Rabu, 31 Maret 2010

MODEL PEMBELAJARAN

MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
( Contextual Teaching and Learning / CTL )

A. Latar Belakang
Penerapan pembelajaran kontekstual di Amerika Serikat bermula dari pandangan ahli pendidikan klasik John Dewey yang pada tahun 1916 mengajukan teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa. Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari paham progresivisme John Dewey. Intinya, siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah.

B. Pengertian
Dewasa ini pembelajaran kontekstual telah berkembang di negara – negara maju dengan berbagai nama. Di negeri Belanda berkembang Realistic Mathematics Education ( RME ) yang menjelaskan bahwa pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Di Amerika berkembang Contextual Teaching and Learning ( CTL ) yang intinya membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang di pelajari dengan kehidupan mereka. Sementara itu di Michigan juga berkembang Connected Mathematics Project ( CPM ) yang bertujuan mengintegrasikan ide matematika ke dalam konteks kehidupan nyata dengan harapan siswa dapat memahami apa yang di pelajarinya dengan baik dan mudah.
Menurut Johnson 2002 : 25 ( dalam Nurhadi ) CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari – hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Sedangkan menurut Yoyo ( 2006 ) CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang di ajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang di miliki dan penerapannya dalam kehidupan sehari – hari.

C. Karakteristik
Menurut Johnson 2002 : 24 ( dalam Nurhadi ) ada delapan komponen utama dalam sistem pembelajaran kontekstual yaitu :
1. Melakukan hubungan yang bermakna ( making meaningful connections )
Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minat secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau kelompok, dan orang dapat belajar sambil berbuat.
2. Melakukan kegiatan – kegiatan yang signifikan ( doing significant work )
Siswa membuat hubungan – hubungan antar sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.
3. Belajar yang diatur sendiri ( self – regulated learning )
Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan : ada tujuannya, urusannya dengan orang lain, hubungan dengan penentuan pilihan dan ada produk / hasil yang sifatnya nyata.
4. Bekerja sama ( collaborating )
Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
5. Berpikir kritis dan kreatif ( critical and creative thinking )
Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif.
6. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa ( nurturing the individual )
Siswa dapat memelihara pribadinya. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa, siswa juga menghormati temannya dan orang dewasa.
7. Mencapai standar yang tinggi ( reaching high standards ).
Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut “ excellence “
8. Menggunakan penilaian autentik ( using authentic assessment ).
Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna.

D. Fokus Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa di dalam konteks bermakna dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peranan guru. Sehubungan dengan itu maka pendekatan pengajaran kontekstual harus menekankan pada hal – hal sebagai berikut :
1. Belajar Berbasis masalah ( Problem – Based Learning )
Yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
2. Pengajaran Autentik ( Authentic Instruction )
Yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna.
3. Belajar Berbasis Inquiri ( Inquiry – Based Learning )
Yang membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
4. Belajar Berbasis Proyek / Tugas ( Project – Based Learning )
Yang membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif dimana lingkungan belajar siswa ( kelas ) di desain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya.


5. Belajar Berbasis Kerja ( Work – Based Learning )
Yang memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah.
6. Belajar Berbasis Jasa – Layanan ( Service Learning )
Yang memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang mengkombinasikan jasa – layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah.
7. Belajar Kooperatif ( Cooperative Learning )
Yang memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar.

E. Prinsip Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Beberapa prinsip yang harus dipegang oleh guru dalam menerapkan pembelajaran kontekstual antara lain :
1. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajiban perkembangan mental ( developmentally appropriate ) siswa.
2. Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung ( independent learning groups).
3. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri ( self – regulated learning ).
4. Mempertimbangkan keragaman siswa ( disversity of students ).
5. Memperhatikan multi – intelegensi ( multiple – intelligences ) siswa.
6. Menggunakan teknik – teknik bertanya ( Questioning )
7. Menerapkan penilaian autentik ( Authentic assessment )

F. Tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual
1. Kontruktivisme ( Contructivism )
Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong – konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta – fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
2. Menemukan ( Inquiry )
Merupakan inti pembelajaran berbasis CTL, pengetahuan dan ketrampilan yana diperolswa hasil dari menemukan sendiri.
Kegiatan inquiri sebenarnya sebuah siklus. Siklus tersebut terdiri dari langkah – langkah sebagai berikut :
• Merumuskan masalah ( dalam mata pelajaran apapun )
• Mengumpulkan data melalui observasi
• Menganalisa dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, table, dan karya lainnya.
• Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, atau audiens yang lain.
3. Bertanya ( Question )
Bertanya adalah induk dari strategi pembelajaran kontekstual, awal dari pengetahuan, jantung dari pengetahuan, dan aspek penting dari pembelajaran.
4. Masyarakat Belajar ( Learning Community )
Manfaatnya yaitu melatih siswa untuk bekerjasama, memberi dan meminta informasi. Prakteknya di kelas terwujud dalam :
a. Pembentukan kelompok kecil
b. Pembentukan kelompok besar
c. Mendatangkan narasumber atau ‘ ahli ‘
d. Bekerja dengan kelas sederajat
e. Bekerja kelompok dengan kelas diatasnya
f. Bekerja dengan sekolah diatasnya
g. Bekerja dengan masyarakat.

5. Permodelan ( Modeling )
Dalam pembelajaran ada model yang ditiru ( bagaimana cara belajar),misalnya cara membaca peta, cara menemukan kata kunci. Guru bukan satu – satunya model, bisa dari siswa atau narasumber.
6. Refleksi ( Reflection )
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah kita lakukan dimasa yang lalu.
Realisasi refleksi antara lain :
• Pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh pada hari tersebut
• Catatan atau jurnal di buku siswa
• Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari tersebut
• Diskusi
• Hasil karya
7. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assesment )
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkrmbangan belajar siswa.
Karakteristik Authentic Assesment antara lain :
• Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
• Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif
• Mengukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta
• Berkesinambungan
• Terintegrasi
• Dapat digunakan sebagai feed back

G. Penerapan CTL dikelas
Menurut Yoyo ( 2006 ), secara garis besar langkah – langkah penerapan CTL dikelas yaitu :
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2. Laksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu anak dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar.
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

H. Peran Guru
Agar proses pengajaran kontekstual lebih efektif, guru perlu melaksanakan beberapa hal sebagai berikut :
1. Mengkaji konsep dan kompetensi dasar yang akan di pelajari oleh siswa.
2. Memahami latar belakang sekolah dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama.
3. Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa, selanjutnya memilih dan mengaitkannya dengan konsep dan kompetensi yang akan dibahas dalam proses pembelajaran kontekstual.
4. Merancang pengajaran dengan mengaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan kehidupan mereka.
5. Melaksanakan pengajaran dengan selalu mendorong siswa untuk mengaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan / pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya.
6. Melakukan penilaian terhadap pemahaman siswa.

I. Lima Strategi Umum Pembelajaran Kontekstual
Center of Occupational Research and Develompent ( CORD ) menyampaikan lima strategi bagi pendidik dalam rangka penerapan pembelajaran kontekstual yaitu :
1. Relating
Belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
2. Experiencing
Belajar ditekankan kepada penggalian, penemuan, dan penciptaan.
3. Applying
Belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan didalam konteks pemanfaatannya.
4. Cooperating
Belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian bersama, dan sebagainya.
5. Transferring
Belajar melalui pemanfaatan pengetahuan didalam situasi atau konteks baru.

J. Perbedaan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran tradisional

No PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PEMBELAJARAN TRADISIONAL
1. Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran Siswa adalah penerima informasi secara pasif
2. Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi Siswa belajar secara individual
3. Pembelajaran diakaitkan dengan kehidupan nyata Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
4. Perilaku dibangun atas kesadaran diri Perilaku dibangun atas kebiasaan
5. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan
6. Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor
7. Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural : rumus diterangkan sampai paham, kemudian dilatihkan ( drill )
8. Hasil belajar diukur dengan berbagai cara : proses bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, tes, dan lain - lain Hasil belajar hanya diukur hanya dengan tes
9. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks, dan setting Pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas


Daftar Pustaka

Dr.Nurhadi M.Pd,Drs.Burhanuddin Yasin M.Ed, Drs Agus Gerrad senduk M.Pd.
Pembelajaran Konstektual dalam Pengembangan KBK.
Penerbit Universitas Negeri Malang.
Dwijatmiko,Yoyo.2006.Pendekatan Konstektual (Contextual Teaching And Learning)
Banyumas:Dinas Pendidikan



PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE STAD (STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION)


A. Model Quantum Teaching
Pengertian Quantum Teaching
Menurut Bobbi DePorter sebagai “president of Learning” dan president sekaligus pendiri “the Accelerated Learning Association”, Mark Reardon sebagai guru pembentuk dan kepala sekolah yang memimpin fasilitator dari program tersebut, dan Sarah Singer-Nourie sebagai guru bahasa Inggris SMA dan Quantum Learning K-12. Quantum adalah interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Quantum Teaching

biasa didefinisikan sebagai orkestrasi bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar situasi belajar. Interaksi ini mencakup unsure-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa, mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain.
Adapun yang termasuk dalam struktur ini adalah lima unsur pokok yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.
1. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Pada intinya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu :
a. Hasil belajar akademik, tujuannya untuk meningkatkan kinerja tugas-tugas akademik
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu, tujuannya adalah penerimaan terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, maupun kemampuan.
c. Pengembangan keterampilan sosial, tujuannya adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja siswa.
2. Dasar-dasar Pembelajaran Kooperatif
Yang mendasari pembelajaran kooperatif adalah :
a. Para siswa harus memiliki persepsi yang sama bahwa mereka tenggelam (berenang bersama)
b. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa yang lain dalam kelompoknya, di samping tanggung jawab terhadap diri sendiri, dalam mempelajari materi yang dihadapi.
c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
d. Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab yang sama besarnya diantara para anggota kelompok.
e. Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
g. Para siswa akan dimintai pertanggungjawaban secara individual materi yang ditangai dalam kelompok kooperatif.
h. Dengan memiliki dasar-dasar di atas siswa akan menyadari bahwa keberhasilan belajarnya sangat ditentukan oleh pengelolaan belajar dan teman belajar timnya.
Dasar-dasar di atas pada akhirnya mewarnai situasi pembelajaran kooperatif dan akan membedakan dengan situasi belajar kelompok dengan pembelajaran yang lain.
3. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model-model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
c. Bilamana mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda.
d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.
4. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat 6 fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif (Arends, 1997 : 113). Pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan motivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti siswa dengan penyajian informal, sering dalam teks bukan verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja sama menyelesaikan tugas mereka. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif yaitu penyajian hasil akhir kerja kelompok, dan mengetes apa yang mereka pelajari, serta memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. Keenam fase pembelajaran kooperatif dirangkum pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
FASE KEGIATAN GURU
1. Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi
2. Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
3. Mengorganiasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
5. Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil belajarnya.
6. Memberikan penghargaan Guru memberikan cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompoknya.

5. Manfaat Pembelajaran Kooperatif
Berdasarkan hasil penelitian Thomson (dalam Kusno, 2002 : 69) dapat dikemukakan beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pembelajaran kooperatif yaitu :
a. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas
b. Meningkatkan rasa harga diri
c. Memperbaiki kehadiran
d. Saling memahami adanya perbedaan individu
e. Mengurangi konflik antar pribadi
f. Mengurangi sikap apatis
g. Memperdalam pemahaman
h. Meningkatkan motivasi
i. Meningkatkan hasil belajar
j. Menguatkan retensi
6. Keterampilan-keterampilan dalam Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa juga harus mempelajari keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membagi tugas anggota kelompok selama kegiatan. Keterampilan-keterampilan kooperatif antara lain sebagai berikut (Lundgren, 1994).
a. Keterampilan Tingkat Awal
1) Menggunakan kesepakatan
Yang dimaksud dengan menggunakan kesepakatan adalah menyamakan pendapat yang berguna untuk meningkatkan kerja dalam kelompok.
2) Menghargai kontribusi
Menghargai berarti memperhatikan atau mengenal apa yang dapat dikatakan atau dikerjakan orang lain. Hal ini berarti bahwa harus selalu setuju dengan anggota lain, dapat saja dikritik yang diberikan itu ditunjukkan terhadap ide dan tidak individu.
3) Mengambil giliran dan berbagai tugas
Pengertian ini berarti mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas atau tanggung jawab tertentu dalam kelompok.
4) Berada dalam kelompok
Maksud di sini adalah setiap anggota tetap dalam kelompok kerja selama kegiatan berlangsung.
5) Berada dalam tugas
Artinya bahwa meneruskan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, agar kegiatan dapat diselesaikannya sesuai waktu yang dibutuhkan.
6) Mendorong partisipasi
Mendorong partisipasi artinya mendorong semua anggota kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok.
7) Mengundang orang lain
8) Menyelesaikan tugas pada waktunya
9) Menghormati perbedaan individu
b. Keterampilan Tingkat Menengah
Keterampilan tingkat menengah meliputi menunjukkan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara dapat diterima, mendengarkan dengan aktif, bertanya, membuat rangkuman, menafsiran, mengatur dan mengorganisasi, serta mengurango ketegangan.
c. Keterampilan Tingkat Mahir
Keterampilan tingkat mahir meliputi mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan berkompromi.


B. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, sehingga tipe ini dapat digunakan oleh guru-guru yang baru mulai menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif. Siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja di kelompok mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi pelajaran tersebut. Ahirnya kepada seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut dengan catatan, saat tes mereka tidak boleh saling membantu. Point setiap anggota tim ini selanjutnya dijumlahkan untuk mendapat skor kelompok. Tim yang mencapai kriteria tertentu diberikan penghargaan.
Upaya peningkatan kualitas pembelajaran harus terus diupayakan, baik oleh guru maupun semua pihak yang terkait langsung dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena prestasi belajar siswa yang menggembirakan. Walaupun pernyataan itu tidak seluruhnya benar, sebab terdapat beberapa siswa yang mencapai tingkat belajar sangat baik. Prestasi belajar siswa dipengaruhi banyak faktor, dua diantaranya antara lain adalah cara belajar siswa dan metode mengajar guru. Cara belajar aktif merupakan cara belajar yang dituntut dari siswa, agar mereka dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Oleh karena itu, guru perlu memilih strategi pembelajaran yang tepat untuk mendorong siswa belajar melakukan penalaran. Salah satu bentuk strategi belajar yang dapat mendorong siswa belajar melakukan penalaran adalah strategi belajar kooperatif tipe STAD seperti yang telah dijelaskan pada uraian di atas.
1. Siklus Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
a. Mengajar
Mempresentasikan pelajaran


b. Belajar dalam tim
Siswa bekerja di dalam tim mereka dengan dipandu oleh lembar kegiatan siswa (LKS) untuk menuntaskan materi pelajaran.
c. Tes
Siswa mengerjakan tes atau tugas lain secara individual
d. Penghargaan tim
Ada tiga penghargaan yang diberikan untuk prestasi kelompok berdasarkan nilai perkembangan yang diperoleh kelompok seperti kelompok baik, hebat, dan super.

2. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
a. Persiapan Materi dan Penerapan Siswa dalam kelompok
Sebelum menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan lembar jawaban yang akan dipelajari siswa dalam kelompok-kelompok kooperatif. Kemudian menetapkan siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal 4 sampai 6 orang, aturan heterogenitas dapat berdasarkan pada:
1) Kemampuan akademik (pandai, sedang, dan rendah)
Yang didapat dari hasil akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu diingat pembagian itu harus diseimbangkan sehingga setiap kelompok terdiri dari siswa dengan siswa dengan tingkat prestasi seimbang.
2) Jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawahan atau sifat (pendiam dan aktif)
b. Penyajian Materi Pelajaran
Ditekankan pada hal-hal berikut:
1) Pendahuluan
Di sini perlu ditekankan apa yang perlu dipelajari siswa dalam kelompok dan menginformasikan hal yang penting untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan mereka pelajari.

2) Pengembangan
Dilakukan pengembangan materi yang sesuai yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. Di sini siswa belajar untuk memahami makna bukan hafalan. Pertanyaan-pertanyaan diberikan penjelasan tentang benar atau salah. Jika siswa telah memahami konsep maka dapat beralih konsep lain.
3) Praktek Terkendali
Praktek terkendali dilakukan dalam menyajikan materi dengan cara menyuruh siswa mengerjakan soal, memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan masalah agar siswa selalu siap dan dalam memberikan tugas jangan menyita waktu lama.
c. Kegiatan Kelompok
Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Isi dari LKS selain materi pelajaran juga digunakan untuk melatih kooperatif. Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan.
d. Evaluasi
Dilakukan selama 45 menit sampai 60 menit secara mandiri untuk menunjukkan apa yang telah siswa pelajari selama bekerja dalam kelompok. Hasil evaluasi digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disambungkan sebagai nilai perkembangan kelompok.
e. Penghargaan Kelompok
Dari hasil nilai perkembangan, maka penghargaan pada prestasi kelompok diberikan dalam tingkatan penghargaan seperti kelompok baik, hebat, dan super.
f. Perhitungan Ulang Skor Awal dan Pengubahan Kelompok
Satu periode penilaian (3-4 minggu) dilakukan perhitungan ulang skor evaluasi sebagai skor awal siswa yang baru. Kemudian dilakukan perubahan kelompok agar siswa dapat bekerja dengan teman yang lain.


3. Keuntungan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Keuntungan pembelajaran kooperatif STAD antara lain :
a. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok.
b. Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama berhasil
c. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok.
d. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.
Kelemahan pembelajaran kooperatif tipe STAD antara lain :
a. Bila ditinjau dari sarana kelas, maka mengatur tempat duduk untuk kerja kelompok sangat menyita waktu. Hal ini disebabkan belum tersedianya ruangan-ruangan khusus yang memungkinkan secara langsung dapat digunakan untuk belajar kelompok.
b. Jumlah siswa yang besar dalam suatu kelas menyebabkan guru kurang maksimal dalam mengamati kegiatan belajar, baik secara kelompok maupun secara perorangan.
c. Guru dituntut bekerja cepat dalam menyelesaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan pembelajaran yang dilakukan, di antaranya mengoreksi pekerjaan siswa, menghitung skor perkembangan maupun menghitung skor rata-rata kelompok. Hal ini dilakukan pada setiap akhir pertemuan.
d. Memerlukan waktu dan biaya yang banyak dalam mempersiapkan maupun melaksanakan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA



Firman Syah Noor. 2007. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Terhadap Kemampuan Siswa dalam Mengerjakan Bukti dalam Matematika pada Siswa SMU. Pages-your favorite.com/ ppsupi/ubstrakmat2005. 22 September


Perdy Karuru. 2007. Penerapan Pendekatan Ketrampilan Proses dalam Seting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Belajar IPA Siswa SLTP.depdiknas.go.id/jurnal/45/perdy-karuru.htm, 22 September



PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW



I. Model Pembelajaran Kooperatif Secara umum

A. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali mereka dengan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Dalam membelajarkan matematika kepada siswa, apabila guru masih menggunakan paradigma pembelajaran lama dalam arti komunikasi dalam pembelajaran matematika cenderung berlangsung satu arah umumnya dari guru ke siswa, guru lebih mendominasi pembelajaran maka pembelajaran cenderung monoton sehingga mengakibatkan peserta didik (siswa) merasa jenuh dan tersiksa. Oleh karena itu dalam mengajarkan matematika kepada siswa, guru hendaknya lebih memilih berbagai variasi pendekatan, strategi, metode yang sesuai dengan situasi sehingga tujuan pembelajaran yang direncanakan akan tercapai. Perlu diketahui bahwa baik atau tidaknya suatu pemilihan model pembelajaran akan tergantung tujuan pembalajarannya, kesesuaian dengan materi pembelajaran, tinggkat perkembangan peserta didik, kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran serta mengoptimalkan sumber-sumber belajar yang ada.
Usaha-usaha guru dalam membelajarkan siswa merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaranyang sudah direncanakan. Oleh karena itu, pemilihan berbagai metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran merupakan suatu hal yang utama. Model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk stategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu tujuan dari penggunaan model penbelajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar.
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu mosel pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok dan mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran dengan model kooperatif, siswa didorong untuk bekerjasama dalam suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran koopeatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkatdan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial. (Yusuf, 2003)
Pembelajaran kooperatif adalah pemebelajaran yang bertujuan untuk menciptakan situasi pembelajaran sehingga keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompok atau timnya.

B. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatifuntuk menuntaskan materi belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku dan jenis kelamin yang berbeda.
d. Pengarahan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.

C. Dasar-Dasar Pembelajaran Kooperatif
Linda (dalam nur : 2000) mengemukakan bahwa yang mendasari pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
a. Para siswa harus memiliki persepsi yang sama bahwa mereka tenggelam atau berenang bersama.
b. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab pada diri sendiri, dalam mempelajari materi yang dihadapi.
c. Para siswa harus bepandangan bahwa mereka semua harus memiliki tujuan yang sama.
d. Para siawa harus membagi tugas dan berbagai tanggung jawab yang sama besrnya diantara para anggota kelompok.
e. Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
f. Para siswa berbagai kepemimpinam sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
g. Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
h. Dengan memiliki dasar-dasar diatas, siswa akan menyadari bahwa keberhasilan belajarnya sangat ditentukan oleh pengelolabelajar dan teman belajar dalam timnya.
Dasar-dasar diatas pada akhirnya mewarnai situasi pembelajaran kooperatifdan akan membedakan dengan situasi belajar kelompok dalam pembelajaran lain.

D. Keterampilan Kooperatif
Keterampilan kooperatif merupakan keterampilan khusus yang seyogianya dimiliki siswa dalam pembelajaran kooperatif. Khususnya pada langkah belajar kelompok, keterampilan kooperatif berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota tim. Sedangkan peranan tugas dapat dilakukan dengan membagi tugas antar anggota tim selama kegiatan.

E. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Secara umum langkah-langkah pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
FASE TINGKAH LAKU GURU
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dengan memotivasi siswa belajar.
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Mengorganisasi siswa kedalam kelompok-kelompok belajar. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan.
Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

F. Manfaat Pembelajaran Kooperatif
Berdasarkan hasil penelitian thomson dan silvain (2000) dapat dikemukakan beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pembelajaran kooperatif yaitu:
a. Meningkatkan pencurhan waktu pada tugas
b. Meningkatkan rasa harga diri
c. Memperbaiki kehadiran
d. Saling memahami adanys perbedaan individu
e. Mengurangi konflik antar pribadi
f. Mengurangi sikap apatis
g. Memperdalam pemahaman
h. Meningkatkan motivasi
i. Meningkatkan hasil belajar
j. Menguatkan retensi
G. Tipe-Tipe Pembelajaran Kooperatif
Dipandang dari tahapan dan aktivitas pembelajarannya, pemblajaran kooperatif dibedakan dalam beberapa tipe antara lain:
a. Student Team Achievement Division (STAD)
b. Teams Games Tournaments (TGT)
c. Teams Assisted Individualization (TAI)
d. Jigsaw.

II. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
A. Pengertian
Pembelajaran koperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materibelajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Andreas, 1997).

Kelompok Asal

kelompok Ahli
Beberapa penelitian menunjukan bahwa model pembelajaran tipe jigsaw memiliki dampak yang positif terhadap kegiatan belajar mengajar, yakni dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran.


B. Sejarah dan Latar Belakang
Jigsaw pada mulanya diperkenalkan di sekolah-sekolah dimana ada ketegangan rasialis antara siswa keturunan eropa, afrika dan hispanik. Kemudian telah dikembangkan oleh Elliot Aronson dkk di Universitas John hopkins. Siswa diajak untuk berinteraksi secara positif dengan siswa-siswa lain dengan latar belakang yang sangat berbeda dalam kegiatan akademis. Dan memang konflik rasialis berhasil dikurangi secara drastis dan prestasi akademik punjadi meningkat. Ternyata orang eropa sendiri mulai menyadari bahwa individualisme saja tidaklah cukup. Keberhasilan orang-orang amerika di berbagai kehidupan sudah mendapat pengakuan di seluruh dunia. Namun, patut dipertanyakan apalah artinya keberhasilan pribadi jika tidak ditindak lanjuti dan diterapkan dalam masyarakat. Banyak penemuan dalam bidang iptek berasal dari Amerika Serikat namun, ironisnya yang lebih bisa mengembangkan menikmati hasil temuan ini adalah bangsa lain yang lebih terbiasa untuk lebih bekerjasama dalam saling ketergantungan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw diantaranya adalah dibutuhkan proses yang melibatkan niat dan kiat para anggota kelompok. Para siswa harus mempunyai niat intuk bekerjasama dengan yang lainnya dalam kegiatan belajar yang akan saling menguntungkan. Selain niat, para siswa juga harus menguasai kiat-kiat berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain. Dalam hal penataan ruang kelas pada tipe jigsaw perlu memperhatikan prinsip-prinsip tertentu. Bangku perlu ditata sedemikian rupa, sehingga semua siswa bisa melihat guru/papan tulis dengsn jelas, bisa melihat rekan-rekan kelompoknya dengan merata. Jarak antar kelompok bisa saling berdekatan dengan satu sama lain, tetapi tidak mengganggu kelompok yang lain dan guru bisa menyediakan sedikit rung kosong disalah satu bagian kelas untuk kegiatan lain.

C. Proses
 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
a. Guru menginformasikan kepada siswa tentang sistem pembelajaran tipe jigsaw.
b. Guru membagi bahan pelajaran yang akan diberikan.
c. Sebelum bahan pelajaran diberikan, guru memberikan pengenalan melalui topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari tersebut. Pengajar bisa menuliskan topik dipapan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut.
d. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran baru.
e. Guru membagi dengan anggota 4-5 orang tiap kelompok dengan karakteristik yang heterogen.
f. Siswa berpencar membentuk kelompok baru menurut tugas yang sama.
g. Siswa kembali ke kelompok sal untuk mengerjakan tugas utama.

 Kegiatan Siswa Dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah serta jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan gender. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelomok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli.
Dalam kelompok ahli siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh aronson disebut kelompok jigsaw.

