebijakan regional dan lokal dalam mendayagunakan potensi ekonomi di daerahnya.
• Dalam sosial budaya, melalui otonomi daerah diharapkan terjadinya khazanah lokal dan nilai-nilai universal yang mampu menjadi penyangga dan pendorong dinamika lokal maupun harmoni sosial dalam merespons setiap perkembangan zaman.



F. Anti Korupsi
Dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan demokratis, gagasan anti korupsi merupakan tema yang sangat penting untuk dikembangkan dalam era menuju demokrasi Di Indonesia. ”Istilah korupsi” mewakili dua konsep lain yang berdampingan, yaitu kolusi dan nepotisme.
Dalam pengertian luas, korupsi adalah pengabaian atau penyisihan suatu standar yang seharusnya ditegakan. Secara sempit diartikan sebagai pengabaian standar perilaku tertentu oleh pihak berwenang demi memnuhi kepentingannya sendiri. Korupsi bisa terjadi di mana saja, baik dunia swasta atau negara.
Di Indonesia, fenomena korupsi muncul dalam dua bentuk yaitu :
a. State capture
Adalah aksi ilegal oleh individu atau perusahaan guna mempengaruhi penyusunan hukum, kebijakan, dan peraturan demi keuntungan mereka sendiri.
b. Korupsi administratif
Pemberlakuan secara secara sengaja oleh negara maupun non-negara untuk penyusunan hukum, kebijakan, dan peraturan yang ada demi keuntungan pribadi.
Korupsi di Indonesia telah membudaya dan menyatu dalam kehidupan masyarakat. Sehingga hal ini menuntut jalan keluar yang sistemik yaitu dengan menghancurkan sistem yang mendukung praktik korupsi, bukan sekedar mengontrol praktek korupsi itu. Gerakan ini disebut gerakan anti korupsi. Penyimpangan ini meliputi :
• Wilayah penegakan hukum : keadilan yang diperdagangkan, rendahnya anggaran pengadilan,dan lemahnya yurisdiksi.
• Wilayah bisnis : adanya campur tangan politik, manajemen yang buruk, dan kekebalan hukum perusahaan besar.
• Wilayah partai politik : berupa sumbangan yansg tidak terpantau dan memeras uang dari pelaku bisnis.
Istilah yang tepat untuk gerakan anti korupsi adalah menghancurkan sistem yang mendukung praktek korupsi, bukan sekedar mengontrol praktek korupsi.