Jumat, 27 Januari 2012

AKHLAK

AKHLAK

A. Pengertian Akhlak

Secara etimologis, (lughatan) akhlak (bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khalik (pencipta), makhluk (yang diciptakan), dan khalq (penciptaan).
Kesamaan akar kata diatas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khalik (Tuhan) dengan perilaku makhluk (manusia). Atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan pada kehendak khalik (Tuhan). Dari pengertian etimologis seperti ini, akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang dapat mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan atau bahkan dengan alam semesta sekalipun.
Akhlak terbagi dua yaitu akhlak yang mulia atau akhlak yang terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan akhlak yang buruk atau akhlak yang tercela (Al-Ahklakul Mazmumah). Akhlak yang mulia, menurut Imam Ghazali ada 4 perkara, yaitu bijaksana, memelihara diri dari sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan kekuatan hawa nafsu) dan bersifat adil. Jelasnya, ia merangkumi sifat-sifat seperti berbakti pada keluarga dan negara, hidup bermasyarakat dan bersilaturahim, berani mempertahankan agama, senantiasa bersyukur dan berterima kasih, sabar dan rida dengan kesengsaraan, berbicara benar dan sebagainya. Masyarakat dan bangsa yang memiliki akhlak mulia adalah penggerak ke arah pembinaan tamadun dan kejayaan yang diridai oleh Allah SWT.
Secara terminologis (ishtilahan) ada beberapa definisi tentang akhlak,diantaranya:
1. Imam Al-Ghazali
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
2. Ibrahim Anis
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah bermacam-macam perbuatan, baik atau buruk tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
3. Abdul Karim Zaidan
Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya.
Ketiga definisi tersebut sepakat menyatakan bahwa akhlak atau khuluq itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar.
Sifat spontanitas dari akhlak tersebut dapat diilustrasikan dalam contoh berikut ini. Bila seseorang menyumbang dalam jumlah besar untuk pembangunan masjid setelah mendapat dorongan dari seorang da’i (yang mengemukakan ayat-ayat dan hadits-hadits tentang keutamaan membangun masjid di dunia), maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai sikap pemurah, karena kepemurahannya waktu itu lahir setelah mendapat dorongan dari luar, dan belum tentu muncul lagi pada kesempatan yang lain. Boleh jadi, tanpa dorongan seperti itu, dia tidak akan menyumbang, atau kalaupun menyumbang hanya dalam jumlah sedikit. Tapi apabila tanpa doronganpun Ia tetap menyumbang, kapan dan dimana saja, barulah bisa dikatakan Ia memiliki sifat pemurah.
Contoh lain dalam menerima tamu. Bila seseorang membeda-bedakan tamu yang satu dengan tamu yang lain, atau kadangkala ramah kadangkala tidak, maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai sifat memuliakan tamu, tentu akan selalu memuliakan tamunya.
Dari keterangan di atas jelaslah bagi kita bahwa akhlak itu haruslah bersifat konstan, spontan, tidak temporer, dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar.

B. Sumber Akhlak

Yang dimaksud dengan sumber akhlak adalah yang menjadi ukuran baik atau buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran islam, sumber akhlak adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral.
Dalam konsep akhlak, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji atau tercela, semata-mata karena syara’ (Al-qur’an dan As-Sunnah) menilainya demikian. Semua keputusan syara’ tidak akan bertentangan dengan hati nurani manusia, karena kedua-duanya berasal dari sumber yang sama yaitu Allah SWT.
Hati nurani atau fitrah dalam bahasa Al-Qur’an dapat pula menjadi ukuran baik dan buruk karena manusia diciptakan oleh allah SWT memiliki fitrah bertauhid, mengakui keesaan-Nya (QS.Ar-rum 30:30). Namun pada dasarnya, hati nurani hanyalah salah satu kekuatan yang dimiliki manusia untuk mencari kebaikan atau keburukan, dan keputusannya bermulai dari pengalaman empiris kemudian diolah menurut kemampuan pengetahuannya. Oleh karena itu keputusan yang diberikan akal hanya bersifat spekulatif dan subyektif.
Dari penjelasan di atas jelaslah bagi kita bahwa ukuran yang pasti (tidak spekulatif), obyektif, komprehensif dan universal untuk menentukan baik dan buruk hanyalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan yang lain-lainnya.