Contoh pembentukan kelompok jigsaw sebagai berikut:

Misal suatu kelas dengan jumlah siswa 40, dan materi pembelajan yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beraggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh dalam diskusi dikelompok ahli serta setiap siswa menyampaikan apa yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal. (Yusuf, 2003)

D. Penghargaan Kelompok
Cara-cara penentuan nilai penghargaan kepada kelompok dijelaskan sebagai berikut.
Langkah-langkah memberi penghargaan kelompok:
a. menentukan nilai dasar (awal) msaing-masing siswa. Nilai dasar dapat berupa nilai tes.
b. menentukan nilai tes yang dilaksanakan siswa setelah siswa bekerja dalam kelompok, misal nilai kuis I, nilai kuis II atau rata-ratanya kepada setiap siswa yang kita sebut sebagaikuis terkini.
c. menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan berdasarkan selisih nilai kuis terkini dan nilai dasar masing-masing siswa dengan menggunakan kriteria berikut ini.

kriteria Nilai peningkatan
Nilai kuis terkini turun lebih dari 10 poindibawah nilai awal 5
Nilai kuis terkini turun 1 sampai 10 poin dibawah nilai awal 10
Nilai kuis terkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10 diatas nilai awal 20
Nilai kius terkini lebih dari 10 diatas nilai awal 30

Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai peningkatan yang diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan predikat cukup, baik, sangat baik, dan sempurna.
Kriteria untuk status kelompok
Cukup, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok kurang dari 15 (rata-rata nilai peningkatan kelompok <15)
Baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 15 dan 20 (15≤ rata-rata nilai peningkatan kelompok<20)
Sangat baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 20 dan 25 (20≤ rata-rata nilai peningkatan kelompok<25)
Sempurna, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok lebih atau sama dengan 25(rata-rata nilai peningkatan kelompok≥25). (Yusuf, 2003)

E. Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw:
 Kelebihan
1. Meningkatkan kemajuan belajar (pencapaian akademis)
2. Menambah dan percaya diri
3. Mudah diterapkan dan tidak mahal
4. Mengembangkan dan menggunakan keterampilan berfikir kritis dan kerja sama kelompok
5. Menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif diantara siswa yang berasal dari latar belakang yang berbeda
6. Menerapkan bimbingan oleh teman
7. Menciptakan lingkungan yang menghargai nilai-nilai ilmiah
8. Melatih siswa supaya dapat bekerja sama dalam rangka untuk menyatukan konsep dari hasil kelompok.
 Kekurangan
1. Dengan adanya pembentukan kelompok maka tingkat kemampuan penguasaan materi pembelajaran hanya dapat ditinjau dalam lingkup kelompok
2. Sejumlah siswa bingung
3. Memerlukan persiapan lama

DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya.UniversityPress Unedi.
Istiqomah, Ari. 2004. Skripsi tentang Model Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Tipe Jigsaw. Purwokerto. UMP.
Lie A. 2002. Cooperatif Learning. Jakarta.Grasindo.

Yusuf. 2003. Proses Dan Hasil Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. www.google.com. 20 September 2007.



PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT
(Team Game Tournament)


Tipe TGT merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang diteliti secara luas. Tipe TGT sangat terkenal dan populer dikalangan para ahli pendidikan. Pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan model yang sangat mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsure permainan dan reinforcement. Secara garis besar, uraian tentang model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah sebagai berikut :
1. Komponen TGT
Menurut Slavin ( 1994 : 84 ) ada 5 komponen utama dalam TGT yaitu: penyajian kelas (class presentation), kelompok (team), kuis (games), kompetisi (tournament) dan penghargaan kelompok (class recognition).
a. Penyajian Kelas (Class Presentation)
Presentasi kelas digunakan guru untuk memperkenalkan materi pelajaran dengan pengajaran langsung atau diskusi dapat juga dengan audiovisual. Fokus presentasi kelas hanya menyangkut pokok – pokok materi dan teknik pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar – benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena akan menentukan skor game dan ini akan menentukan pula pada skor kelompok.
b. Kelompok (Team)
Dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT tim terdiri dari 4 sampai 6 siswa anggota kelas. Anggota tim mewakili kelompok yang ada di kelas dam hal kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku. Fungsi utama tim tersebut adalah untuk memastikan bahwa semua anggota tim belajar, lebih khusus lagi untuk menyiapkan anggotanya supaya dapat mempelajari LKS dan mengerjakan soal – soal dalam turnamen dengan baik. Setelah presentasi kelas kegiatan tim umumnya adalah diskusi antar anggota saling membandingkan, memeriksa dan mengoreksi kesalahan konsep anggota lain.
c. Kuis (Games)
Pertanyaan dalam games disusun dan dirancang dari materi – materi yang relevan dengan materi yang telah diperoleh mewakili masing – masing kelompok. Sebagian besar pertanyaan pada kuis adalah bentuk sederhana. Setiap siswa mengambil sebuah kartu yang diberi nomor pada kartu tersebut.
d. Kompetisi (Tournament)
Turnamen adalah dimana saat permainan berlangsung. Ilustrasi antara tim – tim yang anggotanya heterogen dan meja – meja turnamen dengan anggota yang homogen.

TIM A

Gambar 1
Penempatan Siswa dan Tim ke Meja Turnamen

Gambar diatas menunjukkan bahwa penempatan siswa pada meja turnamen berdasar rangking siswa dalam tim. Meja turnamen 1 adalah meja tempat berkompetisi siswa dengan kemampuan awal tertinggi dalam tim sebagai meja yang tertinggi tingkatannya daripada meja turnamen II. Meja turnamen II lebh tinggi tingkatannya daripada meja turnamen III. Meja IV adalah meja yang paling rendah tingkatannya.
Setelah turnamen selesai dan dilakukan penilaian guru mengatur kembali kedudukan siswa pada tiap meja turnamen, kecuali pemenang pada meja tertnggi. Pemenang pada setiap meja dinaikkan atau digeser satu tingkat ke meja yang lebih tinggi tingkatannya dan yang mendapatkan skor terendah pada setiap meja turnamen selain yang ada pada meja terendah tingkatannya diturunkan satu tingkat ke meja yang lebih rendah tingkatannya. Pada akhirnya mereka akan mengalami penaikkan atau penurunan sehingga mereka akan sampai pada meja yang sesuai dengan kinerja mereka.
e. Penghargaan Kelompok (Class Recognition)
Tim – tim yang telah berhasil mendapat nilai rata – rata melebihi criteria tertentu diberi penghargaan berupa sertifikat atau penghargaan bentuk lain.

2. Persiapan Pembelajaran
Menurut Slavin ( 1994 : 88 ) persiapan – persiapan pembelajaran kooperatif tipe TGT meliputi persiapan materi, penetapan siswa dalam tim, kerjasama tim, penempatan siswa pada meja turnamen. Adapun uraian persiapan masing – masing adalah sebagai berikut :
a. Persiapan Materi
Materi pelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga dapat disajikan dalam presentasi kelas dalam kerjasama ini dan dalam turnamen. Bentuk rancangan tersebut dapat dikemas dalam satu perangkat pembelajaran yang terdiri dari program satuan pelajaran, rencana pembelajaran, buku petunjuk guru, buku siswa, lembar kegiatan siswa yang akan dipelajari siswa dalam belajar kelompok, kelengkapan turnamen yang akan digunakan dalam turnamen akademik, dan test hasil belajar.

b. Penempatan Siswa dalam Tim
Setiap tim dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT sebanyak 4 – 6 siswa, yang terdiri dari siswa pandai, sedang, dan kurang. Selain itu dalam pembagian kelompok guru sebaiknya mempertimbangkan criteria lainnya misalnya jenis kelamin, latar belakang social, kinerja, suka atau tidak suka lainnya. Siswa rangking pertama pada setiap tim pada meja I, empat rangking berikutnya pada meja II, empat rangking berikutnya pada meja III dan seterusnya. Penempatan siswa pada meja turnamen dari contoh di atas tampak pada table I.
c. Penempatan Siswa Pada meja Turnamen
Dalam satu meja turnamen terdiri dari 3 sampai 4 siswa yang ber kompetensi dengan kemampuan setara dan sebaga wakil tim yang berbeda. Misalkan satu kelas yang terdiri atas 20 siswa terbentuk dalam 4 tim dan setiap tim 5 – 6 siswa, diinginkan dalam satu meja turnamen terdiri dari 3 – 4 siswa sehingga akan terdapat 6 meja turnamen. Lima meja masing – masing terdiri 4 siswa dan satu meja dengan 3 siswa.
Table 1
Contoh : Penerapan Siswa pada Meja Turnamen
No. Siswa Tim Meja Siswa pada turnamen Ke -
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Sam I 1
2 Maria II 1
3 Tom III 1
4 Kim IV 1
5 Ruth IV 2
6 Sylvia III 2
7 Liz II 2

Nomor – nomor meja turnamen hanya ada pada catatan guru, sewaktu mengumumkan kepada siswa nomor meja diganti misalnya dengan huruf atau dengan menyebut meja – meja tersebut dengan meja biru, meja merah, meja kuning dan lainnya sehingga siswa tidak tahu secara tepat bagaimana penempatan siswa yang dilakukan guru pada setiap meja turnamen.

3. Langkah dan Aktivitas Pembelajaran
Langkah – langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT mengikuti urutan berikut : pengaturan klasikal, belajar kelompok, turnamen akademik, penghargaan tim dan pemindahan atau bumping.
a. Pengaturan Klasikal dan Belajar Kelompok
Pembelajaran diawali dengan memberikan pelajaran selanjutnya diumumkan kepada siswa penugasan tim dan siswa diminta memindahkan bangku untuk membentuk meja tim. Kepada siswa disampaikan bahwa mereka akan bekerjasama dengan tim selama beberapa minggu, dan mengikuti turnamen akademik untuk memperolehatau menambah poin bagi nilai tim mereka, serta diberitahukan bahwa tim yang mendapat nilai tinggi akan menilai penghargaan.
b. Turnamen Akademik dan Penskoran
Kegiatan dalam langkah tuurnamen adalah persaingan pada meja turnamen dari 3 – 4 siswa berasal dari tim yang berbeda dengan kemampuan setara. Pada permulaan turnamen, diumumkan penetapan meja bagi setiap siswa. Siswa diminta mengatur meja turnamen dan menyuruh siswa menuju ke meja turnamen yang telah ditetapkan. Nomer meja turnamen dapat diacak. Setelah kelengkapan dibagikan turnamen dapat dimulai. Bagan dari putaran permainan dengan 3 orang dalam satu meja turnamen digambarkan sebagai berikut :

Pembaca

Untuk memulai game, siswa mengadakan undian untuk menentukan pembaca pertama, penantang I, dan penantang II. Urutan permainan searah jarum jam dari pembaca pertama. Selanjutnya pembaca pertama mengocok kartu yang paling atas. Dia kemudian membaca dengan keras pertanyaan yang ada pada kartu, dan membacakan kemungkinan jawaban jika jenis soalnya pilihan ganda. Misal seorang siswa mengambil kartu nomor 21, kemudian membaca dan menjawab pertanyaan tersebut. Pembaca kartu yang tidak yakin akan jawabannya diijinkan menebak tanpa hukuman.
Jika isi permainan memuat kasus maka semua siswa harus mengerjakan kasus tersebut sehingga mereka siap untuk menantang. Setelah pembaca memberikan jawaban,siswa disebelah kirinya (penantang) yang memiliki jawaban yang tidak sama menantang dan memberikan jawabanya. Jika dia lolos, atau jika penantang kedua memiliki jawaban yang berbeda dengan penantang pertama, penantang kedua boleh menantang.
Para penantang harus berhati –hati karena mereka harus mengemballikan kartu kemenangan (jika punya) di dalam kotak jika mereka menjawab salah. Ketika semua orang telah menjawab, menantang atau lolos, penentang kedua mengecek lembar jawab (ada pada guru) dan membaca jawaban yang benar. Pemain yang menjawab benar menyimpan kartu.jika kedua penantang menjawab salah, dia harus mengembalikan kartu kemenangan sebelumnya (jika ada).
Untuk putaran berikutnya, penantang I menjadi pembaca, penantang II menjadi penantang I dan pembaca menjadi penantang II, demikian seterusnya seperti yang ditentukan guru sampai waktu habis atau tumpukan kartu habis. Ketika permainan selesai, pemain mencatat jumlah kartu yang mereka menangkan pada lembar skor game pada kolom game 1 (table 2). Jika masih ada waktu, dan permainan dilanjutkan, siswa mengocok ulang tumpukan kartu dan bermain permainan kartu kedua sampai waktu berakhir. Selanjutnya catat nomor kartu yang dimenangkan pada kolom game 2 pada lembar skor game pada table 2.
Table 2
Lembar Skor Game TGT
Meja :………………….
Putaran :…………………
Pemain Team Game 1 Game 2 Game 3 Total harian Poin Putaran
Junot 5 6 11 20
Nia 13 9 22 60
Andi 10 11 21 40

Semua siswa harus bermain pada waktu yang sama. Sambil mereka bermain, pindah dari grup ke grup untuk menjawab pertanyaan dan yakinkan bahwa setiap orang memahami prosedur permainan. Sepuluh menit sebelum permainan baerakhir perintahkan siswa untuk berhenti dan menghitung kartunya. Kemudian mereka harus mengisi nama mereka, tim, skor pada lembar skor game seperti table 2.
Perintahkan siswa menambah skor yang mereka peroleh pada setiap game jika mereka bermain lebih dari satu kali, dan isilah dalam jumlah total skor harian mereka. Untuk siswa yang usianya lebih muda hanya mengumpulkan lembar skor, dan siswa yang usianya lebih dewasa suruh menghitung skor mereka sendiri, seperti ditunjukkan pada table 3, table 4, table 5 sebagai contoh menghitung poin turnamen untuk semua hasil turnamen.


Table 3
Menghitung Poin Turnamen Untuk Permaianan 4 Pemain
Tingkatan Skor Pemain Tidak Seri Seri Pada tingkat tinggi Seri pada tingkat sedang Seri pada tingkat rendah Seri pada 3 Tertinggi Seri pada 3 terendah Semua seri Seri untuk Rendah dan Tinggi
Tinggi 60 50 60 50 60 60 40 50
Tinggi
Sedang 40 50 40 40 50 30 40 50
Sedang
Rendah 30 30 40 30 50 30 40 30
Rendah 30 20 20 30 20 30 40 30

Table 4
Menghitung Poin Turnamen untuk Permaianan 3 Pemain
Tingkatan Skor Pemain Tidak Seri Seri untuk Tingkat Tinggi Seri untuk Tingkat Rendah Semua Seri
Tinggi 60 50 60 40
Sedang 40 50 30 40
Rendah 20 20 30 40

Table 5
Menghitung Poin Turnamen untuk Permainan 2 Pemain
Tingkatan Skor Pemain Tidak Seri Seri
Tinggi 60 40
Rendah 20 40



c. Pengakuan Tim
Untuk menghitung skor tim dan mempersiapkan sertifikat atau penghargaan lain, dilakukan langkah – langkah sebagai berikut :
1. Menghitung Skor Tim
Setelah selesai turnamen, menghitung skor tim dan mempersiapkan sertifikat atau penghargaan lain untuk tim dengan skor tinggi. Untuk melakukan ini ceklah poin turnamen pada skor permainan, kemudian pindahkan poin turnamen masing – masingpada lembar ringkasan pada masing – masing tim, tambahkan semua skor anggota tim dan bagilah nomor anggota tim yang hadir. Table 6 menunjukkan pencatatan dan penjumlahan skor untuk satu tim.

Table 6
Contoh : Lembar Ringkasan Skor Tim

Anggota Tim 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Mark 60 20 20 40
Kevin 40 40 20 60
Lisa A 50 20 40 60
John F 60 60 20 40
Dewanda 40 40 60 20
Total skor tim 250 180 160 220
Rata – rata tim 50 36 32 44
Penghargaan Super tim Good tim

2. Pencapaian Pengakuan Tim
Tiga tingkatan penghargaan pada TGT diberikan pada skor tim rata – rata. Tiga tingkatan penghargaan tersebut adalah sebagai berikut :

Skor rata – rata tim Penghargaan
40 Good Team
45 Great Team
50 Super Team

Tim yang mencapai criteria Great Team atau Super Team boleh diberi sertifikat penghargaan, sedangkan untuk Good Team sebaiknya diberi ucapan selamat saja di dalam kelas. Kemenangan bisa diumumkan di papanpengumuman di sekolah, bila perlu pasang foto mereka dan nama timnya. Hal ini akan memberi motivasi siswa untuk membantu teman timnya belajar.
d. Bumping
Menurut Slavin ( 1994 : 91 ), bumping atau penempatan kembali siswa pada meja turnamen baru harus dilakukan untuk mempersiapkan turnamen berikutnya. Melakukan bumping lebih mudah ketika sedang menghitung skor tim. Gambar 3 merupakan prosedurnya, table 7 menggambarkan lembar penempatan meja turnamen yang lengkap dimana menunjukkan bagaimana bumping bekerja setelah dua turnamen. Untuk menempatkan kembali siswa menggunakan langkah – langkah sebagai berikut :
1. Gunakan lembar skor game untuk mengidentifikasi skor tertinggi dan rendah pada masing – masing meja turnamen. Pada lembar penempatan meja turnamen, lingkarilah meja penempatan untuk semua siswa yang memiliki skor paling tinggi pada meja mereka. Jika ada skor sama untuk skor tinggi pada meja – meja, putarlah koin untuk memutuskan nomor mana yang akan dilingkari, jangan melingkari lebih dari satu nomor per meja. Pada table 7 memperlihatkan Tyrone, Maria, Tom, Carla, dan Ralp sebagai pemenang pada turnamen pertama, maka nomor meja mereka dilingkari pada kolom pertama. Tyrone, Liz, John F, Tanya, dan Ruth merupakan pemilik skor tertinggi pada turnamen kedua, maka nomor mereka dilingkari pada kolom kedua.
2. Garisbawahi nomor meja siswa yang mendapatkan skor lebih rendah, danlagi jika ada penyamaan untuk skor rendah pada beberapa meja, putarlah koin untuk memutuskan mana yang harus digaris bawahi, jangan menggarisbawahi lebih dari satu nomor per meja. Pada table 7 Sarah, John F, dan Sherly memiliki skor rendah pada meja mereka pada turnamen pertama.
3. Tinggalkan semua penempatan meja yang lain termasuk nomor untuk sisiwa yang absen
4. Pada kolom untuk turnamen berikutnya, transfer nomornya ssebagai berikut : jika nomornya dilingkari, kurangi 1 ( 4 menjadi 3 ). Maksudnya bahwa pemenang pada meja 4 akan bersaing minggu berikutnya pada meja 3, yaitu meja kompetisi yang lebih sulit. Perkecualiannya hanyalah 1 sisa 1, karena meja 1 adalah meja tertinggi. Jika nomornya digarisbawahi, naikkan 1 ( 4 menjadi 5 ), kecual meja terendah, dimana pemilik skor terendah pada masing – masing meja akan bersaing minggu depan pada meja yang kompetisinya tidak terlalu sulit. Jika mejanya tidak juga digarisbawahi, transferlah ke nomor yang sama.
Tim 1
  
Tim 2
  
Tim 3
  
Tim 4
  
Tim 5
  
Gambar 3 Bumping
Pada table 7 catatlah bahwa Tom pemilik skor tertinggi pada meja 3 pada turnamen pertama telah dipindah ke meja 2. Pada meja 2 dia memiliki skor terendah, maka untuk minggu ketiga turnamen dia akan bertanding pada meja 3 lagi. Sylvia pemilik skor sedang pada meja 3 pada turnamen pertama maka ia tetap di meja 3, kemudaian dia memiliki nilai rendah pada turnamen kedua dan pindah ke 4.
Table 7
Lembar Tabel Penempatan Turnamen
No. Siswa Tim
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Sam Orioles 1 1 2
2 Sarah Cougars 1 2 2
3 Tyrone Whis Kids 1 1 1
4 Maria Geniuses 2 1 1
5 Liz Orioles 2 2 1
6 John J Cougars 2 3 1
7 Sylvia Whis Kids 3 3 4
8 Tom Geniuses 3 2 3
9 John F Orioles 3 4 5
10 Tanya Cougars 4 4 3
11 Carla Whis Kids 4 3 3
12 Kim Geniuses 4 5 5
13 Carlos Orioles 4 4 4
14 Sherly Cougars 5 5 5
15 Ralph Whis Kids 5 4 4
16 Ruth Geniuses 5 5 4
Catatan : 3 menunjukkan pemilik skor tinggi meja 1
3 menunjukkan pemilik skor sedang meja 2
3 menunjukkan pemilik skor rendah meja 3

Hitunglah nomor siswa yang ditempatkan pada masing – masing meja untuk turnamen minggu depan. Kebanyakan meja terdiri dari 3 siswa, sebanyak 2 meja boleh berisi 4. Jika penempatan meja tidak berjalan semestinya karena mungkin ada siswa yang absent, buatlah perubahan sehingga tetap bekerja. Juga diperbolehkan merubah penempatan meja untuk menghindari satu meja yang berasal dari tim yang sama.
Catatlah bahwa table 7 Tyrone pemilik skor tertinggi dua kali pada meja 1 tetapi tidak berubah meja, karena tidak ada tempat yang lebih tinggi daripada meja 1. Sherly dan Kim pemilik skor terendah pada meja 5 tetapi tidak dipindah ke bawah karena meja 5 merupakan meja terendah.

e. Merubah Tim
Setelah 5 atau 6 minggu pelaksanaan TGT atau pada akhir periode penilaian atau unit, tempatkan siswa dengan tim baru.
f. Mengkombinasikan TGT dengan Aktifitas Lain
Menurut Slavin ( 1994 : 95 ), guru dapat menggunakan TGT untuk satu bagian dari pembelajaran dan metode lain untuk bagian lain. Missal, guru lain boleh menggunakan TGT satu minggu untuk masing – masing konsep dasar, tetapi gunakan latihan – latihan yang menggunakan laboratorium untuk dua hari berikutnya. Prosedur ini memberikan ide guru lebih baik untuk kemajuan siswa daripada turnamen saja. TGT sangat berguna dalam memberikan pemahaman bagi siswa pada materi yang dipelajari.
g. Penilaian
TGT tidak secara otomatis menghasilkan nilai yang dapat digunakan untuk menghitung skor individu. Kalau ini terjadi akan menjadi hal yang serius, pertimbangkan untuk menggunakan model lain sebagai pengganti TGT. Untuk menentukan nilai individual, banyak guru yang menggunakan TGT memeberikan mid test atau final test pada masing – masing semester, beberapa guru memberikan kuis setelah turnamen tidak dalam poin skor turnamen atau skor tim. Akan tetapi poin turnamen siswa atau skor tim dapat dibuat bagian kecil dari nilai mereka, atau jika sekolah dapat memberikan nilai terpisah agar supaya nilai ini dapat digunakan untuk nilai usaha.

Kebaikan dan kelemahan pembelajaran kooperatif tipe TGT
Kebaikan :
a. Dalam kelas kooperatif siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi dan menggunakan pendapatnya.
b. Rasa percaya diri siswa menjadi lebih tinggi.
c. Perilaku mengganggu terhadap siswa lain menjadi relative lebih kecil.
d. Motivasi belajar siswa menjadi lebih besar.
e. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, toleransi antara siswa dengan siswa antara siswa dengan guru.
Siswa dapat menelaah sebuah mata pelajaran atau pokok bahasan, bebas mengaktualisasikan diri dengan seluruh potensi yang ada dalam diri siswa tersebut dapat keluar. Selain itu kerjasama antar siswa dengan guru akan membuat interaksi belajar dalam kelas menjadi hidup dan tidak membosankan.

Kelemahan
a. Sering terjadi dalam kegiatan pembelajaran tidak semua siswa ikut serta mengembangkan pendapatnya.
b. Kekurangan waktu untuk proses pembelajaran.
c. Kemungkinan terjadi kegaduhan kalau guru tidak dapat mengelola kelas.
Guru yang kurang cerdas dalam mengelola kelas dan siswa akan menjadi penyebab kegagalan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT sebab dibutuhkan kecerdasan emosi untuk memotivasi siswa dalam mengaktualisasikan diri dan mengelola waktu dengan sebaik mungkin
Ciri khas yang membedakan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan metode pembelajaran kooperatif lainnya adalah adanya turnamen yang mempertandingkan antar kelompok.
DAFTAR PUSTAKA


Khasanah, nur.2006 Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Game Tournament (TGT) dan Numbered Head Together (NHT) terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa di SMP N 1 Padamara Purbalingga, Skripsi.

Kusno. 2005. Diktat Belajar Pembelajaran. Tidak Dipublikasikan. UMP: Purwokerto.




PENDEKATAN PEMBELAJARAN SAVI



A. PENDEKATAN PEMBELAJARAN SAVI
Menurut Meier (2004 : 91), Pendekatan SAVI merupakan pendekatan pembelajaran yang menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra dalam belajar. Pendekatan belajar ini memiliki empat unsur yaitu : belajar Somatis (belajar dengan bergerak dan berbuat). Belajar Auditori (belajar dengan mendengar dan berbicara) belajar Visual (belajar dengan mengamati dan menggambarkan), belajar Intelektual (belajar dengan memecahkan masalah dan merenung).

B. UNSUR-UNSUR PENDEKATAN PEMBELAJARAN SAVI
Adapun unsur-unsur pendekatan SAVI menurut Meier (2004 : 91-100) adalah sebagai berikut :
1. Belajar Somatis
Somatic berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh. Belajar somatis berarti belajar dengan indra peraba, kinetesis, praktis melibatkan fisik dan menggunakan tubuh sewaktu belajar secara berkala.
Meier juga menguatkan pendapatnya dengan menyampaikan hasil penelitian neurologis yang menemukan bahwa pikiran tersebut di seluruh tubuh. Jadi dari temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menghalangi pembelajar somatis menggunakan tubuh mereka sepenuhnya.
Untuk merangsang hubungan pikiran-tubuh, suasana belajar harus daat membuat siswa bangkit dan berdiri dari tempat duduknya dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu secara berkala. Misalnya dengan meminta siswa untuk melakukan kegiatan sebagai berikut : menjalankan pelatihan belajar aktif seperti simulasi dan permainan belajar, melakukan proyek yang memerlukan kegiatan fisik seperti siswa diminta maju ke depan untuk menyelesaikan soal yang belum selesai atau lengkap, melakukan tinjauan lapangan lalau ditilis, gambar dan membicarakan tentang apa yang mereka pelajari.

2. Belajar Auditori
Menurut Meier (2004 : 95), belajar Auditori merupakan cara belajar standar bagi semua orang sejak awal sejarah. Seperti kita ketahui sebelum manusia mengenal baca tulis banyak informasi yang disampaikan dari generasi ke generasi secara lisan misalnya mitos, dongeng-dongeng, cerita-cerita rakyat. Bangsa yunani kuno juga mendorong orang untuk belajar dengan suara lantang melalui dialog. Filosofi mereka adalah “jika kita mau belajar lebih banyak tentang apa saja, bicaralah tanpa henti”.
Beberapa siswa (terutama yang memiliki kecenderungan auditori yang kuat) belajar dari suara, fialog, membaca keras, membicarakan kepada orang lain apa yang baru mereka alami, mendengar atau pelajari.
Untuk menciptakan suasana pembelajaran yang dapat menarik bagi saluran auditori yang kuat dalam diri siswa yaitu dengan mencarikan cara untuk mengajak siswa membicarakan apa yang seang dipelajari, diantaranya yaitu meminta siswa untuk membaca keras-keras materi yang sedang dipelajari dari buku panduan atau papan tulis, mengajak siswa berbicara saat mereka memecahkan masalah, mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai ketrampilan dan sebagainya.

3. Belajar Visual
Menurut Meier (2004 : 97), setiap orang memiliki ketajaman visual yang sangat kuat. Hal ini dikarenakan didalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual dari pada semua indra yang lainnya. Lebih lanjut meier mengungkapkan bahwa beberapa siswa (terutama pembelajar visual) akan lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang dibicarakan guru atau sebuah buku. Seperti melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, gambar dari segala macam hal ketika mereka belajar.
4. Belajar Intelektual
Menurut Meier (2004 : 99), kata intelektual menunjukkan apa yang dilakukan siswa dalam pikirannya secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan mereka untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana dan nilai dari pengalaman tersebut. Lebih lanjut meier mendefinisikan intelektual sebagai pencipta makna dalam pikiran, sarana yang digunakan manusia untk berfikir, menyatukan pengalaman, menghubungkan pengalaman mental, fisik, emosional dan unuititif tubuh untuk membat makna baru bagian dirinya sendiri.
Aspek intelektual dalam belajar akan terlatih jika siswa diajak untuk terlibat dalam aktivitas seperti : memecahkan masalah, menganalisa pengalaman, mengerjakan perencanaan strategi melahirkan gagasan kreatif, mencari dan menjaring informasi, merumuskan pertanyaan., menerapkan gagasan baru dalam pekerjaan, menciptakan makna pribadi, serta meramalkan implikasi dari suatu gagasan.
Untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal dalam pembelajaran matematika makna keempat unsur tersebut harus ada, misalnya pada materi pokok bahasan statistik siswa diminta untuk melihat cara guru membuat diagram (V), siswa diminta mengamati dan menggambar diagram (S), siswa diminta untuk membicarakan diagram yang telah dibuat (A), kemudian siswa diminta untuk memahami diagram yang dibuat.
Adapun strategi/pendekatan yang dipilih dari beberapa strategi :
- Belajar akan efektif dalam keadaan “fun” (menyenangkan)
Ada berbagai teori tentang otak manusia. Salah satu teori tentang otak yang banyak dikupas dalam pendidikan adalah apa yang disebut oleh Dave Meier dalam bukunya., The Accelerated Learning Hand Book (Kaifa, 2004) sebagai Teori Otak Triune teori ini menyatakan bahwa otak manusia terdiri dari tiga bagian, yaitu otak reptil, otak tengah (sistim limbik), dan otak berpikir (neokorteks). Jika perasaan pembelajaran (siswa) dalam keadaan positif (gembira, senang) maka pikiran siswa akan “naik tingkat” dari otak tengah ke neokorteks (otak berpikir). Inilah yang dimaksud dengan belajar akan efektif. Sebaliknya, manakala perasaan siswa dalam keadaan negative (tegang, takut) maka pikiran siswa akan “turun tingkat” dari otak tengah menuju otak reptile. Pada situasi ini belajar tidak akan berjalan atau berhenti sama sekali.
- Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi. Sudah bukan zamannya lagi anak disuapi, tetapi ia harus menciptakan sendiri. Pembelajaran harus berpusat pada siswa, bukan berpusat pada guru. Oleh karena itu, pada saat merancang pembelajaran, guru harus memikirkan apa yang akan dilakukan siswa, bukan apa yang dilakukan guru. Apabila guru masih mempertahakan pembelajaran konsumtif dengan metode unggulannya ceramah, maka kemampuan siswa menurut Winarno Surakhmad (Fasilitator, Edisi I Tahun 2003), akan sedikit lebih tinggi dari kemampuan seekor monyet yang pandai.
- Belajar yang baik itu bersifat sosial. Tak perlu diragukan lagi manfaat yang akan dirasakan jika belajar dilakukan dalam kelompok. Berkali-kali riset dilakukan untuk membuktikan keefektifan belajar kelompok. Hasilnya memang selalu menunjukkan bahwa belajar akan lebih berhasil, bahkan keberhasilannya berlipat-lipat jika dilakukan secara kelompok ketimbang belajar secara individual.
- Belajar yang baik juga bersifat multi inderawi. Siswa belajar dengan gayanya masing-masing. Kita tidak dapat memaksanakan suatu gaya visual, gaya auditorial dan gaya kinestik. Dengan melibatkan seluruh indera dalam pembelajaran, semua gaya belajar itu akan terlayani. Kalau semua siswa terlayani, belajar akan berjalan efektif.
- Belajar terbaik dalam keadaan alfa. Sebagaimana stasiun pemancar radio atau televisi, otak manusia juga bekerja pada gelombang atau frekuensi tertentu. Ketika kita dalam keadaan terjaga atau sadar penuh, otak bekerja pada gelombang Beta. Manakala kita sedang waspada relaks, otak bekerja pada gelombang Alfa. Otak kita akan bekerja pada gelombang Theta jika kita mengangguk atau hampir tertidur. Dan pada saat tertidur pulas, otak kita bekerja pada frekuensi Delta. Mengapa belajar terbaik itu pada frekuensi Alfa? Karena sebagian besar memori kita disimpan di pikiran bawah sadar. Dan yang dapat menghantarkan memori ke pikiran bawah sadar adalah gelombang Alfa. Lalu bagaimana mencapai kondisi Alfa? Dengan meditasi atau dengan mendengarkan musik.
(Suyipno, Guru SD Negeri Sumberanyar II Kecamatan Paiton)

C. LANGKAH-LANGKAH PENDEKATAN PEMBELAJARAN SAVI
Langkah-langkah pelaksanaan pendekatan SAVI adalah sebagai berikut :
1. Belajar Visual
Dekorasi warna-warni menciptakan suasana pembelajaran lebih Visual guru dapat menerapkan kegiatan seperti berikut :
a. Menyampaikan materi dengan bahasa tubuh yang dramatis.
b. Dalam memberikan contoh disampaikan dengan cerita yang hidup.
c. Meminta siswa untuk mengamati contoh-contoh yang disampaikan.
d. Meminta siswa untuk berkreasi dalam membuat catatan

2. Belajar Auditori
Guru menciptakan suasana pembelajaran yang dapat menarik bagi saluran auditori yang kuat dalam diri siswa yaitu dengan mencarikan cara mengajak siswa membicarakan apa yang sedang dipelajari diantaranya yaitu :
a. Menyampaikan materi dengan suara yang keras dan jelas sehingga siswa dapat mendengar dengan baik.
b. Meminta siswa untuk membaca keras-keras materi yang sedang dipelajari dari buku pelajaran atau papan tulis.
c. Mengajak siswa membaca satu paragraf atau kalimat matematika lalu meminta siswa menguraikan dengan kata-kata sendiri setiap paragraf atau kalimat matematika yang mereka baca dengan suara yang keras.
d. Menceritakan kisah-kisah yang mengandung materi pembelajaran yang terkandung di dalam buku yang dibaca siswa.
e. Meminta siswa untuk mengulangi jawaban atau pernyataan yang telah disampaikan.
f. Mengajak siswa berbicara saat mereka memecahkan masalah, mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai ketrampilan, dan sebagainya.

3. Belajar Somatis
Pembelajaran yang dapat merangsang hubungan pikiran tubuh, suasana belajar harus dapat membuat siswa bangkit dan berdiri dari tempat duduknya dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu secara berkala. Misalnya dengan meminta siswa untuk melakukan kegiatan sebagai berikut :
a. Mendapatkan pengalaman lalu membicarakannya dan merefleksikannya.
b. Menjalankan pelatihan belajar aktif seperti simulasi dan permainan belajar.
c. Melakukan proyek yang memerlukan kegiatan fisik seperti siswa diminta maju kedepan untuk menyelesaikan soal yang belum selesai atau lengkap.
d. Melakukan tinjauan lapangan lalu ditulis, gambar dan membicarakan tentang apa yang mereka pelajari.

4. Belajar Intelektual
Untuk menciptakan belajar intelektual dalam pembelajaran maka diperlukan suatu kegiatan yang dapat merangsang kemampuan intelektual dalam belajar akan terlatih jika siswa diajak untuk terlihat dalam aktivitas seperti berikut :
a. Memcahkan masalah
b. Menganalisa pengalaman
c. Mengerjakan perencanaan strategi
d. Melahirkan gagasan kreatif
e. Mencari dan menyaring informasi
f. Merumuskan pertanyaan
g. Menerapkan gagasan baru dalam pekerjaan
h. Menciptakan makna pribadi
i. Meramlkan implikasi dari suatu gagasan

D. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN SAVI
Pembelajaran dalam pendekatan SAVI memiliki Kelebihan dan Kelemahan diantaranya seperti berikut :
1. Kelebihan
a. Siswa tidak mudah lupa karena siswa membangun sendiri pengetahuannya.
b. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena siswa merasa diperhatikan sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika.
c. Memupuk kerjasaa karena siswa yang lebih pandai diharapkan dapat membantu yang kurang pandai.
d. Siswa akan lebih termotivasi untuk belajar lebih baik.
e. Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat dan berani menjelaskan jawabannya.

2. Kelemahan
a. Karena siswa terbiasa diberi informasi terlebih dahulu sehingga siswa kesulitan dalam menemukan jawaban ataupun gagasannya sendiri.
b. Membutuhkan waktu yang lama terutama bila siswa yang lemah.
c. Membutuhkan perubahan agar sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu.
d. Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi atau memberi nilai.


KESIMPULAN

Pendekatan SAVI merupakan pendekatan pembelajaran yang menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra dalam belajar. Pendekatan SAVI memiliki empat unsur diantaranya : belajar somatik, belajar auditori, belajar visual dan belajar intelektual. Dan pendekatan SAVI memiliki langkah-langkah yaitu langkah yang pertama belajar visual, yang kedua belajar auditori, langkah ketiga belajar somatis dan yang keempat belajar intelektual. Disamping memiliki unsur dan langkah-langkah, pendekatan SAVI ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan pendekatan pembelajaran SAVI diantaranya : siswa tidak mudah lup karena siswa membangun sendiri pengetahuannya, suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena siswa merasa diperhatikan sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika, memupuk kerjasama karena siswa yang lebih pandai diharapkan dapat membantu yang kurang pandai, siswa akan lebih termotivasi untuk belajar lebih baik, melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat dan berani menjelaskan jawabannya. Sedangkan kelemahan dari pendekatan pembelajaran SAVI adalah karena siswa terbiasa diberi informasi terlebih dahulu sehingga siswa kesulitan dalam menemukan jawaban ataupun gagasannya sendiri, membutuhkan waktu yang lama terutama bila siswa yang lemah, membutuhkan perubahan agar sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu, dan belum ada pedoman penilaian sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi.


DAFTAR PUSTAKA


Meier,D.2004. The Accelerated Learning hand book. Bandung : Kaifa

http://www.ekuator.web.id/katalog.see.p?id=3048

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1005/08/1105.htm

http://www.probolinggo.go.id/kontenphp?nama:artikeldanop:detail_artikeldanid= 25. Artikel dan Riset Pembelajaran harus Fun dan Mengembangkan Potensi Siswa



MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING
(PENGAJUAN SOAL)


A. Pendahuluan
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan bagi pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajaran mengajar (Soekamto, 1997:78).
Pada prinsipnya model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal secara mandiri). dalam kgiatan pembentukan soal ini guru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengontruksikan sesuai dengan perkembangan kemampuan berpikirnya.
Untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang model pembelajaran problam posing, penerapan model pembelajaran problem posing. Batasan mengenai makna pembentukan soal, cara untuk mengubah sebuah soal menjadi soal baru.

B. Pengertian Problem posing
Model pembelajaran problem posing mulai dikembangkan ditahun 1997 oleh Lyn D. English dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Selanjutnya model ini dikembangkan pula pada pelajaran lainnya.
Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, menurut kamu bahasa Inggris-Indonesia problem berarti masalah (soal) dan posing berasal dari to pose yang berarti mengajukan, membentuk. Sedangkan menurut Suryanto problem posing merupakan istilah bahasa Inggris sebagai padan katanya digunakan istiah “pembentukan soal”.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing merupakan suatu pendekatan yang efektif karena kegiatan problem posing itu sesuai dengan pola pikir matematis dalam arti:
a. Pengembangan matematika sering terjadi dari problem posing.
b. Problem posing merupakan salah satu tahapan dalam berfikir matematis.
Dalam problem posing, relasi yang dihidupkan bukanlah menolong melainkan dialogis. Dalam relasi dialogis ini para murid tidak diperlukan sebagai obyek dan guru tidak diakui sebagai satu-satunya subyek. Keduanya mempunyai posisi yang sejajar.
Perubahan pesat, cepat dan luar biasa yang terjadi dalam berbagai segi ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan profesi merupakan ciri dari apa yang akan berlangsung di masa depan. Pendidikan matematika akan memainkan peranan penting untuk mempersiapkan individu dan masyarakat dalam mengantisipasi perubahan-perubahan tersebut. Kebutuhan masyarakat akan pemahaman matematika di era penuh perubahan tersebut akan terus meningkat sehingga menuntun penguasaan pengetahuan maupun kemampuan baru. Dengan demikian, dibutuhkan kemempuan adaptability yang cukup tinggi bagi individu dan masyarakat. Mengingat tuntutan penguasaan pengetahuan dan kemempuan baru ini, pembelajaran dan evaluasi matematika seharusnya dapat meningkatkan kesadaran dan kontrol diri siswa untuk membangun kemampuan belajar matematika akan hal-hal yang baru.
Untuk mengembangkan motivasi, kesadaran, control diri, dan kreatifitas siswa dalam belajar matematika sesuai dengan tuntutan era yang penuh perubahan maka harus dikembangkan pembelajaran matematika yang tidak hanya mentransfer pengetahuan kepada siswa tetapi juga membantu siswa untuk mencerna dan membentuk pengetahuan mereka sendiri serta memberdayakan mereka untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Matematika adalah pelajaran tentang ide atau konsep serta hubungan yang ada diantara ide atau konsep tersebut. Hubungan antara ide atau konsep dalam matematika, tidak cukup hanya dihapalkan tetapi harus dipahami secara bermakna melalui suatu proses bernalar (reasoning), proses berkomunikasi secara matematika, proses kaitan matemati kasecara inter disipliner serta aktivitas pemecahan masalah.
Matematika menggunakan simbol-simbol bahkan dikatakan bahwa matematika adalah permainan dengan simbol-simbol yang dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan (Herman Weyle, 1963:55). Simbol-simbol ini sangat diperlukan dalam matematika karena dengan simbol ini kaiotan antara konsep dengan konsep lain dapat lebih mudah dijelaskan. Belajar matematika dengan sendirinya membutuhkan kemampuan memanipulir simbol-simbol yang ada untuk memecahkan soal matematika. Pemahaman yang kurang tentang fungsi dan peranan simbol serta kaitan yang ada antar simbol, jelas akan menimbulkan kesulitan dalam mengkomunikasikan idea matamatika. Menerjemahkan permasalahan dalam model-model matematika dengan menggunakan simbol akan membantu dalam pemecahan masalah maematika.
Prestasi belajar matematika merupakan salah satu ukuran tingkat keberhasilan siswa setelah menjalani proses belajar. Keberhasilan in biasanya siukur dalam jangka waktu tertentu misalnya beberapa kali pertemuan, satu catur wulan atau satu semester bahkan setelah lulus pada tingkat akhir. Bloom mendefinisikan hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotor (Bloom, 1981:7). Prestasi belajar dalam penenlitian ini difokuskan pada aspek kognitif.
Jenjang kognitif terdiri atas enam tahap yang tersususn mulai dari kemampuan berpikir yang paling sederhana menuju kemampuan berpikir kompleks yang merupakan suatu kontinum. Keenam tahap berpikir tersebut adalah pengetahuan (recall of information), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (syntesis), dan evaluasi (evaluation). Tahap-tahap ini sering kali disebut dengan jenjang kognitif.
(www.indonesiatelecenter.net.)


C. Langkah-Langkah Pembelajaran Problem Posing
Penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut:
1. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa. Penggunaan peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.
2. Guru memberikan latihan soal secukupnya berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh guru.
3. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 butir soal yang menantang,siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok.
4. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
5. Guru memberikan tugas rumah secara individual.

D. Batas Mengenai Makna Pembentukan Soal
Menurut Silver dan Cai (1996) batasan mengenai makna pembentukan soal yaitu:
1. Perumusan ulang soal yang ada dengan perubahan agar menjadi lebih sederhana dan mudah di pahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit.
2. Perumusan/pembentukan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan yang lain.
3. Perumusan/pembentukan soal dari kondisi yang tersedia, baik dilakukan sebelum. ketika atau sesudah penyelesaian soal.

Styanova (1996) menyatakan bahwa kondisi dalam pembentukan soal dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Kondisi bebas adalah jika kondisi terebut memberi kebebasan sepenuhnya kepada siswa untuk membentuk soal, karena siswa tidak diberi kondisi yang harus dipatuhi.
2. Kondisi semi terstruktur adalah jika siswa diberi kondisi terbuka kemudian siswa diminta mencari atau menyelidiki kondisi tersebut dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya.
3. Kondisi terstruktur adalah jika kondisi yang digunakan berupa soal atau penyelesaian soal.
Pembelajaran matematika melelui latihan membentuk soal diharapkan merupakan pendekatan yang efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal matematika. Menurut PPPGMK (1999 :5) dijelaskan bahwa:
1. Adanya korelasi positif antara kemampuan membentuk soal dan kemampuan membentuk masalah.
2. Latihan membentuk soal merupakan yang efektif untuk meningkatkan kreatifitas siswa dalam memecahkan masalah.
Untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam membentuk soal, guru memberikan beberap contoh dengan cara berikut (PPPGM, 1999:6-7):
1. Membentuk soal dari soal yang sudah ada, atau memperluas soal yang sudah ada.
2. Membentuk soal dari situasi atau gambar di majalah atau surat kabar, atau membuat soal mengenai benda-benda konkrit yang dapat di kutak-katik.
3. Membuat soal terbuka.
4. Membuat sejumlah soal yang mirip tetapi dengan taraf kesulitan yang berbeda dan berfariasi.

E. Cara untuk Mengubah Sebuah Soal Menjadi Soal Baru
Setiap soal dapat menjadi bibit untuk soal-soal baru, yakni dengan mengubah, menambah atau mengganti satu lebih karakteristik soal yang terdahulu. Berikut beberapa cara untuk mengubah sebuah soal menjadi soal baru:
1. Change the nubers
Salah satu cara membuat soal dari soal yang sudah ada dengan mengubah angka. Cara ini merupakan cara yang paling nyata untuk mengubah soal menjadi soal baru.
2. Change the operation
Cara lain membuat soal dari soal yang sudah ada adalah dengan mengubah operasi hitungnya. Misal dari penambahan diganti menjadi pengurangan diganti penambahan, penambahan diganti perkalian, perkalian di ganti penambahan, perkalian di ganti pembagian, pembagian di ganti perkalian, dan sebagainya.

Menurut NCTM (www.google.com) siswa seharusnya diberi kesempatan untuk membuat soal sendiri. Pembuatan soal baru tersebut bisa dari kondisi yang telah disediakan atua dengan memodifikasi soal yang sudah ada.

“Problem posing is of central important in the discipline of matematics and in the nature of mathematical thinking” (www.google.com). Pernyataan di atas menunjukkan bahwa dalam pembelajaran matematika, pembentukan soal menempati posisi yang strategis. Pembentukan soal dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika dan dalam sifat pemikiran penalaran matematika.

F. Manfaat Model Pembelajaran Problem posing
Adapun manfaat dari belajar dengan problem posing adalah memberi penguatan terhadap konsep yang diajarkan dan memperkaya konsep-konsep matematika. Dengan demikian kekuatan-kekuatan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut:
1. Memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya konsep-konsep dasar melalui pembelajaran mandiri.
2. Melatih siswa meningkatkan kemampuan individu.
3. Orientasi pembelajaran adalah infestasi dan penemuan yang ada dasarnya adalah pemecahan masalah.

Untuk dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menempatkan konsep matematika dari model problem posing ini dapat dikiembangkan dan dimodifikasi dimana siswa bukan hanya membuat soal dan menyelesaikan saja tetapi setiap siswa akan mengerjakannya soal-soal yang telah dibuat oleh siswa lain.



G. Kelabihan dan Kelemahan Problem posing
1. Kelebihan
o Menumbuhkan daya kritis dan analis siswa dalam konsep berpikir.
o Meningkatkan daya kreatifitas dan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
o Menumbuhkan keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sebab siswa sebagai puasat pembelajaran.
o Meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat soal berdasarkan pengalaman yang mereka miliki.
berdasarkan penelitian eksperimental dengan mengambil 120 siswa SMU di DKI secara ”multi stage random sampling”, beliau mengungkapkan bahwa:
o Prestasi belajar matematika siswa yang diberi pendekatan problem posing adalah lebih tinggi dari pada yang tanpa problem posing.
o Prestasi belajar matematika siswa yang memiliki meta kognisi tinggi adalah lebih tinggi daripada yang memiliki metakognisi sedang dan rendah.
o Terdapat pengaruh interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan metakognisi siswa terhadap prestasi belajar matematika.
o Secara univariat, ternyata hanya jenjang aplikasi dan evaluasi yang mendapat pengaruh secara signifikan sebagai efek dari pendekatan pembelajaran.(Kadir: 2004: 1-3)

2. Kelemahan
o Siswa akan merasa kesulitan dalam proses pembelajaran jika menemui tipe soal yang baru, karena siswa di tuntut untuk bisa mengembangkan soal sendiri.
o Proses pembelajaran akan berjalan kurang efektif, dikarenakan waktu yang diberikan untuk membuat soal bagi siswa itu terbatas.
o Dapat menimbulkan (berpotensi) terjadinya kesalahpahaman pada siswa dalam memahami konsep, jika siswa tidak bisa memahami dan membentuk soal yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Kadir, 2004. Pengaruh Pendekatan Problem Posing Tterhadap Prestasi Belajar Jenjang Pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi, dan Evaluasi ditionjau dari Metagognisi Siswa SMU di DKI Jakarta. www.indonesiatelecenter.net. 20 september 2007

PPPGM, 1999. Pembelajaran Matematika Yang Aktif Efektif. Yogyakarta:Pusat penalaran Guru Matematika.

Soekamto Toeti, 1999. Teori Belajar dan Moel Pembelajaran. Jakarta.

Suyitno Amin,. 2004. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematik 1.Jakarta



PEMBELAJARAN KOLABORATIF


A. Strategi Pembelajaran Kolaboratif
Pembelajaran kolaboratif adalah suatu pembelajaran yang berasaskan pada pembelajaran kooperatif. Untuk mewujudkan pembelajaran kolaboratif, cara yang mudah adalah dengan menjalankan pembelajaran kooperatif dimana guru dapat mengawal lebih banyak dalam kelas.Apabila pelajar-pelajar membiasakan diri dengan cara bekerja sama, saling bergantung antara satu sama lain untuk memperoleh ilmu, mereka akan berkembang menjadi pelajar-pelajar yang kolaboratif.
Pendekatan ini menekankan proses penyiasatan dan inkuiri. Pelajar akan melibatkan diri dalam aktivitas menjawab soal terbuka agar kemahiran inkuiri dapat dibina. Pendekatan ini akan membolehkan pelajar berpeluang untuk menambahkan pengetahuan dan kepahaman dan pada masa yang sama membina kemahiran (www.stsi-ska.ac.id/unit/pa2i/buletin/buletin8.htm). Dalam proses pengajaran dan pembelajaran secara kolaboratif, interaksi yang terjadi adalah antara pelajar dan bahan pengajar, pelajar dengan pelajar, dan pelajar dengan tenaga pengajar. Schrage (1990 )menyatakan pembelajaran kolaboratif melebihi aktifitas bekerja sama karena ia melibatkan kerja sama hasil penemuan dan hasil yang di dapati daripada pembelajaran baru. Menurut Jonassen (1996), pembelajaran secara kolaboratif dapat membantu pelajar membina pengetahuan yang lebih bermakna jika di bandingkan dengan pembelajaran secara individu. Dengan menjalankan aktivitas dan proyek pembelajaran secara kolaboratif secara tidak langsung kemahiran-kemahiran seperti bagaimana berkomunikasi akan di pelajari oleh pelajar. Pendekatan ini memungkinkan peserta untuk bekerja dengan kolega dalam ruang kelas virtual, e-lab dan sesi-sesi kolaboratif untuk membangun kesadaran realtime dengan pembentukan tim dan kompertensi online secara langsung. Hal ini bersifat thereaded – artinya, tidak ada pakar yang menetapkan scenario dan secara terus menerus memantau diskusi. Belajar kolaboratif mengandung ajaran nilai-nilai perdamaian, hak-hak azasi manusia, demokrasi dan pembangunan yang berkelanjutan. Dalam konsep belajar kolaboratif dijelaskan bahwa pencairan dan konstruksi pengetahuan meurpakan sebuah proses yang memadukan aktivitas intelektual, social dan emosional secara dinamis (www.stsi-ska.ac.id/unit/pa2i/buletin/buletin8.htm).

B. Strategi Pembelajaran Koperatif
Pembelajaran koperatif adalah satu pendekatan pembelajaran yang melibatkan kumpulan atau pelajar. Ia menggunakan strategi rangkaian komputer untuk menyiapkan tugas yang bebas dari kekangan waktu, jarak dan tempat. Konsep kerjasama dan dalam kumpulan telah diperankan oleh Johnson (1991) dan Salvin (1983). Mereka percaya bahwa pelajar yang belajar secara bekerjasama dalam kelompok akan dapat belajar dengan lebih baik dan berupaya meningkatkan prestasi mereka. Menurut Steven, ia mendapati bahwa pembelajaran koperatif telah dapat meningkatkan motivasi pelajar semasa pembicaraan dalam kumpulan. Hasil dari peningkatan motivasi yang ditunjukkan mereka akan menyebabkan pelajar lebih berminat kepada perisian yang sedang dipelajari. Melalui pendekatan koperatif juga pelajar dari pelbagai kebolehan bekerjasama dalam kumpulan kecil untuk mencapai satu tujuan yang sama. Sasarannya adalah tahap pembelajaran yang maksimal bukan saja untuk diri sendiri, tetapi untuk teman-teman yang lain.
Dalam pembelajaran kolaboratif, pelajar akan melaksanakan aktivitas pelajarnya yang meliputi :
1. Saling bergantung antara satu sama lain secara positif.
2. Saling berinteraksi secara tatap muka.
3. Akuntabiliti individu atau pembelajaran diri sendiri.
4. Kemahiran koperatif.
5. Pemrosesan kumpulan.
Individu dalam kelompok dikehendaki menunjukkan kepahaman masing-masing dan memainkan peranan berbeda bergilir-gilir. Ia juga akan menggalakkan pelajar berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Cara pembelajaran yang melibatkan interaksi atau keterlibatan individu ini menyumbangkan kadar pemahaman yang tinggi. Pembelajaran secara aktif ini akan memberikan kesan yang lebih dibandingkan pembelajaran secara pasif, ajaran akan diberi kepada individu dan dalam aktivitas yang dijalankan. Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme (http://Saungwali. Wordpress.com/2007/05/03/teori dan strategi pembelajaran).