C. Ruang Lingkup Akhlak

Muhammad ‘Abdullah Draz dalam bukunya Dustur al-Akhlaq fi al-Islam membagi ruang lingkup akhlaq menjadi lima bagian :
1. Akhlaq Pribadi (al-akhlaq al-fardiyah). Terdiri dari: (a) yang diperintahkan, (b)yang dilarang, (c) yang dibolehkan dan (d) akhlaq dalam keadaan darurat.
2. Akhlaq Berkeluarga (al-akhlaq al-usariyah). Terdiri dari: (a) kewajiban timbal balik orang tua dan anak, (b) kewajiban suami dan istri dan, (c) kewajiban terhadap karib kerabat.
3. Akhlaq bermasyarakat (al-akhlaq al-ijtima’iyyah). Terdiri dari (a) yang dilarang, (b) yang diperintahkan, dan (c) kaedah-kaedah adab.
4. Akhlaq bernegara (al-akhlaq ad-daulah). Terdiri dari : (a) hubungan antara pemimpin dan rakyat, dan (b) hubungan luar negeri.
5. Akhlak beragama (al-akhlaq ad-diniyyah). Yaitu kewajiban terhadap Allah SWT.
D. Kedudukan Dan Keistimewaan Akhlak Dalam Islam
Dalam keseluruhan ajaran Islam akhlaq menempati kedudukan yang istimewa dan sangat penting. Hal itu dapat dibuktikan dalam beberapa keterangan berikut:
1. Rasulullah SAW menempatkan penyempurnaan akhlaq yang mulia sebagai misi pokok Risalah Islam. Beliau bersabda:
“Sesengguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.” (HR.Baihaqi)
2. Akhlaq merupakan salah satu ajaran pokok Islam, sehingga Rasulullah SAW pernah mendefinisikan agama itu dengan akhlaq yang baik (busn al-khuluq). Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW :
“Ya Rasulullah, apakah agama itu? Beliau menjawab: (agama adalah) Akhlaq yang baik.”
3. Akhlaq yang baik akan memberatkan timbangan kebaikan seseorang nanti pada hari kiamat. Rasulullah bersabda:
“Tiada ada satupun yang akan lebih memberatkan timbangan (kebaikan) seorang hamba mukmin nanti pada hari kiamat selain dari akhlaq yang baik...” (HR.Tirmidzi)
Dan orang yang paling dicintai serta paling dekat dengan Rasulullah SAW nanti pada hari kiamat adalah yang paling baik akhlaqnya. Abdullah bin Umar berkata:
“Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “ Maukah kalian aku beri tahukan seapa diantara kalian yang paling aku cintai dan paling dekat tempatnya denganku nanti pada hari kiamat?” Beliau mengulangi pertanyaan itu dua atau tiga kali. Lalu sahabat-sahabat menjawab: “Tentu ya Rasulullah”. Nabi bersabda: “Yaitu yang paling baik akhlaqnya di antara kalian.” (HR. Ahmad)
4. Rasulullah SAW menjdikan baik buruknya akhlaq seseorang sebagai ukuran kualitas imannya. Seperti yang dijelaskan dalam hadist berikut “
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaq nya.” (HR. Tirmidzi)
Rasulullah juga bersabda :
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Barng siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadist lainjuga dikatakan:
“Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak beiman!” Seorang sahabat bertanya: “siapa dia (yang tidak beriman itu) ya Rasulullah?” beliau menjawab: “Orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya.” (HR. Bukhari)
Demikian nampak bagi kita dalam beberapa hadist di atas bahwa Rasulullah SAW mengaitkan antara rasa malu, adab berbicara dan sikap terhadap tamu dan tetangga misalnya dengan eksistensi dan kualitas iman seseorang.
5. Islam menjadikan akhlaq yang baik sebagai bukti dan buah dari ibadah kepada Allah SWT. Misalnya shalat, puasa, zakat, dan haji. Seperti yang tertuang dalam beberapa nash berikut:
a. Sabda Rasulullh:
“Bukanlah puasa itu hanya menahan makan dan minum saja, tapi puasa itu menahan diri dari perkataan kotor dan keji. Jika seseorang mencaci atau menjahilimu maka katakanlah : “Sesungguhnya aku sedang berpuasa.” (HR. Ibnu Khuzaimah)
b. Firman Allah SWT:
(“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”) (QS. Al-‘Ankabut 29: 45)
c. Firman Allah SWT:
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah 2 : 197)
d. Fiman Allah SWT :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. At-taubah 9: 103)
Dari beberapa ayat dan hadist di atas kita dapat melihat adanya kaitan langsung antara shalat, puasa, zakat, dan haji dengan akhlaq. Seseorang yang mendirikan shalat tentu tidak akan mengerjakan sesuatu yang keji dan munkar. Sebab apa guna shalat jika ia tetap saja mengerjakan kekejian dan kemunkaran.
Seseorang yang benar-benar mengerjakan puasa demi mencari ridha Allah SWT, disamping menahan keinginannya untuk makan dan minum juga harus menahan dirinya dari segala kata-kata yang kotor dan perbutan yang tercela. Sebab jika ia tidak meninggalkan perbuatan yang demikian aka puasanya tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga semata. Begitu juga dengan ibadah zakat dan haji, ringkasnya akhlaq yang baik adalah buah dari ibadah yang baik, atau abadah yang baik dan diterima oleh Allah SWT tentu akan melahirkan akhlaq yang baik dn terpuji.
6. Nabi Muhammad SAW selalu berdoa agar Allah SWT membaika akhlaq beliau. Salah satu dari doa beliau adlah:
“(Ya Allah) tunjukilah aku (jalan menuju) akhlaq yang baik, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat membri petunjuk (menuju jalan ) yang lebih baikbselain Engkau. Hindarkanah aku dari akhlaq yang buruk, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat menghindarkan aku dari akhlaq yang buruk kecuali Engkau.” (HR. Muslim)
7. Di dalam Al-Quran banyak terdapat ayat-ayat yang berhubungan dengan akhlaq, baik berupa perintah untuk berkhlaq yang baik serta pujian dan pahala yang diberikan kepada orang-orang yang mematuhi perintah itu, maupun larangan berkhlaq yang buruk serta celaan dan dosa bagi orang-orang yang melanggarnya. Tidak diragukan jika banyakny ayat-ayat Al-Quran tentang akhlaq ini membuktikan betapa pentingnya kedudukan akhlaq dalam Islam.
Demikian beberapa alasan yang menjelaskan kepada kita tentang kedudukan dan keistimewaan akhlaq di dalam Islam.