C. Persamaan Antara Pembelajaran Kooperatif Dengan Pembelajaran Kolaboratif
1. Keduanya bersetrategi mementingkan pembelajaran aktif
2. Dalam kedua situasi, guru hanya berperan sebagai fasilitator
3. Dalam pembelajaran kolaboratif dan kooperatif ,pengajaran dan pembelajaran di alami oleh guru dan murid.
4. Keduanya bersetrategi memantapkan kemahiran kognitif yang berorientasi tinggi.
5. Dalam kedua situasi, pelajar berperan memikul tanggung jawab atas pembelajaran dirinya sendiri.
6. Kedua pembelajaran menghendaki pelajar menyampaikan ide dalam kumpulan kecil.
7. Kedua-duanya membangunkan kemahiran sosial dan pembinaan kelompok.
8. Kelompok pembelajaran telah menolong meningkatkan kemampuan pelajar dan ingatan pengetahuan.
9. Kedua-duanya digunakan keberbagai pelajar.


Pembelajaran kooperatif
1. Pelajar menerima pelatihan dalam kemahiran berkumpul dan bersosial
2. Aktifitas distrukturkan di mana setiap pelajar memainkan peranan spesifik
3. Guru hanya memantau, mendengar ,dan mencampurtangan kegiatan kumpulan jika diperlukan saja.
4. Pelajar dikehendaki mengantarkan hasil kerja di akhir pelajaran untuk dinilai.
5. Pelajar-pelajar menilai prestasi individu dan kumpulan dengan di bimbing oleh guru


Pembelajaran kolaboratif
1. Mendapat kepercayaan bahwa pelajar telah memiliki kemahiran sosial yang di kehendaki.Mereka dikehendaki membangun kemahiran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2. Pelajar-pelajar merundingkan dan mengorganisasikan usahanya sendiri.
3. Aktifitas kumpulan tidak dipantau oleh guru. Jika timbul persoalan ,persoalan itu dijawab oleh kelompok itu sendiri .Guru Cuma sebagai pembimbing menyelesaikan persoalan.
4. Pelajar menyimpan daftar kerja untuk kerja-kerja selanjutnya.
5. Pelajar-pelajar menilai prestasi individu dan kumpulan tanpa di bimbing oleh guru.


E. Pembelajaran Kolaboratif Versus Kooperatif Dalam Pembelajaran Interaktif

Pembelajaran Premis Implikasi Pembelajaran
Kolaboratif Suatu filsafat interaksi dan gaya hidup personal yang setiap individu bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakan, termasuk pembelajaran dan menghargai kemampuan dan kontribusi sejawatnya 1. Kelompok mengasumsikan bahwa jawaban atas pertanyaan yang di ajukan dosen menjadi tanggung jawab bersama.
2. Mahasiswa menentukan jikalau mereka memiliki cukup informasi untuk menjawab pertanyaan yang di ajukan.
3. Jikala tidak ,maka mereka mengidentifikasi sumber-sumber lain, seperti jurnal, buku, vidio, internet, dan lain-lain.
4. Kerja perolehan bahwa sumber ekstra harus didistribusi di antara anggota kelompok oleh anggota kelompok.
5. Kelompok akan memutuskan seberapa banyak alasan yang dapat mereka identifikasi
6. Dosen tidak akan mengkhususkan pada suatu jumlah tertentu, tetapi akan membantu kemajuan masing-masing kelompok dan memberikan saran tentang pendekatan setiap kelompok dan data yang dihasilkan.
7. Dosen akan menyediakan konsultasi dan akan memfasilitasi proses dengan menerapkan laporan kemajuan dari kelompok, memfasilitasi kelompok mendiskusikan tentang dinamika kelompok, membantu dengan resolusi konflik, dll.
8. Produk akhir ditentukan oleh masing-masing kelompok, setelah konsultasi dengan dosen .sarana penilaian kinerja kelompok juga akan dinegosiasi oleh setiap kelompok dengan dosen.
9. Beberapa kelompok mungkin akan memutuskan menganalisis permasalahan tertentu ,sebagai mana yang dilakukan kelompok, dari model kooperatif, atau mereka mungkin mencoba memunculkan jawaban yang aru sama sekali.
10. Proses ini memungkinkan suatu hasil akhir yang sngat bersifat terbuka (open ended) seraya menjaga fokus keseluruhan tujuan.
11. Mahasiswa mengembangkan kepemilikan yang sangat kuat terhadap proses dan tanggung jawab secara positif terhadap kenyataan bahwa mereka hampir sepenuhnya diberi tanggung jawab penuh berkaitan dengan problem yang di hadapi padanya dan mereka memiliki masukan yang berarti dalam penilaian.

Melalui model kolaboratif ,para dosen setidaknya dapat membantu mahasiswa dalam:
1. Belajar bekerja dengan sukses sebagai bagian dari anggota tim.
2. Mengembangkan keterampilan dan meningkatkan kualitas kerja dealam tim yang sangat penting bagi kemampuan berkolaborasi ketika nantinya sudah memasuki dunia kerja (Davis &Miller,1996). Artikel ini memfokuskan pada setrategi-seterategi yang dapat digunakan secara evektif untuk membimbing mahasiswa melalui proses kolaboratif .Setrategi yang dapat ditempuh adalah kelas dibagi beberapa tim dan tiap-tiap tim itu di tugaskan untuk melakukan riset sederhana untuk kemudian dievaluasi dan didiskusikan kembali di dalam kelas.(McCahon &Levelle,1998)

F. Pembelajaran Kolaboratif di Perguruan Tinggi
Kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan kerja kolaboratif sangat penting bagi mahasiswa karena merupakan kebutuhan mendasar untuk meraih sukses kelak di masyarakat yang kondisinya begitu beragam.
Dosen sebagai fasilitator belajar perlu memahami kondisi yang memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki mahasiswa dan mencari strategi pembelajaran yang memenuhi ragam kebutuhan belajar menurut latar individu mahasiswa secara sinergis.
Robert E. Slavin dan nancy A. Madden (Zamroni, 2000:146) telah membuktikan bahwa kerjasama menghasilkan rasa percaya diri, dan mampu mengembangkan saling percaya di antara sesame individu maupun kelompok.
Dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi, para mahasiswa diperkenalkan dengan suatu konsep bahwa keberhasilan lebih merujuk pada kompetisi (competition) daripada kooperasi (cooperation). Keberhhasilan lebih merupakan hasil dari kemandirian (independence) ketimbang saling-ketergantungan (interpedence). Pandangan seperti ini bahkan masih berkembang di kalangan pakar psikologi. Padahal, di Negara-negara maju konsep seperti ini sudah banyak ditinggalkan. Stephen R. Covery (1989) dalam bukunya yang meraih Bestseller yang berjudul “The Seven Habist of Highly effective People” telah memperkenalkan bahwa dalam paradigma manajemen modern dan kehidupan modern justru yang paling tinggi adalah interpendensi. Tahapannya adalah yang paling rendah adalah ketergantungan (dependence) . Pergeseran konsep seperti ini sangat bias dipahami karena semakin terspesialisasinya bidang-bidang ilmu sehingga untuk menghasilkan suatu produk, manajemen produk harus mampu mengkolaborasikan secara serasi intarspesialisasi bidang ilmu yang ada.
Proses pembelajaran yang menekankan pentingnya kooperatif daripada kompetisi serta saling ketergantungan daripada kemandirian ini juga ditekankan oleh Flynn (1995) serta graham dan graham (1997). Mereka menegaskan bahwa jika kompetisi yang dikembangkan, maka hal ini ada kecenderungan dapat mengarahkan mahasiswa pada pikiran dan perasaan tidak segan untuk menyerang orang lain. Sementara itu, pengembangan kooperasi dan interpendensi justru dapat mengembangkan kemampuan menghadapi tantangan, kepemimpinan, dan manajemen yang sangat diperlukan jika kelam mereka sudah memasuki dunia kerja. (Flynn, 1995: Graham 7 Graham, 1997).
Jumlah mahasiswa yang cukup banyak untuk suatu mata kuliah ketrampilan (skill, yaitu sebanyak 40 mahasiswa perkelas atau lebih menghadapi kendala dalam menangani problem mahasiswa di kelas yang meliputi kemampuan mereka dalam mengirganisasi gagasan, pemberian umpan balik, dan kemandirian mahasiswa (student learning autonomy). Hal ini juga diakibatkan rendahnya kemampuan mahasiswa dalam menuangkan gagasannya secara kohesif dan runtut sebagaimana ditunjukkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Mauly (2003).
Usaha untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan antara lain dengan memberikan penjelasan yang cukup secara teoritis. Pada mata kuliah skill, memberikan contoh dan penjelasan yang lengkap tidaklah cukup. Pemberian umpan balik diperlukan dan sangat berperan dalam perbaikan karya tulis mahasiswa. Namun demikian, pemberian umpan balik secara perseoirangan sangat memakan waktu. Mahasiswa lainnya terjadi ketika pengajar mencoba memberikan umpan balik berdasarkan kesalahan umum yang dibuat mahasiswa, hal ini tidak membantu meningkatkan kesadaran mahasiswa terhadap kekurangan mereka.
Hal ini dikarenakan selama ini pengajaran lebih terfokus pada produk bukan pada proses. Sementara itu pendekatan yang dianggap terbaik untuk saat ini adalah pendekatan proses. Dengan lebih menekankan pada proses diharapkan mahasiswa akan lebih mandiri dan memahami langkah-langkah yang tepat.
Mengenai kemandirian siswa dalam belajar (learning autonomy), Benson dalam nunan (2003) mendefinisikan kemandirian mahasiswa sebagai kemampouan untuk mengawasi (pembelajarannya sendiri. Dengan demikian kemandirian belajar mencerminkan kesadaran mahasiswa untuk memenuhi kebutuhannya dalam belajar. Sementara itu Little (1991) dalam Nunan (2003) mengatakan bahwa learning autonomy adalah kemampuan untuk ‘berdiri sendiri, refleksi kritis, membuat keputusan, dan bertindak mandiri”. Dengan demikian, mahasiswa menyadari bahwa sebagai pembelajar, ia harus bertanggung jawab atas kebutuhannya untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu.
Kesempatan belajar tentang kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan kerja kolaboratif bagi mahasiswa calon guru semestinya harus sudah dikembangkan dalam kuliah agar dapat ditumbuh-kembangkan perilaku kecakapan ini dan ditransfer menjadi kompetensi yang handal tatkala mereka mengembangkan profesi sebagai guru. Dalam pemikiran Bruner, 1966; Gagne, 1977; dan Rigney, 1978 (Reigeluth, 1983: 361) dalam strategi kognitif kemampuan ini harus diaktifkan dalam pembelajaran, karena termasuk dalam kecakapan berpikir (thinking skills) dan kecakapan belajar (learning skills).
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa interaksi belajar siswa berjalan cukup baik. Hal ini dikarenakan mereka dengan mudah memahami apa yang harus dikerjakan berdasarkan pengalaman memberikan respond an kemandirian untuk menilai apa yang dilakukan. Aktivitas belajar mahasiswa secara fisik dan psikis dalam lima siklus meningkat.
1. Kemandirian mahasiswa
Kemandirian siswa pada siklus ini pada umumnya sudah meningkat dibandingkan dengan pertemuan pertama. Siswa mulai mengevaluasi hasilnya sendiri berdasarkan masukan dari temannya. Dosen memberikan dorongan pada mereka untuk memperbaiki sebelum diserahkan kepada dosen kohesilitas dan koherensi karya mereka yang semakin meningkat pada siklus berikutnya.
2. Manajemen Kelas
Dalam pengelolaan kelas terjadi perbaikan dalam setiap siklusnya sehingga kelas terkendali dan kondusif untuk terselenggaranya kegiatan belajar-mengajar. Dosen lebih berinteraksi dengan mahasiswa untuk lebih merangsang keaktifan mereka bertanya dan lebih dekat dalam memonitor proises mereka.,
3. Suasana Kelas
Suasana kelas lebih hidup pada setiap siklusnya. Hal ini disebabkan oleh adanya variasi tugas yang diberikan dan adanya saling mengevaluasi antara siswa baik individual maupun kelompok.
Penggunaan metode pembelajaran kolaboratif terbukti meningkatkan kemandirian mahasiswa dan kemampuan mahasiswa dalam berinteraksi serta beraktivitas. Hal tersebut memberikan beberapa implikasi dimana dimaksudkan untuk membuat para mahasiswa lebih mandiri dan aktif dengan belajar bersama dimana mereka saling memberi masukan. Dengan demikian diharapkan umpan balik dari sesame siswa (peer-response) akan lebih cepat diterima siswa yang bersangkutan dan selanjutnya perbaikan karya tulis akan lebih cepat dilakukan dengan tetap di bawah bimbingan pengajar (Hikmat : 2003).

G. Mengembangkan Pengembangan Mahasiswa Tentang Pentingnya Teamwork
Jika berbicara tentang “team”,maka serta merta terlintas dalam pikiran kita tentang adanya”kelompok”. Dison danO’Leary (1994:11) mendefinisikan “team”sebagai :”a group of two to five students who are tied together by a common purpose to complate a task and to includee every group member” .Dalam konteks ini , Benne dan Seats (1991) menegaskan bahwa premis mayor dalam suatu team adalah bahwa setiap orang dalam tim tersebut harus berfungsi sebagai pemain yang kooperatif dan produktif untuk mencapai terwujudnya hasil yang di inginkan .Dengan sangat menekankan pentingnya kohesifitas, Duin, Jorn, DeBower, dan Jhonson (1994) mendefinisikan “colaboration” sebagai suatu proses di mana dua orang atau lebih merencanakan , mengimplementasikan, dan mengevaluasi kegiatan bersama.
Ada sejumlah setrategi yang di ajukan oleh Howard (1999) yang dapat di gunakan oleh para dosen untuk membantu maha siswa memahami konsep dancara kerja tim serta dapat merangsang mahasiswa untuk mempelajari keterampilan-keterampilan dalam kerja tim. Strategi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kembangkan diskusi dan dorong mahasiswa untuk berbagi pemikiran tentang apa sebenarnya hakikat tim dan mengapa bekerja secara tim itu penting .Bagi mahasiswa yang sudah terbiasa kerja tim ,baik di organisasi sosial ,kegiatan masyarakat,atau organisasi lainya dapat berbagi pengalamannya dengan mahasiswa lain di dalam diskusi kelas tersebut .Perlu di tekan kan kepada mahasiswa bahwa kwputusan-keputusan suatu tim harus didasarkan pada pertimbangan kemanfaatan seluruh organisasi ,dan bahwa tindakan yang meskipun mungkin bermanfaat secara individual tetapi tidak bagi organisasi harus dihindarkan jauh-jauh.
2. Tugaskan mahasiswa secara kelompok untuk mencari artikel-artikel yang berkenaan dengan kerja tim.jika tugas itu dapat bekerja dengan baik ,kalau memungkinkan tugaskan mereka untuk menelusuri artikel-artikel sejenis dengan mengakses internet.Dengan cara demikian ,mereka sudah mulai belajar bekerja secara tim,mengembangkan keterampilan semacam riset untuk memperoleh artikel ,dan akhirnya tidak hanya bermanfaat bagi pemenihan tugas-tugas dari dosen melainkan juga untuk pengembangan diri. Konsekuensinya, dosen juga harus tahu bagaimana mengakses internet.
3. Bagi kelas ke dalam beberapa kelompok dan tugas kan pada tiap kelompok untuk mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan bekerja secara tim.Pertanyaan yang dipertanya kan bisa meliputi dasar pemikiran mengapa bekerja secara tim itu penting ,stretegi yang dapat digunakan untuk memiliki anggota tim, jens-jenis kinerja yang harus di penuhi dalam kerja tim, faktor-faktor yang mendorong anggota tim mampu bertanggung jawab secara individu maupun kelompok .Akan lebih bagus jika pengembangan pertanyaan-pertanyaan dalam kelas itu dikembangkan dengan menugaskan mahasiswa untuk mengadakan surfvei terhadap orang –orang yang sudah terbiasa terlibat kerja tim di lingkungan kerja mereka. Agar lebih teratur ,akan lebih baik jika dosen yang bersangkutan menghubungi lebih dahulu instansi atau perusahaan yang sudah bagus dalam melakukan pola kerja secara tim atau secara kooperatif dan bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan di ajukan dan dikembangkan oleh mahasiswa.Setidaknya ada dua keuntungan bagi mahasiswa jika proses seperti ini di kembangkan:(a) mahasiswa memperoleh informasi langsung dari tangan pertama yakni dari para profesional;dan (b) dapat meningkatkan keterampilan mereka dalam menelusuri informasi.
4. Datangkan profesional yang sudah berpengalaman melaksanakan kerja secara tim ke kampus untuk mendiskusikan peranan kerja tim bagi keberhasilan instansinya atau perusahaan serta setrategi yang digunakan untuk meningkatkan komitmen dan kohesivitas anggota timnya. Hal ini dapat membantu mahasiswa dalam mempersiapkan dirinya untuk mengembangkan keterampilan kerja secara tim manakala nanti masuk ke dunia kerja.
Setiap tim harus memiliki ketua untuk memimpin suatu pertemuan atau rapat,menjadi penghubung antara tim dengan dosen untuk menangani setiap masalah yang muncul dan memerlukan bantuaan dosen. Sangat boleh pada saat suatutim sedang mengalami konflik atau masalah yang tidak dapat di atasi sendiri oleh anggota timnya sehingga terpaksa harus melibatkan dosen dalam memecahkannya.Namun demikian, menurut Bowen (1998) penting untuk ditekankan bahwaapa sebenarnya intikonflik atau masalah yang di hadapi, mengapa hal itu bias terjadi, dan bagaimana mengatasinya, sebaiknya didiskusikan oleh anggota tim lebih dahulu tanpa buru-buru mengundang campurtangan dosen agar maha siswa terbiasa mengenali dengan cermat dan mampu mengatasi secara evektif setiap masalah atau konflik yang dihadapi oleh timnya.
Berikut ini adalah sejumlah asetrategi di ajukan oleh Howard (1999) yang dapat digunakan untuk membantu tim memfokuskan pada tugas pokok yang harus di kerjakan:
1. Bagikan secara tertulis petunjuk pelaksanaan kegiatan yang harus di kerjakan oleh tim.Petunjuk ini harus dibuat detail agar maha siswa tidak mengalami kebinungan dalam melaksanakannya .Dengan cara demikian ,mahasiswa tidak hanya menyadarkan pada ingatan semata atau catatan-catatan yang di buat masing – masing anggota tim.
2. Buatlah schedule untuk penyelesaian tugas sementara yang didalamnya meliputi :tanggal penyelesaian kegiatan,kartu catatan,dan garis besar penyusunan laporan. Jika schedul telah disusun, misalnya untuk melaksanakan riset perpustakaan, melakukan berbagai keterampilan di kelas yanfg berbeda bersama dosen dari disiplin ilmu yang berbeda,atau melakukan pertemuan di tempat lain di luar kelas,semua itu harus di cantumkan dalam schedule.
3. Diskusikan dengfan mahasiswa dan berikan fotokopi lembar evaluasi yangf dapat digunakan untuk menilai aspek-aspek kegiatan tim .Ini berguna untuk membantu mahasiswa memahami bagaimana menyelesaikan kegiatan dengan baik dan benar.
4. Usahakan setiap anggota tim memiliki buku catatan kegiatan yang dibagi dalam bagian-bagian guna mengorganisasikan kegiatan yang harus di selesaikan .Lembar tugas ,petunjuk pelaksanaan kegiatan ,dan schedul kegiatan harus dilekatkan di bagian depan buku catatan mahasiswa.
Format pencatatan tentang tugas-tugas tim dapat di gunakan secara evektif untuk membantu dalam perencanaan dan penyusunan jadwal pertemuan serta kegiatan-kegiatan tim-tim lainya. Dengan alat ini dapat membantu tim untuk tetapmemfokuskan pada upaya penyelesaian kegiatan-kegiatan secara benar,efisien,dan tepat waktu.Lebih dari itu ,kataBowen(1998),proses pengisian format pencatatan ini dapat mendorong mahasiswa untuk mengembangkan dan meningkatkan keterampilan organisasi mereka yang nantinya sangat berguna tidak hanya selama menempuh setudy melainkan juga setelah mereka memasuki dunia kerja,kegiatan-kegiatan social,dan berbagai situasi lainnya.
Bentuk-bentuk format pencatatan yang disaran kan oleh Howard(1999) dapat digunakanoleh tim dalam menyelesaikan kegiatan-kegiatanya.
1. Roster Komunikasi
Jika suatu tim telah terbentuk,maka anggota tim tersebut harus senantiasa saling bertukar informasi sehingga memungkinkan mereka untuk tetap saling berkomunikasi. Informasi dari anggota tim lainnya dicatat ke dalam format yang bernama “Roster Komunikasi”seperti tampak pada table berikut :
2. Tabel Roster Komunikasi

Judul : Kegiatan :
Ketua Tim :
Anggota Tim Nomor Telepon
(Jika Ada) Alamat Alamat E-mail


Mencermati uraian di atas, menjadi sangat penting bagi perguruan tinggi untuk menerapkan setrategi Pembelajaran “teamwork” yang memungkinkan mahasiswa dapat mengembangkan keterampilan –keterampilan penting untuk dapat berhasil bekerja secara kolaboratif dalam tim.Dengan membiasakan penerapan strategi pembelajaran ini, mahasiswa akan terbiasa mengembangkan penghargaan akan betapa pentingnya bekerja sama dalam suatu tim dan mampu memprioritaskan tujuan-jujuan kepentingan tim diatas tujuan-tujuan dan kepentingan individu. Selain itu, tim juga akan terbiasa mampu memahami apa saja yang harus mereka lakukan dan bagai mana mereka harus menyelesaikan secara bersama-sama.
Format-format pencatatan untuk perencanaan dan pengorganisasian kegiatan-kegiatan tim dapat menjadi instrument untuk membantu mahasiswa belajar menyelesaikan kegiatan-kegiatan tim dengan cara yang sangat terorganisir dengan baik dan tepat waktu.Bimbingan dan umpan balaik secara berkesinambungan dari dosen, evaluasi sejawat , dan evaluasi diri yang dilakukan secara evektif, serta penekanan akan pentingnya tanggung jawab individu dan tim juga merupakan factor-faktor penting yang harus di perhatikan dalam mencapai tujuan kemampuan mahasiswa bekerja secara tim.Dalam prosesnya, mahasiswa juga sangat perlu mengembangkan keterampilan interpersonal dan kompetensi lainnya yang sangat bermanfaat bagi dirinya dalam bekerja secara tim manakala nanti sudah terjun kedalam dunia kerja secara nyata.
Penggunaan metode pembelajaran kolaboratif terbukti meningkatkan kemandirian mahasiswa dan kemampuan mahasiswa dalam berinteraksi serta beraktivitas. Hal tersebut memberikan beberapa implikasi dimana dimaksudkan untuk membuat para mahasiswa lebih mandiri dan aktif dengan belajar bersama dimana mereka saling memberi masukan. Dengan demikian diharapkan umpan balik dari sesame siswa (peer-response) akan lebih cepat diterima siswa yang bersangkutan dan selanjutnya perbaikan karya tulis akan lebih cepat dilakukan dengan tetap di bawah bimbingan pengajar (Hikmat : 2003).


DAFTAR PUSTAKA

Hikmat, Mauy Halwat. 2003. Tingkat Kohesitas Esay Mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris FKIP UMS Angkatan 2002/2003. Laporan Penelitian.

Nunan, David. 2003. Practical English Language Teaching. New York : Mc Graw-Hill.

______. 2007. Teori dan Strategi Pengajaran. http://Saungwali.Wordpress.com. Diakses tanggal 1 oktober 2007.

______.2007. http://www.stsi-ska.ac.id. Diakses tanggal 24 September 2007.

______.2006.COLABORATIVE%20TEAMWORK%20LEARNING.http://www.depdiknas.go.id/jurnal/40/COLABORATIVE%20TEAMWORK%20LEARNING.htm. . diakses tanggal 24 September 2007.




BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK
(PMR)


A. Pendahuluan
Model pembelajaran diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanaan aktivitas belajar mengajar.
Sering ditemukan bahwa guru menguasai materi suatu objek dengan baik, tetapi tidak dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik. Hal itu terjadi karena kegiatan tersebut tidak didasarkan pada model pembelajaran tertentu sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa rendah. Sehubungan dengan hal itu, maka diperlukan berbagai konsep dan teori belajar maka dikembangkan suatu model pembelajaran realistik.
Dalam pembelajaran matematika selama ini, ”dunia nyata” hanya dijadikan tempat mengaplikasikan konsep. Siswa mengalami kesulitan untuk mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah Model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).

B. Pengertian PMR
Soedjadi (2001: 2) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami peserta untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada masa yang lalu.
Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Upaya ini dilaksanakan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan”realistik”. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa (slettenhass, 2000).
Berdasarkan uraian masalah di atas, jelaslah bahwa pembelajaran matematika realistik bertolak dari masalah-masalah sesuai dengan pengalaman siswa, siswa aktif, guru berperan sebagai fasilitator, siswa bebas mengeluarkan idenya, siswa bebas mengkonsumsikan ide-idenya satu sama lain. Guru membantu (secara terbatas) siswa membandingkan ide-ide itu dan membimbing mereka untuk mengambil keputusan tentang ide mana yang paling benar, efisien dan mudah dipahami buat mereka.
Dalam kaitannya dengan matematika sebagai kegiatan manusia maka siswa harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan kembali ide atau konsep matematika secara mandiri sebagai akibat dari pengalaman siswa dalam berinteraksi dengan situasi nyata (realitas). Setelah pembentukan dan menemukan konsep-konsep matematika, siswa menggunakannya untuk menyelesaikan masalah kontekstual selanjutnya sebagai aplikasi untuk memperkuat pemahaman konsep.
Tapi apakah PMR dapat menjadi pilihan yang terbaik saat ini atau sebagai solusi yang tepat untuk “mengatasi” problematika pembelajaran matematika di Indonesia? Untuk mengurai jawaban terhadap pertanyaan tersebut diperlukan berbagai pencermatan dan kajian lebih lanjut, karena PMR di Indonesia jelas akan membawa berbagai dampak yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Dampak itu antara lain akan dirasakan dalam (i) penyusunan buku ajar (buku guru maupun siswa ), (ii) proses pembelajaran dan evaluasinya, (iii) tuntutan terhadap kreativitas guru. (M. Asikin Hidayat, 2001).
Terdapat dua jenis matematisasi yang diformulasikan oleh (Treffers 1991), yaitu matematisasi horisontal dan vertikal. Berdasarkan matematisasi horisontal dan vertikal, pendekatan dalam pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu :
1. Mekanistik, merupakan pedekatan sendiri (diawali dari yang sederhana ke yang lebih kompleks).
2. Empirik, merupakan satu pendekatan dimana konsep-konsep matematika tidak diajarkan, dan diharapkan siswa dapat menemukan melalui matematisasi horisontal.
3. Strukturalistik, merupakan pendekatan yang menggunakan sistem formal, misalnya pengajaran penjumlahan cara panjang perlu didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai melalui matematisasi vertikal.
4. Realistik, merupakan suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pokok permasalahan.

C. Karakteristik PMR Menurut Pandangan Konstrukstivis
1. Karakteristik PMR
Karakteristik PMR adalah menggunakan konteks ”dunia nyata”, model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan (intertwinment) (treffers, 1991; Van den Heuvel-Panhuizen, 1998).
a. Menggunakan konteks “dunia nyata”
Dalam PMR, pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung dan siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian, siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata.
b. Menggunakan model-model (matematisasi)
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematika yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi abstrak atau dari matematika informan ke matematika formal.
c. Menggunakan produksi dan konstruksi (kontribusi siswa )
Streffland (1991) menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi–strategi informan siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam mengembangkan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.
d. Menggunakan interaktif
Interaksi antarsiswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam Model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negoisasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pernyataan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.
e. Menggunakan keterkaitan (intertwinment)
Dalam PMR pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmatika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.
2. PMR menurut pandangan kontruktivis
Pembelajaran matematika menurut pandangan kontruktivis adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi.
Menurut Davis (1996), pandangan konstruktivis dalam pembelajaran matematika berorientasi pada :
a) Pengetahuan dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi atau akomodasi.
b) Dalam pengerjaan matematika, setiap langkah siswa dihadapkan kepada apa.
c) Informasi baru harus dikaitkan dengan pengalamannya tentang dunia melalui suatu kerangka logis yang mentransformasikan, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan pengalamannya.
d) Pusat pembelajaran adalah bagaimana siswa berpikir, bukan apa yang mereka katakan atau tulis.
Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator. Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
Zone Proximal Development (ZPD) didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
Scaffolding maksudnya seorang guru memberikan bantuan kepada siswanya untuk belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam lankah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
Ada tiga prinsip dalam mendesain pembelajaran matematika realistik menurut Gravemeijer (1994: 90), yaitu sebagai berikut :
• Guided reinvention and progressive mathematizing
Prinsip pertama adalah penemuan kembali secara terbimbing dan matematis secara progresif. Prinsip ini mengacu pada pernyataan tentang konstruktivisme bahwa pengetahuan tidak dapat diajarkan atau ditransfer oleh guru, tetapi hanya dapat dikonstruksi oleh siswa itu sendiri.
Melalui topik-topik yang disajikan harus diberi kesempatan untuk mengalami sendiri proses yang “sama” sebagaimana konsep matematika ditemukan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara : memasukkan sejarah matematika, memberikan ‘contextual problems’ yang mempunyai berbagai solusi, dilanjutkan dengan “mathematizing” produser solusi yang sama, serta perancangan rute belajar sedemikian rupa sehingga siswa menemukan sendiri konsep atau hasil. Situasi yang berisikan fenomena dan dijadikan bahan serta area aplikasi dalam pengajaran matematika haruslah berangkat dari keadaan yang nyata. Dalam hal ini dua macam matematisasi (horisontal dan vertikal) haruslah dijadikan dasar untuk berangkat dari tingkat belajar matematika secara real ke tingkat belajar matematika secara formal. (M. Asikin Hidayat, 2001) .
• Didactical phenomenology
Prinsip kedua adalah fenomena yang bersifat mendidik. Dalam fenomena pembelajaran ini menekankan pentingnya soal kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika pada siswa.
Topik-topik ini dipilih dengan dua pertimbangan yaitu :
a. aspek kecocokan dalam pembelajaran
b. kecocokan dampak dalam proses re-invention
• Self developed models
Prinsip yang ketiga adalah pengembangan model sendiri. Siswa mengembangkan model sendiri sewaktu memecahkan masalah-masalah kontekstual.
Self developed models adalah model suatu situasi yang dekat dengan alam siswa. Dengan generalisasi dan formalisasi model tersebut akan berubah menjadi model-of masalah tersebut. Model-of akan bergeser menjadi model-for maasalah yang sejenis. Pada akhirnya akan menjadi pengetahuan dalam formal matematika. (M. Asikin Hidayat, 2001).
D. langkah-langkah Model Pembelajaran
Langkah-langkah di dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memahami maasalah kontekstual
Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siaswa untuk memahami masalah tersebut. Pada tahap ini “karakteristik” pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah menggunakan masalah kontekstual yang diangkat sebagai starting point dalam pembelajaran untuk menuju ke matematika formal sampai ke pembentukan konsep.
2. Menjelaskan masalah kontekstual
Jika situasi siswa macet dalam menyelesaikan masalah, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya (bersifat terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang belum dipahami oleh siswa, penjelasan hanya sampai siswa mengerti maksud soal. Pada tahap ini “karakteristik” pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah karakteristik yaitu adanya interaksi antara siswa dengan guru sebagai pembimbing.
3. Menyelesaikan masalah kontekstual
Siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan caara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan menggunakan lembaran kerja, siswa mengerjakan soal dalam tingkat kesulitan yang berbeda. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara sendiri berupa pemberian petunjuk atau pertanyaan seperti, bagaimana kamu tahu itu , bagaimana mendapatkannya, mengapa kamu berpikir demikian, dan lain-lain berupa saran.

Pada tahap ini, beberapa dari ‘prinsip’ pembelajaran matematika realistik akan muncul dalam langkah ini misalnya prinsip self developed models. Sedangkan pada ‘karakteristik’ pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah kedua yaitu menggunakan model.
4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban secara berkelompok, untuk selanjutnya dibandingkan (memeriksa, memperbaiki) dan didiskusikan di dalam kelas. Sementara di tahap ini sebagai ajang melatih siswa mengeluarkan ide dari kontribusi siswa di dalam berinteraksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan sarana prasarana untuk mengoptimalkan pembelajaran.
5. Menyimpulkan
Dari hasil diskusi, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur. Pada tahap ini ‘karakteristik’ pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah adanya interaksi antara siswa dengan guru sebagai pembimbing.

E. Konsepsi Siswa dalam PMR
Pendekatan matematika realistik mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut :
• Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya.
• Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri.
• Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan.
• Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya berasal dari seperangkat ragam pengalaman.
• Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya, dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika.
Titik awal proses belajar dengan pendekatan matematika realistik menekankan pada konsepsi yang sudah dikenal oleh siswa. Setiap siswa mempunyai konsep awal tentang ide-ide matematika. Setelah siswa terlibat secara bermakna dalam proses belajar, maka proses tersebut dapat ditingkatkan ke tingkat yang lebih tinggi. Pada proses pembentukan pengetahuan baru tersebut, siswa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri. (M. Asikin Hidayat, 2001).

F. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Matematika Realistik
Menurut pendapat Suwarsono (2001: 5) terdapat beberapa kelebihan dari Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) antara lain :
1. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari (kehidupan dunia nyata) dan kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.
2. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikontruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang mereka.
3. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara penyelesaian soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak harus sama dengan yang lain, asalkan orang itu bersungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut, kemudian membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan yang lain, sehingga penyelesaian paling tepat sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian soal atau masalah tersebut.
4. Penyelesaian paling tepat sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian soal atau masalah tersebut.
5. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama, orang harus mempelajari proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika, dengan bantuan pihak lain yang lebih tahu (misalnya guru).
Sedangkan beberapa kelemahan PMR, menurut pendapat Suwarsono (2000: 8) antara lain:
1. Upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan perubahan pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang tidak mudah dipraktikan, misalnya mengenai siswa, guru, dan peranan soal kontekstual.
2. Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut PMR tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa, terlebih karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
3. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk menyelesaikan soal juga merupakan hal yang tidak mudah dilakukan oleh guru.
4. Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa, melalui soal-soal kontekstual, proses matematisasi horisontal dan vertikal juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana, karena proses dan mekanisme berpikir siswa harus diikuti dengan cermat, agar guru bisa membantu siswa dalam melakukan penemuan kembali konsep-sonsep matematika tertentu.


DAFTAR PUSTAKA

Asikin, M. 2001. Realistics Mathematics Educations (RME): Sebuah harapan baru dalam pembelajaran matematika. Makalah Seminar. Disajikan pada Seminar Nasional RME di UNESA Surabaya, 24 Februari.

Soekamto, Toeti dan Udin Saripudin Winataputra. 1977. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka

Suharta, I Gusti Putu. 1988. Matematika Realistik. www.fi.nl



MODEL PENCAPAIAN KONSEP



A. PENGERTIAN
Secara umum istilah “model” diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan, maka yang dimaksud dengan “model belajar mengajar” adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman pedoman bagi para perancang pengajaran dan para dosen dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Model belajar mengajar adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematika dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu, sistematik dan berfungsi sebagai pedoman bagi para peran pengajar dan para dosen untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar
Menurut joyce weil (1986) karakter umum model belajar mengajar memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
1. Sintaks, adalah tahap-tahap kegiatan dari suatu model pembelajaran.
2. System social, adalah situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam model pembelajaran.
3. Prinsip pengelolaan / reaksi, adalah pola kegiatan yang mengggambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan memperlakukan para pelajar, termasuk bagaimana seharusnya pelajar memberikan respon kepada mereka
4. System pendukung, adalah segala suatu sarana, bahan, dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran.
5. Dampak instruksional dan dampak pengiring.
Dampak instruksional adalah hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para pelajar pada tujuan yang diharapkan. Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses belajar mengajar sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para pelajar tanpa mengarahkan langsung dari pelajar.
Bell (1981 : 199) menyebutkan dua macam objek dalam matematika yaitu objek langsung dan onjek tak langsung. Objek langsung terdiri dari fakta, konsep, prinsip dan operasi. Sedangkan objek tak langsung terdiri atas pembuktian teorema, pemecahan masalah, transfer belajar, intelektual, kerja individu, kerja kelompok, dan sikap positif.
Sehubungan dengan objek matematika soedjadi (1994 : 1) mengemukakan objek dasar matematika yang menjadi kajian dasar adalah (1) fakta, (2) konsep, (3) relasi operasi, (4) prinsip.
Menurut Pandoyo ( 1984 ) objek dasar matematika digolongkan pada empat kategori yang penting. Keempat kategori itu adalah :
1. Fakta
Fakta adalah sesuatu yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
2. Konsep
Konsep dalam matematika adalah abstrak, yang memungkinkan kita untuk mengelompokkan (mengklasifikasikan) objek atau kejadian. Konsep adalah himpunan stimulus dengan sifat-sifat yang berserikat. Secara sederhana konsep didefinisikan sebagai pola dari elemen-elemen persekutuan antara anggota-anggota suatu himpunan.
3. Prinsip
Prinsip didefinisikan sebagai pola hubungan fungsional antara konsep-konsep.
4. Skill
Skill adalah keterampilan mental untuk menjalankan prosedur untuk menyelesaikan suatu masalah.


Klausmeier (dalam Dahar. 1996 : 113) menyatakan bahwa setiap konsep memiliki empat elemen sebagai berikut :
1. Nama
Nama adalah istilah yang dipakai untuk suatu kategori benda, kejadian, makhluk hidup, atau pengalaman. Nama konsep adalah satu kata yang dipakai untuk menunjukan konsep sesuai perjanjian.
2. Contoh atau eksemplar
Contoh atau eksemplar adalah gambaran atau bentuk nyata dari konsep itu. Sedangkan non contoh adalah gambaran atau bentuk nyata yang tidak sesuai dengan konsep itu.
3. Atribut esensial dan atribut tidak esensial
Atribut esensial adalah ciri-ciri utama yang memberikan gambaran sosok utuh suatu konsep. Sedangkan atribut tidak esensial (non esensial ) adalah ciri-ciri lain yang melengkapai gambaran konsep, yang apabila ciri itu tidak ada pada suatu contoh maka itu tidak akan mengurangi makna dari konsep itu.
4. Nilai atribut
Nilai atribut adalah kualitas dari masing-masing atribut / ciri-ciri.
Bell (1981 : 23) mengemukakan pengertian konsep dalam matematika sebagai berikut “ a concept in mathematics is an abstract idea which enables people to classify objects or events and to so specify whether the object and events are examples or non examples of the abstract idea”. Pendapat Bell tersebut merupakan suatu proses abtraksi, dimana individu mengenal adanya kesamaan di antara sejumlah objek. Apakah objek-objek itu merupakan contoh atau bukan contoh dari ide tersebut, dan atas dasar dari kesamaan itu, membentuk kelas objek–objek. Berdasarkan sifat-sifat yang sama tadi, maka diberi konsep. Jadi pengertian konsep adalah ide abstrak yang memungkinakan kita dapat mengelompokkan objek kedalam contoh dan non contoh. Konsep dalam matematika sering dijelaskna melalui definisi atau batasan.
Dari pengertian-pengertian diatas tersirat dua pengertian sebagaimana yang dikemukakan ausubel (dalam Dahar : 1996), yaitu mengenai pembentukan konsep (concept formation) dan asimilasi konsep (concept assimilation). Pembentukan konsep tersebut sebagai abtraksi dari pengalaman-pengalaman yang melibatkan contoh-contoh konsep, dengan asimilasi konsep yang didefinisikan sebagai cara untuk memperoleh konsep dengan menggunakan konsep lain yang telah terbentuk ( Muthardo, 1985 : 35).
Novak & Growin (dalam Dahar : 1996) menyatakan “fungsi belajar disekolah adalah belajar konsep”. Sehubungan dengan hal tersebut diharapkan para siswa memiliki banyak pengetahuan tentang konsep-konsep sehingga memudahkan dalam belajar.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah ditentukan diatas dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan suatu ide abstrak untuk mengklasifikasikan objek-objek yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata.

Macam-macam konsep:
 Konsep konkrit
Konsep konkrit diperoleh melalui observasi atau pengamatan (dapat ditunjukkan bendanya) misalnya warna, ukuran, dan lain-lain.
Cara memperoleh konsep “ berbeda” , “ lain daripada yang lain “, “ganjil”, diperoleh hanya berdasarkan pengamatan, tanpa bantuan verbal. Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari, juga di sekolah, sering diberi bantuan verbal.
 Konsep abstrak
Konsep abstrak adalah konsep menurut definisi. Misalnya ‘akar’, ‘negatif’, ‘bilangan imajiner’, dan lain-lain.
Manfaat konsep adalah membebaskan individu dari pengaruh stimulus yang spesifik dan dapat menggunakannya dalam segala macam situasi dan stimulus yang mengandung konsep itu. Konsep sangat penting bagi manusia karena digunakan dalam komunikasi dengan orang lain, dalam berpikir, dalam belajar, membaca, dan lain-lain.
Seluruh dunia pengalaman manusia diorganisasi dengan perantara konsep seperti benda, tempat, maupun kejadian-kejadian. Banyak konsep diperoleh anak secara insindental melalulai trial-and-eror. Di sekolah konsep-konsep diajarkan secara sistematis.
Mempelajari konsep berbeda dengan belajar hubungan stimulus dan respon karena yang terakhir ini bertalian erat dengan bentuk fisik tertentu. Sedangkan konsep sudah lepas sama sekali dari bentuk atau kesamaan fisik.

B. MODEL PENCAPAIAN KONSEP
Model pencapaian konsep mula-mula didesain oleh Joyce dan Weil (dalam Dahar : 1996) yang didasarkan pada hasil riset jarome Bruner dengan maksud bukan saja didesain untuk mengembangkan berpikir induktif, tetapi juga untuk menganalisis dan mengembangkan konsep.
Kegunaan model mengajar pencapaian konsep:
1. Untuk membantu siswa didalam memahami konsep dengan memperhatikan objek, ide, dan kejadian-kejadian.
2. Agar siswa lebih efektif didalam memperoleh konsep dengan cara memahami strategi berpikir
Pada prinsipnya model pencapaian konsep adalah suatu strategi mengajar yang menggunakan data untuk mengajarkan konsep kepada siswa, dimana guru mengawali pengajaran dengan menyajikan data dan contoh, kemudain guru meminta siswa untuk mengamati data tersebut. Atas dasar maka ini disebut suatau abstraksi. Model ini membantu siswa pada semua siswa untuk menguatkan pemahaman siswa tentang konsep dan latihan pengujian hipotesis. Model ini menggunakan contoh-contoh postif dan negatif.
Didalam model pencapaian konsep ini, belajar adalah proses aktif mengenai informasi dan kemudian disusun dan dibentuk dengan cara yang unik oleh setiap individu. Dalam model ini pengajar melakukan pengendalian terhadap aktivitas, tetapi dapat dikembangkan menjadi kegiatan dialog bebas dalam fase itu. Interaksi antar peserta didik digalakkan oleh guru. Dengan pengorganisasian kegiatan itu diharapkan siswa akan lebih memperhatikan inisiatifnya untuk melakukan proses induktif bersamaan dengan bertambahnya pengalaman dalam melibatkan diri dalam kegiatan belajar mengajar.
Dalam model pencapaian konsep ini, prinsip-prinsip pengelolaan yang harus mendapat perhatian bagi gurunya adalah :
1. Memberikan dukungan dengan menitikberatkan pada sifat dan hipotesis dari diskusi-diskusi yang berlangsung.
2. Memberikan bantuan langsung kepada para pelajar dalam mempertimbangkan hipotesis yang satu dengan yang lainnya.
3. Memberikan perhatian peserta didik terhadap contoh-contoh yang spesifik.
4. Memberikan bantuan kepada peserta didik dalam mendiskusikan dan menilai strategi berpikir yang mereka pakai.
Joyce dan Weil (dalam Dahar : 1996) mengemukakan bahwa setiap model pembelajaran memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1. Sintaks
Sintaks adalah tahap-tahap kegiatan dari model pembelajaran. Model pembelajaran pencapaian konsep memiliki tiga fase kegiatan sebagai berikut:
• Fase pertama : penyajian data dan identifikasi konsep
a. Pengajar memberikan / menyajikan contoh yang sudah diberi label.
b. Peserta didik membandingkan ciri-ciri dalam positif dan contoh negatif.
c. Peserta didik membuat dan mengetes hipotesis.
d. Peserta didik membuat definisi tentang konsep atas dasar ciri-ciri utama / esensial.
• Fase kedua : Mengetes pencapaian konsep
a. Peserta didik mengidentifikasi tambahan contoh yang tidak diberi label dengan menyatakan “ya” atau “bukan”.
b. Pengajar menegaskan hipotesis, nama konsep, dan menyatakan kembali definisi konsep sesuai dengan ciri-ciri yang esensial.
• Fase ketiga : Menganalisis strategi berfikir
a. Peserta didik mengungkapkan pemikirannya.
b. Peserta didik mendiskusikan hipotesis dan ciri-ciri konsep.
c. Peserta didik mendiskusikan tipe dan jumlah hipotesis.
2. Sistem Sosial (Social System)
Sistem sosial adalah situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam model pembelajaran.
Model pembelajaran pencapaian konsep memiliki struktur yang moderat. Pengajar melakukan pengendalian terhadap aktivitas, tetapi dapat dikembangkan menjadi kegiatan dialog bebas dalam fase itu. Interaksi antar peserta didik digalakkan oleh pengajar. Dengan pengorganisasian kegiatan belajar itu, diharapkan peserta didik akan lebih dapat menunjukkan inisiatifnya untuk melakukan proses induktif bersamaan dengan bertambahnya pengalaman dalam melibatkan diri dalam kegiatan belajar mengajar.
3. Prinsip-prinsip Pengelolaan / Reaksi ( principles of reaction)
Prinsip-prinsip pengelolaan / reaksi adalah pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan memperlakukan para pelajar, termasuk bagaimana seharusnya pelajar memberikan respon kepada mereka. Prinsip ini memberikan bagaimana seharusnya para pelajar menggunakan aturan permainan yang berlaku pada setiap model.
Agar proses pembelajaran dapat berjalan lancar para pelajar harus terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar dan terbebas dari gangguan dan perilaku yang menyimpang. Kelas yang demikian ini tentunya tidak terwujud begitu saja tanpa ada usaha yang keras dari guru. Guru yang berhasil menciptakan kondisi kelas yang “baik” harus memiliki ide yang jelas tentang jenis kondisi kelas dan perilaku pelajar yang diperlukan untuk menciptakan lingkungan belajar yang baik. Dengan kata lain, guru harus mampu mengelola kelas secara efektif dan efisien.
Setidaknya ada 3 tahapan yang harus dilakukan oleh guru untuk menciptakan kelas yang terkelola dengan baik antara lain :
a. Perencanaan beberapa bidang kunci
b. Mengimplementasikan rencana tersebut serta mewujudkan pengelolaan yang baik diawal kegiatan kelas.
c. Mempertahankan prosedur pengelolaan tersebut sepanjang kegiatan kelas
Prinsip-prinsip pengelolaan / reaksi pada model pembelajaran pencapaian konsep:
a. Berikan dukungan dengan menitikberatkan pada sifat hipotesis dari diskusi-diskusi yang berlangsung.
b. Berikan bantuan kepada para peserta didik dalam mempertimbangkan hipotesis yang satu dari yang lain.
c. Pusatkan perhatian para peserta didik terhadap contoh-contoh yang spesifik
d. Berikan bantuan kepada para peserta didik dalam mendiskusikan dan menilai strategi berpikir yang mereka pakai.
4. Sistem Pendukung
Sistem pendukung adalah segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran. Sarana pendukung yang diperlukan berupa gambar, foto, diagram, slide, tape, dan data yang terpilih dan terorganisasikan dalam bentuk unit-unit yang berfungsi memberikan contoh-contoh.
Sarana pendukung tersebut dapat diterapkan dalam proses pendidikan untuk merangsang pikiran, perasaan perhatian dan minat sedemikian rupa yang memungkinkan proses belajar mengajar ( PBM) terjadi sehingga tujuan bisa tercapai secara optimal.
Sarana pendukung ( media pengajaran) dalam proses belajar mengajar siswa memiliki beberapa manfaat antara lain :
a. Pengajaran akan lebih menarik siswa sehingga menumbuhkan motivasi belajar.
b. Bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya, dapat lebih dipahami oleh siswa, dan memungkinkan siswa mengusai tujuan pelajaran dengan lebih baik.
c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata berbentuk komunikasi verbal melalui ucapan guru.
d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, karena siswa tidak sekedar mendengarkan uraian guru, tetapi juga mengalami, melakukan, dan mendemonstrasikan bahan-bahan pelajaran yang sedang dihadapi.
Ada beberapa sumber belajar yang dapat dipilih oleh guru dalam merencanakan pembelajaran, diantara sebagai berikut :
a. Sumber nyata : seperti siswa sendiri, pembicara tamu, benda dan alat, alam sekitar, model dan tiruan benda asli.
b. Bahan tak terproyeksikan ( 2 dimensi) : seperti buku, lembar, kertas cetakan, papan tulis, kartu peraga, foto, manual.
c. Perekam suara (kaset, CD)
d. Gambar diam yang diproyeksikan : seperti slide, coretan film / flim strip, OHP, program komputer.
e. Gambar gerak yang diproyeksikan : seperti film, rekaman video, vcd.
Bila para peserta didik sudah dapat berfikir semakin kompleks, mereka akan dapat bertukar pikiran dan bekerjasama dalam membuat unit-unit data, seperti yang dilakukan dalam fase dua “Mengetes Pencapaian Konsep” pada saat mencuri contoh-contoh lainnya.
5. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Dampak Intruksional adalah hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para pelajar pada tujuan yang diharapkan.
Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses belajar mengajar sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para pelajar tanpa mengarahkan langsung dari pelajar.
Gambaran tentang dampak instruksional dan dampak pengiring dari model pembelajaran pencapaian konsep adalah sebagai berikut :


Keterangan:
: Dampak Instruksional
: Dampak Pengiring

KERANGKA OPERASIONAL MODEL PENCAPAIAN KONSEP


KEGIATAN
PENGAJAR LANGKAH
POKOK KEGIATAN
PESERTA DIDIK

- Sajikan contoh berlabel
- Minta dugaan
- Minta definisi

- Minta contoh lain
- Minta nama konsep
- Minta contoh lainnya



- Tanya mengapa/bagaimana
- Bimbing diskusi Penyajian data


Pengetesan Pencapaian Konsep

Analisis Strategi Berpikir
- Bandingkan contoh positif dan negatif.
- Ajukan dugaan
- Berikan definisi


- Cari contoh lain
- Beri nama konsep
- Cari contoh lainnya lagi



- Lingkapkan pikiran
- Diskusi aneka pikiran




TEORI MOTIVASI



A. PENGERTIAN
1. Pengertian Motif
Motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, dan dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subyek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Dalam bahasa yang lebih sederhana, motif itu adalah “kesiapsiagaan” dalam diri seseorang.
2. Pengertian Motivasi
Berawal dari kata “motif” itu sendiri, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Sementara itu, kata motivasi sendiri berasal dari bahasa latin “movere” yang berarti mengerjakan.
3. Pengertian Motivasi Menurut Beberapa Ahli
a. Wlodkowski (1985)
Motivasi adalah sebagai kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan ketahanan (persistance) pada tingkah laku tertentu. Pengertian ini jelas bermanfaat behaviorisme. (Buku : Teori belajar, motivasi, dan keterampilan mengajar.Dr.Prasetya Irawan, dkk 1994. hal 41 )
b. Ames dan Am (1984)
Motivasi adalah sebagai perspektif yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkungannya. Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan yang diperlukan untuk melakukan suatu tugas, akan termotivasi untuk melakukan tugas tersebut. Konsep diri yang positif ini menjadi pokok penggerak bagi kemauannya. (Prasetya irawan. 1994. hal 42 )


c. Cropley (1985)
Motivasi adalah tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku tertentu. Karena dirangsang oleh manfaat atau keuntungan yang akan diperoleh. (Buku : Teori belajar, motivasi, dan keterampilan mengajar. Dr.Prasetya irawan. 1994. hal 42 )
d. W.S Wrinkel
Motivasi adalah sebgaio suatu daya penggerak di dalam diri orang untuk melakukan aktivitas tertentu. Jadi motivasi itu merupakan kondisi internal atau disporsi internal (kesiapsiagaan diri seseorang).
e. Mc. Donald
Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahuylui dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Tiga elemen atau cirri pokok dalam teori Mc Donald yaitu motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya feeling dan firangsang karena adanya tujuan.
(www.bruderfic.or.id)
f. Margan (1986)
Dalam bukunya Introduction To Psychology, menjelaskan berbagai teori motivasi antara lain :
• Teori Insentif
Dalam teori insentif, seseorang berperilaku tertentu untuk mendapatkan sesuatu. Sesuatu ini disebut sebagai insentif dan adanya di luar diri orang tersebut. Contoh insentif yang paling umum dan paling dikenal oleh anak-anak misalnya jika anak naik kelas akan dibelikan sepeda baru oleh orang tua, maka anak belajar dengan tekun untuk mendapatkan sepeda baru.
• Pandangan hedonistik
Dalam pandangan hedonistik, seseorang didorong untuk berperilaku tertentu yang akan memberikan perasaan senang dan menghindari perasaan tidak menyenangkan. Contohnya yaitu anak mau belajar karena ia tidak ingin ditinggal ibunya ke pasar atau supermarket.
(www.e-psikologi.com)

B. MACAM-MACAM TEORI MOTIVASI
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori ini pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
a. Kebutuhan fisiological (physiological needes), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex.
b. Kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti visi semata , akan tetapi juga mantal, psikological dan intelektual.
c. Kebutuhan akan kasih sayang (love needs)
d. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umum,nya tercermin dalam berbagai simbvol-simbol status.
e. Aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
2. Teori Mc Clelland (Teori kebutuhan berprestasi)
Menurut teori ini berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan seseorang akan prestasi. Beliau mengatakan bahwa karakteristik orang yang berprestasi tinggi mermiliki tiga ciri umum yaitu :
a. Sebuah preverensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan belajar kesulitan moderat.
b. Menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul kareana upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain seperti memungkinkan.
c. Menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprrestasi rendah.