E. CIRI-CIRI AKHLAQ DALAM ISLAM

Disamping kedudukan dan keistimewan akhlaq dalam Islam yang telah diuraikan di atas, maka akhlaq dalam islam juga memiliki lima ciri-ciri yang khas yaitu:
1. Akhlak Rabbani
Ajaran akhlaq dalam Islam bersumber dari wahyu Ilahi yang termaktub dalam Al-Quran dan sunnah. Dalam Al-Quran terdapat kuarang lebih 1500 ayat yang mengndung ajaran akhlaq, demikian pula hadist-hadist yang memberikan pedoman akhlaq. Sifat rabbani dari akhlaq juga menyangkut tujuanya, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak.
Ciri rabbani juga menjelaskan dan me negaskan bahwa akhlaq dalam islam adalah sesuatu yang memiliki nilai mutlak . Akhlak rabbani lah yang mampu menghindari kekacauan nilai moralitas dalam hidup manusia. Al-Quran mengajarkan
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’am 6: 153)
2. Akhlaq manusiawi
Ajaran akhlaq dalam Islam sejalan dan memenuhi tuntutan fitrah manusia. Kerinduan jiwa manusia kepada kebaikan akan terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlaq dalam Islam. Ajaran akhlaq dalam Islam ditujukan bagi manusia yang merindukan kebahagiaan yang hakiki, bukan yan bersifat semu. Akhlaq Islam adalah akhlaq yang benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagi makhluk terhormat, sesuai dengan fitrahnya.
3. Akhlaq Universal
Ajaran akhlaq dalam Islam sesuai dengan kemanusiaan yang Universal dan mencakup segala aspek hidup manusia, baik yang dimensinya vertikal maupun horizontal. Sebagai contoh Al-Quran menyebutkan sepuluh keburukan yang wajib dijauhi oleh setiap orang yaitu dalam surat Al-An’am ayat 151-152:
(151.)“Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).
(152.) “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.”

4. Akhlaq Keseimbangan
Ajaran akhlaq dalam Islam berada di tengah-tengah antara yang mengkhayalkan manusia sebagai Malaikat yang menitik beratkan pada kebaikannya dan yang mengkhayalkan manusia seperti hewan yang menitik beratkan pada sifat keburukannya saja. Manusia menurut Islam memiliki dua kekuatan yang ada dalm dirinya, kekuatan baik yang terdapat pada hati nurani dan akalnya, dan kekuatan buruk pada hawa nafsunya. Manusia memiliki naluriah hewani dan juga ruhaniah Malaikat. Manusia memiliki unsur ruhani dan jasmani yang memerlukan pelayanan masing-masing secara seimbang.
Manusia hidup tidak hanya di dunia, kan tetapi juga dilanjutkan di akhirat kelak. Akhlaq Islam memenuhi tuntutan kebutuhan manusia, jasmani, ruhani, secara seimbang, memenuhi tuntutan hidup di dunia dan akhirat secara seimbang. Bahkan memenuhi kebutuhan pribadi harus seimbang dengan memenuhi kebutuhan terhadap masyarakat. Rasulullah SAW membenarkan ucapan Salman kepada Abu Darda :
“Sesungguhnya Tuhanmu mempunyai hak yng wajib kau penuhi; dirimu mempunyai hak yang wajib kau penuhi; istrimu mempunyai hak yang wajib kau penuhi; berikanlah orang-orang yang mempunyai hak akan haknya.” (HR. Bukhari)
5. Akhlaq Realistik
Ajaran akhlak dalam Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia. Meskipun manusia telah dinyatakan sebagai mahuk yang memiliki kelebihan dibanding makhluk-makhluk yang lain, tetapi manusia memiliki kelemahan-kelemahan. Dengan kelemahan-kelemahanya itu manusia sangat mungkin melakukan kesalahan-kesalahan dan pelanggaran.
Oleh karena itu Islam memberikan kesemptan kepada manusia yang melakukan keslahan untuk memperbaiki dan bertaubat. Bahkan dalam keadaan terpaksa Islam memperbolehkan melakukan sesuatu yang dalam keadaan biasa tidak dibenarkan. Allah berfirman :
“...tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-baqarah 2 : 173)