3. Teori Penetapan Tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengungkapkan bahwa dalam poenetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yaitu :
a. Tujuan-tujuan mengarahkan perhatian.
b. Tujuan-tujuan mengatur upaya
c. Tujuan-tujuan meningkatkan persistensi
d. Tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telahg memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkan dikenal dengan “Modffel Dua Faktor” dan motivasi, yaitu faktor motivassional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”. Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya instrinstik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinstik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
5. Teori Victor H.Vroom (Teori Harapan)
Berdasarkan teori ini motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu.
(www.akhmadsudrajat.wodpress.com)

C. MACAM-MACAM MOTIVASI
1. Motivasi berdasarkan latar belakang perkembangan motivasi :
a. Motivasi Primer
Motivasi primer adalah dorongan untuk mempunyai tujuan dalam belajar berasal dari dalam diri siswa sendiri, timbul akibat proses kimiawi fisiologis yang terdapat dalam setiap orang. Misalnya rasa haus, lapar, hasrat sexsual dan lain-lain.
b. Motivasi Sekunder
Motivasi sekunder adalah motivasi yang diperoleh dari belajar melalui pengalaman. Misalnya motivasi berprestasi (motivasi yang mendorong individu untuk mencapai tujuan)
2. Motivasi dilihat dari dasar pembentuknya :
a. Motif-motif bawaan
Yang dimaksud dengan motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada tanpa dipelajari. Contohnya : dorongan untuk makan, minum, dorongan untuk bekerja, dorongan untuk belajar dan lain-lain. Motif-motif ini sering disebut motif-motif yang disyartkan secara biologis.
b. Motif-motif yang dipelajari
Maksudnya motif-motif yang timbul karena dipelajari. Sebagai contoh : dorongan untuk mengajar suatu cabang ilmu pengetahuan, dorongan untuk mengajar sesuatu di dalam masyarakat. Seringkali disebut dengan motif-motif yang disyaratkan secara sosial.
3. Jenis motivasi menurut pembagian dari woodwort dan Marquis :
a. Motif atau kebutuhan organis
Meliputi misalnya : kebutuhan untuk minum, makan, bernafas, kebutuhan untuk istirahat dan lain-lain.
b. Motif-motif darurat
Yang termasuk dalam jenis motif ini antara lain : dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, untuk berusaha, untuk memburu. Jelasnya motivasi ini tombul karena rangsangan dari luar.
c. Motif-motif obyektif
Dalam hal ini menyangkut keb utuhan untuk melakukan explorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh minat. Motif-motif ini muncul karena dorongan untuk dapat menghadapi dunia luas secara efektif.
4. Motivasi Jasmaniah dan Rohaniah :
Ada beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi itu menjadi dua jenis yakni motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah. Yang termasuk motivasi jasmani misalnya refleks, instinks otomatis, nafsu. Sedangkan yang termasuk motivasi rohaniah yaitu kemauan. Soal kemauan itu pada setiap diri manusia terbentuk melalui empat momen yaitu :
a. Motivasi timbulnya alasan
Sebagai contoh seorang pemuda yang sedang giat berlatih olahraga untuk menghadapi suatu porseni di sekolahnya, tetapidisuruh ibunya untuk mengantarkan seorang tamu membeli tiket karena tamu itu mau kembali ke jakarta. Si pemuda kemudian mengantarkan tamu tersebut. Dalam hal ini si pemuda tadi timbul alasan baru untuk melakukan sesuatu kegiatan (kegiatan mengantar). Alasan baru itu bisa karena untuk menghormati tamu atau mungkin keinginan untuk tidak mengecewakan ibunya.
b. Momen pilih
Maksudnya dalam keadaan waktu ada alternatif-alternatif yang mengakibatkan persaingan diantara alternatif atau alasan-alasan itu. Kemudian seseorang menimbang-nimbang dari berbagai alternatif untuk kemudian menentukan pilihan alternatif yang akan dikerjakan.
c. Momen putusan
Dalam persaingan antara berbagai alasan, sudah barang tentu akan berakhir dengan dipilihnya satu alternatif. Satu alternatif yang dipilih inilah yang menjadi putusan untuk dikerjakan.
d. Momen terbentuknya kemauan
Kalau seseorang sudah menentukan satu keputusan untuk dikerjakan maka timbullah dorongan pada diri seseorang untuk bertindak melaksanakan putusan itu.

5. Motivasi berdasarkan sifat
a. Motivasi Intrinstik
Adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu rangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seseorang yang senang membaca, tidak usah ada yang menyuruh tau mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya. Motivasi ini muncul dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara esensial bukan sekedar simbolik dan seremonial. Contohnya mendapat rangking satu di sekolah.
Strategi untuk menimbulkan motivasi instrinstik antara lain :
• Membangkitkan rasa ingin tahu
Yaitu benar-benar membangkitkan kebutuhan belajar dari dalam diri masing-masing
• Membangkitkan semangat belajar dari dirinya sendiri.
• Menggunakan prestasi innovasi yang beraneka ragam.
(Budi Wahyu Pratiwi, 2006: hal 4)
b. Motivasi Ekstrinstik
Adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Sebagai contoh seseorang itu belajar, karena tahu besok paginya akan ujian dengan harapan mendapatkan nilai baik.sehingga akan dipuji oleh pacarnya atau temannya. Motivasi ekstrenstik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaiatn dengan aktivitas belajar.
Strategi untuk menimbulkan motivasi ekstrinstik antara lain :
• Balikan yang jelas
Misalkan : proses belajar tidak bisa lepas dari evalusi. Sebaliknya evalusi harus bisa dinikmati oleh siswa.

• Balikan yang segera
Misalkan : tes, evaluasi, ulangan harian dan lain-lain
• Balikan yang sering
Misalkan : mengadakan ulangan tiap-tiap BAB sub pokok.
(Budi Wahyu Pratiwi, 2006: hal 5)
Perlu ditambahkan lagi, bahwa ada satu jenis motif yang tidak hanya sekedar bersifat instrinstik atau ekstrinstik. Maksudnya suatu tingkah laku tidak hanya didorong oleh keinginan sendiri atau karena rangsangan dari luar, tetapi karena perintah Tuhan. Motif ini lebih tinggi tingkatnya dari motif intrinstik dan ekstrinstik. Motif ini hanya dimiliki olkeh manusia sebagai makluk paling tinggi martabatnya diantara makluk-makluk yang lainnnya. Misalnya orang melakukan ibadah sesuai dengan agama masing-masing didasari oleh motif beragama.
6. Motivasi diukur dari segi perilaku
a. Dorongan ingin tahu
Sikap yang ditunjukkan :
• Penuh perhatian (suka belajar)
• Sering atau suka berlatih
b. Dorongan penuh kepuasaan
Sikap yang ditunjukkan :
• Gairah belajar
• Tidak Mudah Jenuh
• Ceria
c. Dorongan percya diri
Sikap yang ditunjukkan :
• Keberanian
• Optinisme
• Kesiapan


d. Dorongan untuk mencapai hasil
Sikap yang ditunjukkan :
• Kreatif (banyak ide-ide cemerlang)
• Komunikatif
• Suka kerjasama (diskusi dalam belajar)

D. BENTUK-BENTUK MOTIVASI DI SEKOLAH
MOTIVASI BELAJAR
1. Pengertian
Belajar adalah suatu tinglah laku atau kegiatan dalam rangka mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotor maupun sikap. Agar kegiatan belajar ini terwujud, harus ada motivasi, yang disebut motivasi belajar.
2. Pengertian belajar secara popular.
Beberapa ahli telah menyusun definisi belajar yang perumusannya berbeda-beda antara lain senbagai berikut :
a. Belajar merupakan proses perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman pengalaman atau praktek (David R Shaffer 1995).
b. Belajar merupakan suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman-pengalaman (N.L Gage D.C Berliner. 1988).
c. Belajar merupakan terminologi yang digunakan untuk menjelaskan proses yang mencangkup perubahan tingkah laku melalui pengalaman. (Witrock dalam Thomas J. Good dan Jare E Brophy, 1990).
d. Belajar adalah proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman (James O. Whitaker dalam Whasty Sumanto, 1987)
e. Belajar adalah suatu mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap perubahan itu bersifat relative konstan dan berbekas (W.S Winkel, 1989 : 36)
f. Belajar adalah perubahan yang relative permanen dalam potensi bertindak, yang berlangsung sebagai akibat adanya latihan yang diperkuat (et.al Kimble dalam B.R Hergenhann 1982 : 3)
(Tim MKDK IKIP Semarang, hal 2)
3. Pengertian belajar secara khusus
Yang dimaksud pengertian khusus di sini ialah pengertian belajar menurut pandangan pandangan tertentu. Pandangan tersebut didasarkan pada aliran psikologi yang dipakai sebagai dasar membuat definisi. Beberapa aliran psikologi yang akan dikemukakan untuk menjelaskan pengertian belajar secara khusus antara lain :
a. Belajar Menurut Psikologi Behavioristik ialah perubahan perilaku yang dapat diamati yang terjadi karena adanya hubungan antara stimulus dengan respon menurut prinsip-prinsip yang mekanistik (Seifert, 1983).
b. Belajar Menurut Psikologis Kognitif ialah memfungsikan unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikir, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar dirinya.
c. Belajar Menurut Psikologis Humanistik ialah suatu kegiatan untuk memahami sesuatu, sesuai dengan persepsi, dan kesadarannya terhadap sesuatu yang akan dipelajarinya.
d. Belajar Menurut Psikologis Gestait ialah kegiatan internal yang mengatur atau menorganisasikan stimulus yang terdiri dari berbagai bagian sehingga orang mempersepsinya sebagai suatu pola atau struktur yang bermakna.
(Tim MKDK IKIP Semarang, hal 2 – 4)
4. Pentingnya motif dalam belajar
Di dalam kenyataan motif belajar ini tidak selalu timbul dalam diri siswa. Sebagian siwa mempunyai motivasi belajar yang tinggi, tetapi ebagian yang lainmotivasinya rendah atau bahkan tidak ada sama sekali. Bagi siswa yang tidak mempunyai motif belajar, besar kemungkinan ia tidak akan mencapai tujuan. Bila hal ini tidak diperhatikan, tidak dibantu maka siswa akan gagal dalam belajar. Oleh karena itu guru sebagai orang yang membelajarkan siswa, harus peduli dengan masalah motivasi ini. Guru buknlah pengajar yang sudah lega kita semua p[okok bahasan dari suatu mata pelajaran sudah tersampaikan tepat pada waktunya dan berbangga hati jika telah menyampaikan materi pelajaran dengan berbagai metode pembelajaran yang canggih. Di samping itu semua yang tidak kalah pentingnya, ia harus mau dan mapu memotivasi siwa yang rendah motivasi belajarnya dan meningkatkan motivasi siswa yang sudah mencapai motivasi belajar.
Perlu diketahui bahwa motivasi yang dilakukan oleh guru pada mulanya bersifat ekstrinstik, tetapi diharapkan untuk selanjutnya dapat berubah menjadi motivasi ekstrinstik.
Para ahli sendiri telah melakukan beberapa penelitian tentang peran (kontribusi) motivasi terhadap prestasi belajar, diantaranya : Webreg (11% - 20%), Suciati (36%) dan Mc Delland (64%).
5. Fungsinya
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya
c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbutan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seorang siswa yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak sesuai dengan tujuannya.
Di samping itu ada juga fungsi-fungsi yang lain. Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu usaha keras karena adanya motivasi. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencpaian prestasi beljarnya.
6. Bentuk motivasi belajar
Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah yaitu :
a. Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagaio simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Angka-angka yaang baik merupakan motivasi yang sangat kuat bagi para siswa. Namun perlu diingat bahwa angka tersebut bukan atau belum merupakan hasil belajar yang sejati (bermakna). Sehingga seorang guru harus mampu mengaitkan angka tadi dengan valuas yang terkandung dalam tiap pengeathuan yang diajarkan kepada para siswa sehingga tidak sekedar kognitif saja tetapi juga ketrampilan dan afektifnya.
b. Hadiah
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian. Sebab hadiah untuk suatu pekerjaan mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak suka dan tidak berbakti untuk suatu pekerjaan tersebut.
c. Persaingan atau motivasi
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong minat belajar siswa. Persaingan baik individu maupun kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
d. Ego-involvement
Menumbuhkan kesadarn kepada siswa agar melaksanakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan, sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Penyelesaian tugas dengan baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri.
e. Memberi ulangan
Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu memberi ulangan juga merupakan sarana motivasi. Tentu saja juga harus diperhatikan faktor frekuensi dan adanya informasi tentaang ulangan itu sendiri.
f. Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih giat beljar.
g. Pujian
Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Oleh karena itu supaya pujian merupakan motivasi, pemberiannya harus tepat. Dengan pujian yang tepat akan membuat suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga diri.
h. Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijaksana bisa menjadi alat motivasi. Oleh krena itu guru harus memahami prinsip-prinsip pemberin hukuman.
i. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan ada maksud belajar. Hal ini akan lebih baik, bila dibandingkan dengan segala sesuatu kegitan yang tanpa maksud. Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memeng ada motivasi untuk belajar, sehingga sudaah barang tentu hasilnya akan lebih baik.
j. Minat
Motivasi memiliki kaitan erat dengan minat. Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi yang pokok. Proses belajar itu akan belajar lancar kalau disetai minat.
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar
Motivasi belajar dapat timbul tenggelam atau berubah disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Beberapa faktor tersebut antara lain :
a. Cita-cita atau aspirasi
Cita-cita atau disebut juga aspirasi adalah suatu target yang ingin dicapai oelh semua siswa. Target ini diartikan sebagai tujuan yang ditetapkan dalam suatu tindakan yang ditetapkan dalam suatu tindakan yang ditetapkan dalam suatu kegiatan yang mengandung makna bagi seseorang.
Yang dimaksud dengan cita-cita atau aspirasi disini ialah tujuan yang ditetapkan dalam suatu kegiatan yang mengandung makna bagi seseorang (W.S Winkel, 1989: 96). Aspirasi ini dapat bersifat positif dapat pula bersifat negatif. Siswa yang mempunyai aspirasi positif adalah siswa yangmenunjukan hasratnya untuk memperoleh keberhasilan. Sebaliknya siswa yang mempunyai aspirasi negatif adalah siswa yang menunjukan keinginan dan hasrat menghindari kegagalan. (Tim MKDK IKIP Semarang, hal 34)
b. Kemampuan belajar
Dalam belajar dibutuhkan berbagai kemampuan. Kemampuan ini meliputi beberapa aspek psikis yang terdapat dalam diri siswa, misalnya pengamatan, perhatian, ingatan, daya pikir dan fantasi. Siswa yang mempunyai kemampuan belajar tinggi, biasanya lebih bermotivasi dalam belajar, karena siswa seperti itu lebih sering memperoleh sukses, sehingga kesuksesan itu memperkuat motivasinya.

c.Kondisi siswa
Siswa adalah makluk yang terdiri dari kesatuan psikofisik. Jadi kondisi siwa yang mempengaruhi motivasi belajar disini berkaitan dengan kondisi fisik dan psikologis.
d. Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan merupakan unsur-unsur yang datang dari luar diri siswa. Lingkungan siswa, sebagaimana juga lingkungan individu pada umumnya ada tiga, yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Berarti unsur-unsur yang mendukung atau menghambat dapat berasal dari ketiga lingkungan tersebut.
e. Unsur-unsur dinamis dalam belajar
Unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang keberadaannya dalam prosese belajar tidak stabil, kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah dan bahkan hilang sama sekali, khususnya kondisi-kondisi yang sifatnya kondisional. Misalnya keadaan emosi siswa, gairah belajar, situasi dalam keluarga dan lain-lain.
f. Upaya guru membelajarkan siswa
Upaya yang dimaksud adalah bagaimana guru mempersiapkan diri dalam membelajarkan siswa, mulai dari penguasaan materi, cara menyampaikannya, menarik perhatian siswa, mengevaluasi hasil beljar siswa dan lain-lain.
8. Upaya meningkatkan motivasi belajar siswa
Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar siswa antara lain :
a. Mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar meliputi :
• Perhatian (attention)
• Relevansi (relevance)
• Kepercayaan diri (confidence)
• Kepuasan (satisfation)
(Prasetya Irawan. 1994. hal 43 )
b. Mengoptimalkan unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran.
Yang dimaksud dengan unsur-unsur dinamis dalam belajar ialah unsure-unsur yang keberadaannya dapat berubah-ubah,dari tidak ada menjadi ada, dari keadaan melemah menjadi menguat. Termasuk dalam unsur-unsur ini antara lain adalah bahan mengajar dan upaya pengadaannya, suasana belajar dan upaya pengembangannya, kondisi siswa dan upaya penyiapannya.
Guru hendaknya berusaha mengorganisasikan materi pelajaran, sehingga siswa mudah dan senang mempelajarinya. Selain itu guru harus pula mempertimbangkan beberapa hal dalam memilih materi pelajaran,antara lain : tingkat kemampuan siswa, tingkat pengembangan (usia) siswa, keterkaitannya dengan pengalaman siswa, kesesuaian materi dengan minat atau lingkungan siswa (TIM MKDK IKIP Semarang. 1996, hal 36)
c. Mengoptimalkan pemanfaatan pengaaman atau kemampuan yang telah dimiliki oleh siswa.
d. Mengembangkan cita-cita atau aspirasi siswa



DAFTAR PUSTAKA

Akmad Sudrajat ............... Teori-teori Motivasi
www.akmhmadsudrajat.wodpress.com .................

Martin Rini S Tasmin. 2002. Motivasi
www.e-psikologi.com

M. Sobry Sutikno. 2007. Peran Guru Dalam Membangkitkan Peran Belajar Siswa, www.bruderfic.or.id. 15 April

Prasetya Irawan dkk 1994 Teori Belajar, Motivasi dan Keterampilan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional Jakarta.

Sardiman A.M., 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Rajawali Pers, Jakarta

Tim MKDK IKIP Semarang, 1996. Belajar dan Pembelajaran, Semarang,1996



TEORI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

Konstruktivisme bukan merupakan suatu teori yang baru dalam bidang pendidikan. Teori ini bertitik tolak dari pada pandangan Behaviorisme yang mengkaji perubahan tingkah laku sehingga kepada kognitisme yang mengkaji tentang cara manusia belajar dan memperoleh pengetahuan yang menekankan perwakilan mental.

A. Pengertian Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengaetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita itu adalah konstriksi atau bentukan kita sendiri. Jadi menurut teori konstrukstivisme belajar adalah kegiatan yang aktif dimana si subjek belajar membangun sendiri pengetahuannya.
Secara ringkasnya teori pembelajaran konstruktivisme adalah suatu paham tentang pengetahuan ide atau konsep yangbaru dibina secara aktif berdasarkan kepada pengalaman lepas dan pengetahuan yang ada dengan meklumat, ide atau konsep yang diterima sesuai bantuan sendiri, interaksi sosial atau sekitarnya diselaraska melalui proses metakognitif.
Adapun dibawah ini beberapa pengertian konstruktivisme yang lain :
1. Bettencourt 1989
Menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu.
2. Bruner 1960
Telah menekankan bahwa pembelajaran merupakan satu proses dimana pelajar membina ide baru atau konsep berasaskan kepada pengetahuan mereka. Pelajar memilih dan menginterprestasikan maklumat, membina hipotesis dan membuat keputusan yang melibatkan pemikiran mental (struktur kognitif seperti skema dan model mental) memberikan makna dan pembentukan pengalaman dan membolehkan individu melangkah melebihi maklumat yang diberikan (Beyond The Information Given). Hasil dari pada pendekatan ini beliau telah memperkenalkan pembelajaran penemuan (discovery learning).
3. Briner 1999
Berpendapat bahwa murid membina pengetahuan mereka dengan menguji ide dan pendekatan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada, mengaplikasikannya kepada situasi baru dan mengintegrasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan binaan intelektual yang akan terwujud.
4. Brooks And Brooks 1993
Menyatakan bahwa murid membina makna tentang dunia dengan mengsintesis pengalaman baru kepada apa yang mereka telah pahami sebelum ini.
5. Mc. Brien And Brandt 1997
Konstruktivisme adalah suatu pendekatan pengajaran berdasarkan kepada penyelidikan tentang bagaimana manusia belajar. Kebanyakan penyelidik berpendapat setiap individu membina pengetahuan dan bukannya menerima pengetahuan dari pada orang la


B. Skema Pengertian Konstruktivism


C. Prinsip-prinsip Pembelajaran Konstruktivisme

Menrurut pusat perkembangan kurikulum 1991 salah satu implikasi utama pendeaktan konstruktivisme yang paling utama ialah pengajaran dan pembelajaran adalah berpusatkan belajar. Pengetahuan yang dipunyai oleh pelajar adalah hasil daripada aktivitas yang dilakukan oleh pelajar tersebut dan bukan pengajaran yang diterima secara pasif. Ia menekankan tindakan dan pemikiran pelajar dan bukan guru.
Berdasarkan skema 2, prinsip-prinsip pembelajaran utama yang berpusatkan pelajar mempunyai ciri-ciri yaitu pembelajaran merupakan satu proses yang aktif. Di sini guru perlu menerima autonomi pelajar. . Ia lebih menekankan pembelajaran daripada pengajaran..Pelajar diberi peluang untuk memilih golongan, strategi dan penilaian pelajarannya.
Yang kedua ialah motivasi merupakan kunci daripada pembelajaran di mana ia melakukan penemuan, perasaan ingin tahu dan inisiatif pelajar. Di samping itu pengalaman dari segi kepercayaan, sikap yang ada dan pengetahuan yang ada memainkan peranan yang kritikal dalam pembelajaran.
Oleh karena manusia mempunyai kecenderungan kognitif (cognitive predisposition). Pelajar mengkonstruksi pengetahuan melalui penglibatan aktivitas projek / kajian.( contoh; menguji hipotesis) dan membuat pilihan. Di sini, pengajaran perlu dibentuk untuk memudahkan ekstrapolasi dan memenuhi ruang (“going beyond the information given”).
Dalam teori konstruktivisme, pembelajaran adalah berbentuk kontekstual. Ia berkaitan dengan dunia kehidupan seseorang dan berhubungan dengan prejudis dan kebimbingannya. Pembelajaran juga ialah satu aktivitas sosial di mana ia menyokong pembelajaran koperatif dan melibatkan penggunaan bahasa. Ia melibatkan pelajar dengan situasi dunia sebenarnya. Pembelajaran sebagai aktivitas sosial ini juga menggunakan dialog dan perbincangan sesama pelajar atau antara guru dan pelajar. Satu lagi prinsip pembelajaran ialah ia mengambil masa. Di sini pelajar perlu diberikan masa yang mencukupi untuk menyelesaikan tugasan yang diberi. Ia menekankan pemikiran refleksi dan proses kematangan.
Pembelajaran konstruktivisme amat berfokus kepada pemahaman pelajar dan prestasinya. Mengikut Alessi & Trollip (2001), ia mempunyai asas dalam kognitif bersituasi dan perkaitan dengan pengajaran bertumpu.

D. Ciri Dan Prinsip dalam Belajar Menurut Paul Suparno 1997

1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar rasakan dan alami.
2. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus.
3. Belajar bukanlah kegiata mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, tetapi perkembangan itu sendiri.
4. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalam subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.
5. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, si subjek belajar tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang telah dipelajari.

E. Pendekatan Pembelajaran Secara Konstruktivisme

1. Ketelibatan : simulasi perasaan ingin tahu pelajar melalui pemberian suatu tugas, topik astau konsep, memupuk minat dan membangkitkan permasalahan.
2. Penjelajahan : adalah bertujuan untuk memuaskan perasaan ingin tahu melalui penggunaan pendekatan inkuiri untuk menjajah dan menyiasati, melalui eksperimen, mengajarkan pelajr untuk bekerja sama.
3. Keterangan : pendekatan yang melibatkan definisi konsep dan pernyataaan. Pertanyaan tentang keterangan orang lain serta membuat pertimbangan dan penjelasan.
4. Penguraian : memperdalam lagi konsep ke dalam sudut pandang yang lain. Pelajar akan mengkaitkan dan melihat hubungan suatu konsep atau topik dalam sudut pandang yang lain dan membuat kaitan antara konsep atau topik ke dalam kehidupan sehari-hari.
5. Penilaian : menilai pemahaman pelajar melalui demonstrasi pemahaman dam kemahiran atau konsep pengetahuan. Mengakses pengetahuan pelajar, kemahiran dan konsep. Mengemukakan persoalan terbuka (contoh : Apa yang sedang anda pikirkan?

F. Peranan Guru dalam Pembelajaran Konstruktivisme

Seperti yang ditun jukan dalam skema 2 guru memainkan peranan sebagai fasilisator yang akan merancang dan menekankan aktifitas yang berpusatkan belajar. Guru merupakan pembimbing yang akan membantu pelajar menyadari kerelevanan kurikulum kepada kehidupan mereka. Guru akn mengenal pasti pengetahuan yang ada pada pelajar dan merancangkaidah pengajarannya dengan sifat asas pengetahuan tersebut. Guru juga merupakan pereka bentuk bahan pengajaran yang menyediakan peluang kepada murid untuk membina pengetrahuan baru. Guru senantiasa berpikiran terbuka yang senantiasa mendorong pelajar unutk menerangkan ide mereka serta menghargai pandangan mereka.
Sebagai penyokong kognitif, guru akan menstruktur pelajaran untuk merubah persepsi murid, mendukung mereka membuat tugas yang berbentuk penyelesaian, enganalisis, meramal, menerka dan membuat hipotesis. Pelajar juga perlu didorong untuk menerangkan lebih lanjut jawaban mereka. Selain itu pelajar juga didorong untuk membuat penemuan melalui pertanyaan dan tanya jawab antara satu sama lain. Masa yang secukupnya perlu diberikan agar pelajar dapat membuat kaitan antara ide-ide yang telah dijalankan. Akhirnya guru perlu tahu cara melaksanakan pembelajaran koperatif dalam menjalankan tugas dan membimbing pelajar untuk mendapatkan jawaban yang tepat.

G. Peranan Pelajar dalam Pembelajaran Konstruktivisme

Perubahan ke atas perannan pelajar dalam pembelajaran secara konstruktivisme melibatkan sikap tanggung jawab terhadap pembelajran mereka sendiri dan boleh menyelesaikan masalah. Pelajar juga perlu mempunyai inisiatif mengemukakan pendapat dan membuat analisis serta menjawab pendapat yang dikemukakan.Pembicaraan juga penting dalam membantu pelajar mengubah atau mngukuhkan ide-ide mereka, menemukakan pendapat dan mendengar ide orang lain serta mebina azas pengetahuan yang mereka pahami.
Selain itu pelajar juga perlu mempunyai kemahiran penggunaan teknologi dimana mereka dapat menggunakan data dan bahan-bahan fisikal manipulatif atau interaktif (misalnya akses kepada internet) menolong mereka mencari ide dan pengetahuan baru.

H. Kelebihan Pembelajaran Secara Konstruktivisme

Menurut Pusat Perkembangan Kurikulum (1991), pembelajaran secara konstruktivisme menumbuhkan kemahiran berfikir secara kreatif dan kritis. Ia mengajarkan pelajar berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari ide dan membuat keputusan yang bijak dalam menghadapi berbagai kemungkinan dan, misalnya dalam kegiatan penyelidikan dan penyiasatan dan pengujian hipotesis.
Selain itu ia memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang suatu konsep dan ide di mana pelajar terlibat secara langsung dalam pembinaan pengetahuan baru dan mengaplikasikannya dalam kehidupan atau situasi baru.
Hasil daripada proses pemahaman konsep, pelajar dapat membina ingatan jangka panjang tentang sesuatu konsep melalui keterlibatan yang aktif dalam mengaitkan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang ada untuk membina pengetahuan yang baru.
Keyakinan pelajar dapat dipupuk hasil daripada pembelajaran ini pelajar berani mengahadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
Di samping itu pelajar juga dapat meningkatkan kemahiran sosialnya yaitu dapat bekerjasama dengan orang lain dalam menghadapi berbagai cobaan dan masalah. Kemahiran sosial ini dapat diperoleh apabila pelajar berinteraksi dengan teman - teman dan guru dalam membina pengetahuan mereka.
Akhirnya, hasil daripada pembelajaran secara konstruktivisme dimana pelajar membina pengetahuan, konsep dan ide baru secara aktif, pelajar akan meningkatkan pemahamannya, berasa lebih yakin untuk terus belajar sepanjang hayat walaupun menghadapi berbagai cobaan dan kemungkinan.

I. Kesimpulan

Akhirkata, konstruktivisme merupakan ide bahwa pembelajaran melibatkan pembinaan skima pengetahuan seorang individu yang dicapai melalui proses keseimbangan ( Reiber,1994). Keseimbangan ini dicapai melalui proses akomodasi dan assimilasi dimana skema pengetahuan baru dibentuk melalui penstrukturan semula skema pengetahuan baru dengan skema pengetahuan yang ada. Pendekatan ini merupakan pembelajaran induktif berdasarkan penemuan yang melibatkan penerkaan isi pelajaran dengan lebih lanjut, menguji ide, membina dan menguji hipotesis.
Konstruktivisme merupakan paradigma yang dominan dalam bentuk dan pembinaan perisian PPBK(Pengajaran dan Pembelajaran Berbantukan Komputer) dimana ia mempunyai asas yang kuat dalam bidang psikologi pembelajaran dan perkembangan kognitif. Pendekatan ini menekankan penyediaan sumber untuk pelajar membina pengetahuan sendiri. Dalam pendekatan BIG (Beyond the Information Given) pelajar dibekalkan dengan maklumat berarahan untuk pembentukan pengetahuan.
Walau bagaimanapun, untuk membentuk dan membina perisian PPBK yang efekrif dan berkualitas, gabungan elemen-elemen pendekatan lain seperti behaviorism, kognitivisme dan konstruktivism serta pendekatan lain amat diperlukan dan ini juga bergantung kepada golongan, jenis pengguna dan kandungan perisian. Dalam satu persekitaran pendidikan yang lengkap , ia melibatkan penggunaan teknologi bersama komponen lain seperti guru, pelajar, buku dan media lain.


DAFTAR PUSTAKA
Alessi, Stephen. M. & Trollip, Stanley, R. 2001. Multimedia for Learning.: Methods and Development. Massachusetts: Allyn and Bacon.
Boyle, Tom. 1997. Design for Multimedia Learning. Great Britian: Prentice Hall.
Bruner, J. 1973. Going Beyond the Information Given. New York: Norton.
Cunningham. D. J. 1991. Assessing constructions and constructing assessments: a dialouge, Educational Technologu, 31, no.5, 13-17.
Nik Azis Nik Pa. 1997. Konsep tentang realiti dan prospek pendidikan di abad ke 21. Jurnal Kebangsaan Pengetua-Pengetua Sekolah Menengah Malaysia. 2: 37-52.
Merill, M.D. 1983. Component Display Theory in Regeluth, C (ed). Indtructional design theories and models. New Jersey: Erlbaum Hillsdale.
Mohd Fadzli Ali. 2001. Distance Education: Constructivism and the Internet. Prosiding Konvensyen Teknologi Pendidikan Kali ke 14. hlm. 242-246.
Gagne, R. 1985. The conditions of learning and theory of instruction. Ed ke 4. New York : Holt Pub.
Perkins D.N. 1991. technology meets constructivism: do they marriagel ?. Educational Technology, 31, No.5:18-23.
Phillips, Rob. 1977. Interactive Multimedia: A practical guide for educational applications. USA: Kogan Page.
Pusat Perkembangan Kurikulum. 1991. Pembelajaran secara Konstruktivisme. Kuala Lumpur: Kementerian Pendidikan Malaysia.
Reiber, L.P. (1994). Computer-based Microworlds: A bridge between constructivisme and direct instruction. Educational Technology Research and Development, 40 (1)
Roblyer, M.D. & Edwards, Jack. 1997. Integrating Educational Technology into Teaching. Ohio: Prentice Hall.
Sardiman,A.M.1986.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada


METODE PERMAINAN DOMINO MATEMATIKA


A. Pengertian Domino
Domino adalah permainan individu/kelompok yang menggunakan satu set domino (kadang disebut kartu domino) atau permainan yang dimainkan dengan kartu itu. (Wikepedia, the free encyclopedia)
1. Permainan Domino
Permainan domino secara filosofi dapat memberikan konstribusi atas penguatan nasionalisme kita. Selain kebersamaan yang sudah diuraikan, nilai lainnya yang bisa kita dapatkan dari permainan ini yakni :
a. Kedisiplinan, bisa dibayangkan jika pemain domino tidak disiplin. “menurunkan” kartu padahal bukan gilirannya misalnya, tentu pemain menjadi kacau. Oleh karena itu, dalam pertandingan kesalahan demikian mendapatkan sanksi berupa poin untuk lawan.
b. Saling pengertian, pemain domino sangat membutuhkan saling pengertian. Pemain tidak boleh mementingkan dirinya sendiri. Dibutuhkan kebersamaan bahkan pengorbanan untuk kemenangan tim. Dalam bergaul, bekerja, dan konstribusi lainnya untuk bangsa, saling pengertian untuk sesama jelas sangat dibutuhkan.
c. Kerja sama, kemenangan tim (pasangan) dalam permainan domino menjadi penentu kemenangan tim. Kerja sama menjadi poin yang mutlak.
d. Sportivitas dan kejujuran, dua hal ini menjadi nilai yang terkandung dalam permainan doming (bugis, red). Jujur untuk tidak mengelabuhi lawan. Sportif untuk tidak menggunakan kode dan sandi demi kemenangan. Kemenangan permainan menjadi tujuan, tetapi sportivitas dan kejujuran menjadi nafas permainan. (Sultanhabnoer, 2007)
2. Domino Matematika
Domino matematika yang dimaksud dalam hal ini adalah kartu domino yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga memuat pesan-pesan matematika sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Domino matematika dapat dibuat variasi, yaitu variasi tunggal dan majemuk. Variasi tunggal artinya bahwa domino matematika dirancang hanya untuk menyajikan pencapaian satu tujuan, misalnya TPK : Siswa dapat menentukan nilai fungsi sinus suatu sudut. Dalam hal ini semua kartu domino dirancang mengandung sinus-sinus suatu sudut. Karena fungsi yang dibicarakan hanya sinus, maka domino itu disebut DOSIN.

Contoh modifikasinya adalah sebagai berikut :

No. KARTU DOMINO DOMINO MATEMATIKA
01 Jumlah Kartu Domino adalah 28 lembar Jumlah kartu domino matematika tidak harus 28 disesuaikan dengan keperluan/tujuan.
02 Ada aturan permainan Ada aturan permainan (Aturan permaianan dapat berubah sesuai dengan kesepakatan).
03 Lambang kartu domino berupa sejumlah bulatan / titik Lambang-lambang kartu domino matematika berupa sejumlah meteri yang akan dibicarakan
04 Contoh kartu domino


Contoh kartu domino matematika

Domino matematika untuk sinus sudut-sudut istimewa

(X) 0˚ 30˚ 45˚ 60˚ 90˚
Sin (X) 0 ½ ½ √2 ½ √3 1

Yang dapat dibuat sebagai berikut :


Sedangkan variasi majemuk artinya bahwa domino matematika dirancang untuk pencapaian beberapa tujuan pembeljaran (dalam satu rumpun) secara serentak. Misalnya fungsi sinus, cosinus tangen, Ctg, Sec, secara serempak. Dalam hal ini jumlah kartunya semakin banyak. Oleh karena itu pemainnya juga boleh banyak.

B. Kegunaan
Keguanaan alat ini adalah untuk meningkatkan skill matematika dan juga mempermudah siswa memahami konsep trigonometri, sehingga siswa merasa senang karena mereka dapat belajar melalui bermain. ('Green Apple', - )

C. Alat, Bahan dan Petunjuk Pembuatan
1. Alat : Gunting/curter, pulpen/spidol dan penggaris.
2. Bahan : Kartu/Karton.

D. Pentunjuk Pembuatan
Adapun petunjuk pembuatan kartu domino matematika yaitu sebagai berikut :
1. Pembuatan kartu domino matematika diserahkan kepada peserta sebagai tugas kelompok yang dikerjakan. Hal ini dimaksudkan agar mereka merasa ikut memiliki (sense of belonging), merasa bertanggung jawab dan memahami seluk-beluknya. Masing-masing kelompok terdiri dari 3 atau 4 orang, agar terjadi saling kerja sama bahu membahu.
2. Tiap-tiap kelompok hanya diberi tugas untuk membuat kartu domino matematika dengan variasi tunggal sederhana saja.
Misalnya : DOSIN untuk 0˚ - 90˚, DOSIN 180˚ - 270˚
DOTANG untuk 90˚ - 180˚, dan sebagainya.
Hal ini dimaksudkan agar terjadi interdependence antar kelompok
3. Sebaiknya ukuran kartu diseragamkan, misalnya 4×2 cm agar rapi, dan tulisan dipakai spidol berwarna agar tampak indah dan serasi.
4. Untuk membuat variasi majemuk, hanya dengan memadukan kartu variasi tunggal dengan sorting, sesuai dengan tujuan.

E. Petunjuk Bermain Domino Matematika Dan Penggunaannya
Kita dapat membuat aturan permainan yang disepakati bersama, misalnya untuk kartu DOSIN diatas dengan jumlah kartu 25 buah dan pemain 4 orang. Kartu dibagikan tiap orang mendapat 6 kartu. Kartu sisanya diletakan terbuka diatas meja, sebagai pembuka permainan. Lalu pembagi kartunya tadi, menurunkan sebuah kartunya yang menyambung salah satu nilai yang sama dengan kartu yang ada di atas meja. Kalau tidak ada kartu yang memenuhi, maka ia tidak berhak menjalankan kartunya, dan diteruskan pada pemain berikutnya. Untuk pemain yang tidak dapat menjalankan kartunya karena kesulitan menentukan pilihan yang sesuai maka diberi batas waktu samapai 2,5 menit. Bila melebihi batas waktu yang ditentukan maka dilanjutkan pemain berikutnya dan pemain yang lain diharapkan dapat membantu kesulitan tersebut. Jika ada pemain yang salah dalam menjalankan kartunya maka pemain yang lain berhak menolaknya. Demikian seterusnya, sehingga yang kartunya habis lebih dahulu itulah pemenangnya.
Contoh:


DAFTAR PUSTAKA

Green Apple'. - permainan domino. http://Green Apple.wordrpress.com/suara MB. Kota Batu/permainan-domino/.
Diakses tanggal 25 September 2007
Kusno. 2005. Profil alat peraga matematika. Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Sultanhabnoer. 2007. Permainan domino. http:// sultanhabnoer.wordpress.com/2007/08/21/Nasionalisme-dari-permainan-domino/. Diakses tgl 24 september 2007

Wikepedia, - the free encyclopedia. Domino. http://enwikipedia.org/wiki/Dominois/. Diakses tanggal 01 September 2007




METODE PENEMUAN TERBIMBING (DISCOVERY)

A. Metode Penemuan
Metode penemuan ( discovery learning ) adalah suatu metode pembelajaran yang memberi kesempatan kreatifitas siswa dengan mendasar kepada potensi siswa agar siswa menemukan pengalaman atau hasil belajarnya sendiri. Metode ini menjadi bagian dari strategi pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses, yang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran.
“Pembelajaran dengan penemuan adalah kegiatan pembelajaran yang sengaja dirancang dengan menggunakan metode penemuan. Para siswa diajak atau didorong untuk melakukan kegiatan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya diharapkan dapat menemukan sesuatu yang diharapkan” (Soedjadi, 1997). Melalui pembelajaran dengan penemuan, guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip sendiri. Berlyn (dalam Slavin, 2000)menyatakan bahwa: “Discovery learning has several adventages. It arouses students’ curiosity, motivating them to continue to work until they find answers”. Artinya, pembelajaran penemuan memiliki beberapa kelebihan, yaitu dapat membangkitkan rasa ingin tahu dan memotivasi siswa untuk terus bekerja sampai mereka menemukan jawaban.
Hirdjan (dalam Kusno. 2004: 76) mengemukakan bahwa: Pengajaran matematika dengan metode penemuan bertujuan agar anak didik terampil dan mampu memecahkan serta menemukan sendiri penyelesaian problem-problem dalam matematika. Selain itu juga bertujuan agar anak didik tabah menghadapi problem-problem dalam masyarakat dikelak kemudian hari dan mampu memecahkan serta menemukan sendiri penyelesaiannya. Karenanya kepada anak didik perlu dibiasakan mendapat soal-soal yang baru dan beraneka ragam.
Seseorang akan dapat berhasil dengan baik mengajar matematika dengan metode penemuan bila ia sendiri dapat memecahkan soal-soal atau problem-problem matematika dengan metode penemuan. Soal-soal yang diajar dengan cara “menemukan sendiri” itu akan merupakan pembelajaran matematika yang lebih menarik, baik bagi guru maupun anak didik.
Pendapat Hirdjan di atas mengindikasikan bahwa: (1) belajar penemuan dapat membuat siswa terampil dan mampu menemukan sendiri penyelesaian masalah-masalah dalam matematika dan dalam masyarakat (kelak dikemudian hari), (2) hasil belajar siswa akan baik bila dalam kegiatan belajar dan pembelajaran matematika menggunakan metode penemuan, dan (3) pembelajaran penemuan dalam matematika merupakan pembelajaran yang menarik, baik bagi guru maupun siswa.
Metode penemuan memberikan kesempatan kepada anak untuk berpikir sendiri dan hanya dengan jalan itulah anak-anak bisa menyadari potensi dirinya. Selain itu, metode penemuan dapat memberikan kesenangan terhadap matematika dengan adanya hubungan erat antara factor kognitif dan afektif dalam pembelajaran.

B. Penemuan Terbimbing (discovery).
Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitik beratkan study individual, manipulasi objek-objek, dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep. (Hamalik. 2006:134). Dalam strategi ini bahan pelajaran dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui berbagai aktivitas, sehingga tugas guru lebih banyak sebagai fasilisator dan pembimbing bagi siswanya. (Sanjaya. 2007:126).
Pada pelajaran matematika, belajar penemuan murni bagi siswa (SD, SMP, dan SMA) belum memungkinkan untuk diterapkan karena pada umumnya mereka masih memerlukan bimbingan guru dalam menemukan konsep dan prinsip. Penemuan murni bagi siswa masih belum memungkinkan. Umumnya mereka masih memerlukan petunjuk/bimbingan guru. Namun petunjuk/bimbingan guru harus dilakukan sedemikian rupa sehingga siswa tetap lebih aktif dalam memecahkan masalah untuk menemukan. Metode demikian dikenal sebagai metode penemuan terbimbing.
Penemuan terbimbing telah dipertimbangkan oleh guru-guru bidang sains sebagai cara yang paling efektif mengajarkan sains. Keikutsertaan siswa dalam penyelidikan dan pencarian akan membawa mereka kepada kesimpulan yang valid, terampil dan mengerti konsep-konsep. Aktivitas pencarian memberikan pengalaman kongkrit untuk membantu siswa mengerti dan mengingat ide-ide abstrak tanpa dihafalkan di luar kepala. Aktifitas tersebut juga akan memberikan pengesanan yang dalam pada struktur kognitif siswa sejalan dengan pengalaman yang dijalaninya.
Pembelajaran penemuan terbimbing dapat memberikan kesempatan dan menuntut siswa terlibat secara aktif di dalam mencapai tujuan pembelajaran. Siswa dilatih dan dipantau dalam memenuhi kaidah-kaidah yang telah ditentukan. Dalam pembelajaran penemuan terbimbing, tugas guru adalah sebagai fasilisator, motivator, dan informator. Sssebagai fasilisator, guru menyediakan fasilitas yang diperlukan siswa dalam proses penemuan. Menciptakan situasi yang kondusif bagi siswa agar dapat membelajarkan dirinya sendiri, dengan mengatur segala sesuatu untuk memperlancar proses penemuan yang dilakukan.
Sebagai motivator, guru berfungsi mendorong dan memberikan motivasi agar siswa aktif melakukan kegiatan, bereksperimen, bertanya, dan mencari informasi baru. Di samping itu guru perlu memberikan motivasi kepada siswa melalui pertanyan-pertanyaan yang bersifat mengarahkan siswa untuk menemukan. Sebagai informatory, guru berfungsi sebagai sumber informasi bagi siswa . guru harus senantiasa siap dengan informasi yang diperlukan siswa. Dalam hal ini guru tidak perlu selalu memberikan jawaban langsung atau informasi langsung, tetapi hanya membimbing atau mengarahkan siswa supaya tidak tersesat atau menyimpang dalam melaksanakan proses penemuan.
Soedjadi (1997) mengatakan: Sebelum melaksanakan model pembelajaran penemuan ini, guru perlu benar-benar siap dengan baik. Baik dalam memilih topik yang akan dipelajari maupun dlam memikirkan kemungkinan yang akan terjadi sewaktu pembelajaran itu berlangsung. Dengan kata lain, guru perlu mempersiapkan pembelajaran dengan penemuan itu secara cermat.
Selanjutnya menurut Soedjadi (1997): Hal yang perlu diperhatikan dalam merancang model pembelajaran penemuan adalah: (1) topik apa yang akan diambil, (2) bagaimana bentuk masalah atau pertanyaan yang diperlukan, (3) apa yang akan ditemukan siswa, (4) bagaimana prosesnya, (5) apa yang dibutuhkan, (6) adakah yang didiskusikan, (7) adakah yang perlu dikerjakan siswa secara individu, (8) adakah aplikasi temuan yang perlu dilakukan siswa, dan (9) sumber-sumber apa yang perlu diketahui atau dipelajari guru sebelumnya.

C. Langkah-langkah Pembelajaran Penemuan Terbimbing (discovery)
Soedjadi (1997:26) mengemukakan: Langkah-langkah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing sebagai berikut.
1. Pemberian soal/masalah, siswa diminta memahami masalah tersebut.
Guru meneliti kebutuhan dan minat siswa dan mempergunakannnya sebagai dasar untuk menentukan hal-hal/masalah yang berguna dan realistis bagi pengajaran discovery.
2. Pengembangan data, siswa diminta mencari/menunjuk kemungkinan-kemungkinan lain.
Berdasarkan kebutuhan dan minat siswa tersebut, melaksanakan praseleksi terhadap prinsip, generalisasi, konsep dan hubungan untuk dipelajari, dan guru mengorganisasi satuan fisik dalam daerah pengajaran agar mendorong timbulnya urutan ide-ide ( a free flow of ideas ) pada diri siswa yang terlibat dalam belajar discovery.
3. Penyusunan data, siswa diminta memasukkan perolehan dari butir (b) dalam satu table.
Guru memberi siswa kesempatan melakukan pengumpulan dan penggunaan data secara aktif.
4. Penambahan data (bila masih belum terdapat modelnya, siswa diminta menambah data).
Guru memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk maju/berhasil sesuai dengan kecepatan masing-masing individu dalam mengumpulkan dan menyusun kembali data sehingga mereka memperoleh pemahaman baru.
5. Prompting (bila masih dipandang belum lengkap, siswa diminta menambah data secara tidak urut).
Guru membantu siswa memperjelas peranan-peranan yang perlu dilakukan melalui pembahasan bersama.
6. Pemeriksaan hasil
Guru mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang digunakan untuk memulai belajar discovery, selain itu guru memberikan sambutan secara tegas dan akurat berdasarkan data dan informasi kepada siswa yang bertanya dan memerlukan bantuan dalam pekerjaan/pelajaran.



Sedangkan Hijran dalam Kusno ( 2004: 80 ) membuat langkah-langkah pembelajaran penemuan terbimbing yang dapat dilihat pada gambar berikut ini:


Skema Langkah-Langkah Model Pembelajaran Penemuan
Langkah pertama dari guru adalah penentuan task kriteria, yaitu suatu tugas atau problem yang disajikan oleh guru untuk dikerjakan atau dipecahkan oleh siswa. Suatu task kriteria sedapat mungkin memenuhi tiga fungsi, yaitu: a) memberi keuntungan kepada siswa untuk memperoleh suatu penemuan; b) membantu guru untuk mengetahui siapa di antara siswa telah memperoleh penemuan yang diharapkan; dan c) memberi petunjuk kepada siswa akan arah dan tujuan kegiatan belajar siswa atau pengalaman belajarnya. Bagi siswa yang telah menemukan polanya, akan segera memperoleh bentuk umum dan soal dapat diselesaikan.
Langkah kedua adalah memberikan bimbingan pada siswa yang memerlukan. Bimbingan pertama, memberikan latihan pengembangan, yakni memberikan latihan-latihan/percobaan-percobaan dimulai dari yang pal;ing sederhana, kemudian dikembangkan dan yang selalu ada hubungannya dengan task kriteria. Tentu saja bila bimbingan ini tidak diperlukan maka siswa dapat langsung kejawaban. Hal ini terlihat pada skema arah panah yang langsung menghubungkan “task criteria” dan “jawaban” di seebelah kanan.
Bimbingan kedua, bila masih diperlukan, ialah penyusunan data, yaitu mengumpulkan data hasil percobaan-percobaan di atas dan menyusunnya dalam suatu daftar . Bila siswa tidak memerlukannya, karena dari latihan-latihan yang telah dilakukannya ialah memperoleh pola yang diperlukan, ia dapat langsung ke pola-pola dan pengecekan. Hal ini terlihat pad skema arah panah yang menghubungkan “latihan pengembangan” dan “pola-pola dan pengecekan”. Jawaban tiap percobaan/latihan selalu harus dicek kebenarannya. Dengan demikian siswa akan tambah yakin bahaw pola yang diperolehnya benar.
Bimbungan yang ketiga, bila masih diperlukan adalah penambahan data atau prompting. Dengan ditambahkan beberapa percobaan, hasilnya akan menambah data, yang memungkinkan siswa memperoleh pola yang diperlukan. Jika pola tidak mudah terlihat siswa, maka guru memberikan prompting (menambah dta secara meloncat), sehingga siswa mudah memperoleh pola yang diharapkan guru. Bagi siswa yang tidak memerlukan penambahan data atau prompting dari guru, karena dari penyusunan data ia telah memperoleh pola yang diperlukan, dapat meneruskan ke pola-pola dan pengecekan. Hal ini terlihat pada skema arah anak panah yang menghubungkan “penyusunan data” dan “pola-pola dan pengecekan”. Akhirnya jawaban task kriteria ditemukan dengan menggunakan pola yang diperoleh. Karena jawaban yang ditemukan ini masih berupa terkaan atau persangkaan, perlulah diadakan verifikasi, yaitu pembuktian secara matematika, yang dapat dilakukan dengan induksi lengkap atau dengan cara lain. Mengingat waktu yang disediakan ataupun kemampuan siswa, maka pembuktian secara matematika mungkin tidak dapat dilakukan. Yang penting dalam hal ini guru telah mengetahui jawaban yang berdasarkan pola diatas benar.
Langkah berikutnya adalah task ketangkasan, yaitu pemberian latihan pada siswa sehingga rumus/dalil yang diketemukan dapat digunakan untuk menyelesaiakan soal/tugas yang sejenis.
Berkaitan dengan prompting, Hirdjan (dalam Kusno, 2004:78) menjelaskan: perlu diketahui bahwa tidak semua siswa diwajibkan menyelesaiakan suatu problem secara bertahap (latihan pengembangan  penyusunan data  penambahan data  ). Bagi siswa yang telah memperoleh pola melalui/sampai tahap tertentu, ia dapat menemukan rumus/dalil sehingga problem dapat diselesaiakan. Selanjutnya Hirdjan menjelaskan pula bahwa tidaklah suatu keharusan agar setiap siswamenambah data sampai suatu jumlah tertentu. Mungkin dengan beberapa data-data saja ia telah memperoleh polanya.
Berdasarkan pendapat Hirdjan di atas, berkenaan dengan prompting, dapat disimpulkan bahwa prompting adalah penambahan data yang disajikan tidak secara bertahap, atau tidak terurut yang diberikan setelah siswa melalui tahap-tahap sebelumnya (tahap pengembangan dan tahap penyusunan data), sehingga siswa mudah memperoleh pola yang diharapkan guru.
Bila dicermati kedua pendapat diatas, maka langkah-langkah pembelajaran penemuan pendapat Hirdjan lebih fleksibel karena dalam pemakaian langkah-langkah atau tahap-tahapnya diperkenankan melompati langkah-langkah atau tahap-tahap tertentu. Artinya: (1) Jika dari langkah 1 telah ditemukan pola, maka diperkenankan langsung ke jawaban task kriteria yang merupakan suatu kesimpulan berupa temuan konsep atau prinsip, hal ini dapat dilihat pada skema arah anak panah yang meghubungkan “task kriteria” dan “jawaban”; dan (2) jika dari langkah 2 atau langkah 3 telah ditemukan pola, maka diperkenankan langsung ke langkah 5 (penarikan kesimpulan berupa temuan konsep atau prinsip), hal ini dapat dilihat pada skema arah anak panah yang menghubungkan “latihan pengembangan” dan “pola-pola dan pengecekan”, dan arah anak panah yang menghubungkan “penyusunan data” dan “pola-pola pengecekan”. Sehingga dalam pembelajaran penemuan terbimbing ini, peneliti mengacu kepada langkah-langkah belajar penemuan yang dikemukakan Hirdjan. Dengan demikian, langkah-langkah pembelajaran penemuan terbimbing yang dimaksudkan disini adalah bimbingan yang diberikan guru kepada siswa dalam bentuk tertulis pada LKS dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Pemberian masalah (menentukan task kriteria), siswa diminta memahami masalah yang diberikan. Masalah yang diberikan: (a) memberikan petunjuk pada arah perolehan suatu penemuan oleh siswa, dan (b) memberi petunjuk pada arah dan tujuan kegiatan belajar siswa atau pengalaman belajarnya melalui percobaan-percobaan. Dengan memberikan percobaan dan bimbingan/arahan akan dapat diharapkan memperoleh jawaban masalah berupa penemuan konsep atau prinsip, yaitu merupakan suatu kesimpulan.
(2) Pemberian pengembangan. Pengembangan yang diberikan hendaknya selalu ada hubungannya dengan masalah. Bila pemberian pengembangan ini tidak diperlukan (karena dari kegiatan/percobaan pada langkah pemberian masalah yang diberikan telah ditemukan konsep atau prinsip), dapat langsung ke “jawaban”. Hal ini dapat dilihat pada skema arah anak panah yang menghubungkan “task kriteria” dan “jawaban”. Jawaban ini harus selalu dicek kebenarannya karena sudah merupakan suatu kesimpulan berupa konsep atau prinsip.
(3) Penyusunan data (bila masih diperlukan) yaitu, mengumpulkan data hasil kegiatan/percobaan pada langkah-langkah diatas dan menyusunnya dalam suatu table (harus selalu dicek kebenarannya), sehingga siswa akan mendapatkan gambaran untuk memperoleh suatu konsep atau prinsip. Bila penyusunan data tidak diperlukan (karena dari pengembangan yang telah dilakukan telah diperoleh konsep atau prinsip yang diperlukan), dapat langsung kepola-pola (penarikan kesimpulan berupa konsep atau prinsip). Hal ini dapat dilihat pada skema arah anak panah yang menghubungkan “latihan pengembangan” dan “pola-pola dan pengecekan”.
(4) Penambahan data atau prompting, bila masih diperlukan. Dengan ditambahkan beberapa kegiatan/percobaan, hasilnya akan menambah data, yang memungkinkan siswa memperoleh konsep atau prinsip yang diperlukan. Jika konsep atau prinsip tidak mudah ditemukan siswa, maka guru memberikan prompting (menambah data secara meloncat), sehingga siswa mudah memperoleh konsep atau prinsip yang diharapkan guru. Bila penambahan data atau prompting tidak diperlukan (karena dari penyusunan data telah diperoleh konsep atau prinsip yang diperlukan(, dapat diteruskan ke pola-pola dan pengecekan. Hal ini terliha pada skema arah anak panah yang menghubungkan “penyusunan data” dan “pola-pol dan pengecekan”.
(5) Penarikan kesimpulan berupa penemuan pola-pola (konsep dan prinsip) dan pengecekan. Artinya, dengan bantuan guru, konsep dan prinsip yang ditemukan harus selalu dicek kebenarannya.
(6) Penerapan konsep atau prinsip (berupa soal-soal latihan) yang harus dijawab siswa dengan tujuan untuk mengetahui hasil dari proses berpikir siswa dalam menerapkan konsep dan prinsip yang telah ditemukan.
(7) Melakukan verifikasi, yaitu melakukan pemeriksaan hasil atas jawaban task kriteria atau atas jawaban siswa terhadap penerapan konsep atau prinsip (berupa soal-soal latihan). Bila ini tidak diperlukan, dapat diteruskan ke langkah berikutnya.
(8) Pemberian task ketangkasan pada siswa. Dalam hal ini juga terdapat berupa pemberian soal-soal latihan yang sejenis dengan tujuan memantapkan keterampilan siswa menggunakan konsep atau prinsip yang diperoleh.
Selain bimbingan tertulis juga diberikan bimbingan lisan berupa penjelasan singkat atau berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru kepada siswa yang mengalami kesulitan dengan tujuan untuk memancing siswa agar lebih berpikir. Pada RP, langkah-langkah tersebut tidak dicantumkan. Yang dicantumkan hanya petunjuk-petunjuk yang salah satu diantaranya adalah petunjuk untuk menggunakan LKS yang didalamnya telah dicantumkan delapan langkah diatas.

D. Kebaikan dan Kelemahan Penemuan Terbimbing
1. Kebaikan Pembelajaran Penemuan Terbimbing
Karena pembelajaran penemuan terbimbing pada dasarnya termasuk pembelajaran penemuan, maka kebaikan-kebaikan pembelajaran penemuan juga berlaku pada pembelajaran penemuan terbimbing. Slavin (2000:228) mengemukakan bahwa: Belajar penemuan mempunyai beberapa kebaikan, antara lain adalah (1) menimbulkan keingintahuan siswa, (2) dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk melanjutkan tugasnya sampai menemukan jawaban, (3) siswa secara bebas belajar memecahkan masalahdan terampil berfikir kritis karena harus menganalisis dan memanipulasi informasi, (4) penemuan melibatkan pengorganisasian kembali ide-ide yang telah diketahui sebelumnya agar dapat membangun keadaan yang lebih baik antara ide-ide tersebut dengan rumus yang harus diterima siswa. Sedangkan Suryosubroto (2002:200) mengemukakan bahwa (1) Strategi penemuan membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan, (2) Metode ini memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri, (3) Metode ini dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan. Dapat memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi yang mengecewakan.
Sedangkan Dahar (1996:126) menyatakan bahwa: Pengetahuan yang diperoleh dengan metyode penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat, atau lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi baru. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain. Belajar penemuan membangkitkan rasa ingin tahu siswa, memberi motivasi untuk bekerja keras terus sampai menemukan jawaban. Lagi pula pendekatan ini mengajarkan keterampilan-keterampilan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain, dan meminta siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi-informasi dan tidak hanya menerima saja.
Russefendi (1998:210) berpendapat pula bahwa belajar melalui penemuan mempunyai beberapa kebaikan, yaitu ilmu-ilmu yang diperoleh melalui penemuan akan lebih melekat/mantap, dapat menumbuhkan rasa percaya terhadap diri sendiri, dan dapat meningkatkan motovasi. Kemudian Hirdjan mengemukakan pula bahwa hasil pelajaran yang diajar dengan metode penemuan akan lebih bertahan lama atau tidak akan lekas dilupakan oleh anak didik, dan anak didik akan lebih pandai menyelesikan soal-soal yang baru.
Dari pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kebaikan dari pembelajaran penemuan adalah (1) pengetahuan yang diperoleh bertahan lama, mudah diingat dan mudah diterapkan pada situasi yang baru, (2) meningkatkan penalaran, analisis dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk terus belajar dan tidak hanya menerima saja, (4) menimbulkan keingintahuan siswa, (5) dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk melanjutkan tugasnya sampai menemukan jawaban, dan (6) dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa.
2. Kelemahan Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing
Seperti yang dikatakan diatas bahwa pembelajaran penemuan terbimbing pada dasarnya termasuk pembelajaran penemuan. Oleh sebab itu kelemahan-kelemahan pembelajaran penemuan juga berlaku pada pembelajaran penemuan terbimbing.
Ruseffendi (1998:214) mengemukakan bahwa: Kelemahan model pembelajaran penemuan antara lain: (1) tidak semua materi cocok disajikan dengan menggunakan model pembelajaran penemuan,(2) proses pembelajarannya memakan waktu dan tenaga yang cukup banyak terutama bagi guru, disebabkan pekerjaan siswa berbeda-beda satu sama lain (mungkin sama) sehingga untuk memeriksa hasil kerja siswa membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup banyak bagi guru.
Suryosubroto (2002:201-202) berpendapat pula bahwa belajar melalui penemuan mempunyai beberapa kelemahan, yaitu: (1)Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya siswa yang lamban mungkin bingung dalam usahanya mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau menemukan saling ketergantungan antara pengertian dalam suatu objek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam bentuk tertulis. Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli penemuan dan akan menimbulkan frustasi pada siswa yang lain. (2) metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar, misalnya sebagian besar waktu dapat hilang, karena membantu seoarang siswa menemukan teori-teori, atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu.
Berkenaan dengan kelemahan pertama dari model pembelajaran penemuan terbimbing diatas, maka ciri-ciri materi matematika yang cocok diajar dengan metode penemuan di SMP diantaranya adalah materi itu dapat diajarkan dengan menggunakan alat peraga dan sesuai dengan tahap perkembangan kognitif siswa. Sebagai contoh, misalnya dalam menemukan definisi genetik tentang jajargenjang dan belahketupat serta rumus luas daerahnya masing-masing, siswa dapat menggunakan alat peraga berupa bangun-bangun segitiga dari kertas atau karton yang sudah dirancang sedemikian rupa.

E. Motivasi Pada Penemuan Terbimbing
Motivasi berpangkal dari kata “motif” yang diartikan daya penggerak yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Ada tiga elemen atau ciri pokok dalam motivasi itu yakni motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya feeling dan dirangsang karena adanya tujuan.
Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai.
Dalam penemuan terbimbing motivasi siswa terlihat dengan indikator,(1) dorongan ingin tahu yang dapat ditunjukkan dengan sikap antosiasme/penuh perhatian, kesungguhan, keuletan, suka bertanya, suka berlatih, (2) dorongan pemenuhan kepuasan yang dapat ditunjukkan dengan gairah belajar, tidak mudah jenuh, rasa senang/ceria, ingin mengulangi perbuatan, (3) dorongan percaya diri yang dapat ditunjukkan dengan keberanian, optimisme, kesiapan, (4) dorongan untuk mencapai hasil yang dapat ditunjukkan dengan kerjasama, kreatif/banyak ide dan komunikatif. Jika seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi maka akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain bahwa dengan adanya usaha yang tekun dan motivasi yang tinggi, maka seseorang yang belajar akan dapat meraih prestasi yang baik. Intensitas motivasi seseorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajar.




DAFTAR PUSTAKA

Dahar, R. W.1996. Teori – Teori Belajar, Depdikbud, Dirjen Dikti, P2L PTK: Jakarta

Hamalik, Umar. 2006. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan. Bumi Aksara : Jakarta

Kusno. 2004 . Model – Model Pembelajaran yang Sinergis Dengan KBK. Diktat Kuliah. Tidak diterbitkan.

Russefendi. 1988. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pembelajaran Matematika untuk Membangkitkan CBSA.

Slavin, R. E. 2000. Educational Psychology Theory and Practice. Boston : Halim and Bacon

Subroto, Suryo.2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Rineka cipta : Jakarta.



PEMBELAJARAN ELEKTRONIK


A. Pengertian Pembelajaran Elektronik
Pembelajaran elektronik atau e-learning telah dimulai pada tahun 1970-an. Berbagai isilah digunakan untuk mengemukakan pendapat atau gagasan tentang pembalajaran elektronik, antara laian adalah on-line learning, internet-enabled learning, virtual learning, atau web-based learning. Sistem pembelajaran elektronik atau disingkat e-learning adalah cara baru dalam proses belajar mengajar. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. E-learning juga dapat mempersingkat jadwal target waktu pembelajaran dan menghemat biaya yang harus dikeluarkan oleh program pendidikan.
Menurut Thomson Ganxglass dan Simon (dalam Siahaan, 2004) bahwa e-learning merupakan suatu pengalaman belajar yang disampaikan melalui teknonogi elektronika. Secara utuh e-learning (pembelajaran elektronik) dapat didefinisikan sebagai upaya menghubungkan pembelajar (peserta didik) dengan sumber belajarnya (database, pakar/instruktur, perpustakan) yang secara fisik terpisah atau bahkan berjauhan namun, dapat saling berkomunikasi, berinteraksi atau berkolaborasi secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan e-learning termasuk dalam model pembelajaran individual.
Menurut Loffus (2001) dalam Siahaan (2004) kegiatan e-learning lebih bersifat demokratis dibandingkan dengan kegiatan belajar pada pendidikan konvensional, karena peserta didik memiliki kebebasan dan tidak merasa ragu-ragu maupun takut, baik untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pendapat/gagasan karena tidak ada peserta belajar lainnya yang secara fisik langsung mengamati dan kemungkinan memberikan komentar, meremehkan atau bahkan mencemooh pertanyaan maupun pernyataannya.



B. Fungsi Pembelajaran Elektronik
Ada tiga fungsi pembelajaran elektronik terhadap kegiatan pembelajaran di dalam kelas yaitu :
1. Suplemen (Tambahan)
Dikatakan berfungsi sebagai suplemen (tambahan), apabila peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/ keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran elektronik. Sekalipun sifatnya oposional, peserta didik yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan ilmu pengetahuan atau wawasan.
2. Komplemen (Pelengkap)
Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) apabila materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa di dalam kelas. Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement (pengayaan) atau remerdial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional.
Materi pembelajaran elektronik dikatakan sebagai enrichment, apabila peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai/memahami materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka (fast learners) diberikan kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dirancang untuk mereka. Tujuannya agar semakin memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disajikan guru di dalam kelas.
Dikatakan sebagai program remedial, apabila kepada peserta didik yang mengalami kesulitan menguasai/memahami materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka di dalam kelas (slow learners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan materi pembelajaran elektronik. Tujuannya agar peserta didik semakin lebih mudah memahami materi pelajaran.

3. Substitusi (Pengganti)
Ada tiga alternatif modal kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih peserta didik yaitu :
a. Sepenuhnya secara tatap muka (konvensional).
b. Sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet.
c. Sepenuhnya melalui internet.

C. Manfaat Pembelajaran Elektronik
Keuntungan menggunakan e-learning diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Menghemat waktu proses belajar mengajar
2. Mengurangi biaya perjalanan
3. Menghemat biaya pendidikan secara keseluruhan (infrastuktur, peralatan, buku-buku)
4. Menjangkau wilayah geografis yang lebih luas
5. Melatih pembelajaran lebih mandiri dalam mendapatkan ilmu pengetahuan
E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan bahan/materi pelajaran. Demikian juga interaksi antara peserta didik dengan dosen/guru/instruktur maupun antara peserta didik. Peserta didik dapat saling berbagi informasi atau pendapat mengenai berbagai hal yang menyangkut pelajaran ataupun kebutuhan pengembangan peserta didik. Guru atau instruktur dapat menempatkan bahan-bahan belajar dan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik di tempat tertentu di dalam web untuk diakses oleh peserta didik. Sesuai dengan kebutuhan guru/instruktur dapat pula memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengakses bahan belajar tertentu maupun ujian yang hanya dapat diakses oleh peserta didik sekali saja dan dalam rentangan waktu tertentu pula.
Secara lebih rinci, manfaat e-learning dapat dilihat dari dua sudut, yaitu :
1. Dari sudut peserta didik
Dengan kegiatan e-learning dimungkinkan berkembangnya flesibilitas belajar yang tinggi. Artinya peserta didik dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang. Peserta didik dapat berkomunikasi dengan guru/dosen setiap saat. Dengan kondisi yang demikian ini peserta didik dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran.
Oleh karena itu, kegiatan e-learning akan memberikan manfaat (Brown, 2000) kepada peserta didik yang :
a. Belajar di sekolah-sekolah kecil di daerah-daerah miskin untuk mengikuti mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diberikan oleh sekolahnya.
b. Mengikuti program pendidikan keluarga di rumah (home schoolers) untuk mempelajari materi pembelajaran yang tidak dapat diajarkan oleh para orangtua, seperti bahasa asing dan keterampilan di bidang computer.
c. Merasa phobia di sekolah, atau peserta didik yang dirawat di rumah sakit maupun di rumah yang putus sekolah tetapi berminat melanjutkan pendidikannya, yang dikeluarkan oleh sekolah maupun peserta didik yang berada di berbagai daerah atau bahkan yang berada di luar negeri.
d. Tidak tertampung di sekolah di sekolah kovensional untuk mendapatkan pendidikan.
2. Dari sudut guru/dosen/instruktur
Dengan adanya kegiatan e-learning beberapa manfaat yang diperoleh guru/dosen/instruktur antara lain :
a. Guru/dosen/instruktur dapat lebih mudah melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggungjawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang terjadi.
b. Guru/dosen/instruktur dapat mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna peningkatan wawasannya karena waktu luang yang dimiliki relatif banyak.
c. Guru/dosen/instruktur dapat mengontrol kegiatan belajar peserta didik. Bahkan guru/dosen/instruktur juga dapat mengetahui kapan peserta didiknya belajar, topik apa yang dipelajari, berapa lama suatu topik itu dipelajari, serta berapa kali topik tertentu dipelajari ulang.
d. Guru/dosen/instrutur dapat mengecek apakah peserta didik telah mengerjakan soal-soal latihan setelah mempelajari topik tertentu.
e. Guru/dosen/instruktur dapat memeriksa jawaban peserta didik dan memberitahukan hasilnya kepada peserta didik.
Sedangkan manfaat pembelajaran elektronik menurut A.W.Bates (Bates, 1995) dan K.Wulf (Wulf, 1996) terdiri atas 4 hal yaitu :
1. Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance interactivity).
Apabila dirancang secara cermat, pembelajaran eletronik dapat meningkatkan kadar interaksi pembelajaran, baik antara peserta didik dengan guru/instruktur, antara sesame peserta didik, maupun antara peserta didik dengan bahan belajar (enhance interactiviy).
2. Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibility).
Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan tersedia untuk diakses oleh peserta didik melalui internet, maka peserta didik dapat melakukan ineraksi dengan sumber belajar kapan saja dan dari mana saja. Demikian juga dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran dapat diserahkan kepada guru/dosen/instruktur begitu selesai dikerjakan. Tidak perlu menunggu sampai ada janji dengan guru/instruktur. Peserta didik tidak terikat ketat dengan waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan pembelajaran sebagaimana pada pendidikan konvensional.
3. Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a global audience).
Dengan fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah peserta didik yang dapat dijangkau melalui kegiatan pembelajaran elektronik semakin lebih banyak atau meluas. Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi hambatan. Siapa saja, dimana saja, dan kapan saja seseorang dapat belajar. Interaksi dengan sumber belajar dilakukan melalui internet. Kesempatan belajar benar-benar terbuka lebar bagi siapa saja yang membutuhkan.


4. Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities)
Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai perangkat lunak yang terus berkembang turut membantu mempermudah pengembangan bahan belajar elektronik. Penyempurnaan atau pemutakhiran bahan belajar sesuai dengan tuntutan perkembangan materi keilmuannya dapat dilakukan secara periodik dan mudah. Disamping itu, penyempurnaan metode penyajian materi pembelajaran dapat pula dilakukan baik yang didasarkan atas umpan balik dari peserta didik maupun atas penilaian guru/dosen/instruktur selaku penanggung jawab atau pembina materi pembelajaran itu sendiri.
Pengetahuan dan keterampilan untuk pengembangan bahan belajar elektronik ini perlu dikuasai terlebih dahulu oleh guru/dosen/instruktur yang akan mengembangkan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan pengelolaan kegiatan pembelajarannya sendiri. Harus ada komitmen dari guru/dosen/instruktur yang akan memantau perkembangan kegiatan belajar peserta didiknya dan sekaligus secara teratur memotivasi peserta didiknya.

D. Penyelenggaraan E-Learning
Pembelajaran elektronik (e-learning) telah dimulai pada tahun 1970-an. Karena guru dan siswa terpisahkan maka penyampaian bahan ajar disajikan di computer melalui internet dan dalam bentuk media elektronik. Media elektronik yang dimaksud dapat berupa website dengan berbagai fasilitas seperti chatting, presentasi dan jurnal yang bisa di download, ujian dan penilaian on-line, forum diskusi virtual, forum konsultasi, dan tanya jawab discussion board maupun video conference.
Ada tiga hal penting sebagai persyaratan kegiatan belajar elektronik (e-learning) yaitu :
1. Kegiatan pembelajaran dilakukan melalui pemanfaatan jaringan .(“jaringan” dalam uraian ini dibatasi pada penggunaan internet. Jaringan dapat saja mencakup LAN atau WAN).
2. Tersedianya dukungan layanan belajar yang dapat dimanfaatkan oleh peserta belajar misalnya CD-ROM, atau bahan cetak.
3. Tersedianya dukungan layanan tutor yang dapat membantu peserta belajar apabila mengalami kesulitan.
Disamping ke tiga persyaratan tersebut maka dapat ditambahkan persyaratan lainnya, seperti adanya :
1. Lembaga yang menyelenggarakan/mengelola kegiatan e-learning.
2. Sikap positif dari peserta didik dan tenaga kependidikan terhadap teknologi computer dan internet.
3. Rancangan sistem pembelajaran yang dapat dipelajari/diketahui oleh setiap peserta belajar.
4. Sistem evaluasi terhadap kemajuan atau perkembangan belajar.
5. Mekanisme umpan balik yang dikembangkan oleh lembaga penyelenggara.
Selain itu ada beberapa pertimbangan untuk menggunakan e-learning dewasa ini antara lain :
a. Harga perangkat komputer semakin lama semakin terjangkau.
b. Peningkatan kemampuan perangkat komputer dalam mengolah data lebih cepat dan kapasitas penyimpanan data semakin besar.
c. Memperluas akses atau jaringan komunikasi.
d. Memperpendek jarak dan mempermudah komunikasi.
e. Mempermudah pencarian atau penelusuran melalui internet.
Mempersiapkan sumber daya manusia untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan dibidang pengembangan dan pengelolaan kegiatan pembelajaran kegiatan elektronik menjadi faktor yang sangat menentukan disamping pengadaan fasilitas komputer dan akses internet. Perkembangan yang terjadi dewasa ini adalah mudahnya menjumpai tempat-tempat untuk mengakses internet seiring dengan meningkatnya jumlah warnet baik milik pemerintah maupun publik.
Penyediaan fasilitas melalui PT.Pos Indonesia telah masuk ke-116 kota diseluruh Indonesia (Hardhono, 2002). Keberadaan berbagai perguruan tinggi di kabupaten/kota turut mempercepat jumlah pengguna internet. Demikian juga halnya dengan jumlah penyelenggara kegiatan pembelajaran elektronik, yaitu tercatat sekitar 150 instansi penyelenggara perkuliahan elektronik untuk program sarjana muda dan 200 instansi untuk program sarjana (Pethokoukis, 2001).
Dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran elektronik guru/dosen/intruktur merupakan factor yang sangat menentukan dan kemampuannya memotivasi peserta didik menjadi yang krusial (Gibbon, 2002). Oleh karena itu guru/dosen/instruktur harus transparan dalam memberikan informasi tentang semua aspek kegiatan pembelajaran sehingga pserta didik dapat belajar secara baik untuk mencapai hasil belajar yang baik. Informasi yang dimaksud mencakup :
1. Alokasi waktu untuk mempelajari materi pembelajaran dan penyelesaian tugas.
2. Keterampilan teknologis yang perlu dimiliki peserta didik untuk memperlancar kegiatan pembelajarannya.
3. Fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran. (Rankiyu, 2002)
Disamping hal-hal tersebut diatas, guru/dosen/instruktur dalam pembelajaran elektronik juga dituntut aktif dalam diskusi (Mclraken, 2002) misalnya dengan cara:
a. Merespon setiap informasi yang disampaikan pserta didik.
b. Menyiapkan dan menyajikan risalah dan berbagai sumber (referensi) lainnya.
c. Memberikan bimbingan dan dorongan kepada peserta didik untuk saling berinteraksi.
d. Memberikan secara individual dan berkelanjutan kepada semua peserta didik.
e. Menggugah atau mendorong peserta didik agar tetap aktif belajar dan mengikuti diskusi.
f. Membantu peserta didik agar tetap dapat saling berinteraksi.
Profil peserta e-learning adalah seseorang yang :
1) Mempunyai motivasi belajar mandiri yang tinggi dan memiliki komitmen untuk belajar secara sungguh-sungguh karena tanggung jawab sepenuhnya berada pada diri peserta belajar itu sendiri.
2) Senang belajar dan melakukan kajian-kajian, gemar membaca demi pengembangan diri secara terus menerus dan menyenangi kebebasan.
3) Mengalami kegagalan dalam mata pelajaran tertentu di sekolah konvensional setempat maupun yang ingin mempercepat kelulusannya sehingga mengambil beberapa mata pelajaran lainnya melalui e-learning, serta yang tidak dapat meninggalkan rumah karena berbagai pertimbangan (Tucker, 2000).

DAFTAR PUSATAKA

Yani, Ivo. 2007. Penerapan E-Learnimg dalam Pmbelajaran. www.bpplsp-reg-1.go.id. 14 September 2007.

. . Pembelajaran Elektronik. id.wikipedia.org. 14 September 2007.

. 2006. E-Learning Hewan Apakah Itu?. elcom.umy.ac.id. 14 September 2007.

. . Profil Peserta E-Learning. elcom.umy.ac.id. 14 September 2007.




STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI


A. PENGERTIAN
Istilah Discovery (penemuan) sering dipertukarkan pemakaiannya dengan Inquiry (penyelidikan), Sund (1975) berpendapat bahwa Discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Sedangkan Inquiry adalah perluasan proses Discovery yang digunakan lebih mendalam.(Suryo Subroto, 2002:193)
Ada berbagai rumusan tentang pengajaran berdasarkan inkuiri, antara yang satu dengan yang lainnya berbeda secara gradual. Diantara rumusan itu adalah: “Diskover terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses-proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip”. Rumusan ini menggambarkan, bahwa diskover dilakukan melalui proses mental, yakni observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, dan penentuan. Proses-proses tersebut disebut Discovery Cognitive Process. Sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilating concept and priciples in the mind. Pengajaran inkuiri dibentuk atas dasar diskoveri, sebab seorang siswa harus menggunakan kemampuannya berdiskoveri dan kemampuan lainnya.
Rumusan lainnya menyatakan, “Pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa dimana kelompok siswa inquiry kedalam suatu isu atau mencari jawaban-jawaban terhadap isi pertanyaan melalui suatu prosedur yang digariskan secara jelas dan struktural kelompok.
(Oemar Hamalik, 2005: 219-220).
Strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis da analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti saya menemukan.
(Wina Sanjaya, 2007: 194)

B. CIRI-CIRI PEMBELAJARAN INKUIRI
Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri, antara lain:
1. Strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan.
2. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahakan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapakan dapat menumbuhkan sikap percaya diri.
3. Tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.
(Wina Sanjaya, 2007: 194-195)

C. PRINSIP-PRINSIP PENGGUNAAN PEMBELAJARAN INKUIRI
Pembelajaran inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan intelektual anak. Perkembangan mental (intelektual) itu menurut Piaget dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu Maturattion, Physical Experience, Social Experience dan Equilibration.
1. Maturattion atau kematangan adalah proses perubahan fisiologis dan anatomis, yaitu proses pertumbuhan fisik, yang meliputi pertumbuhan tubuh, pertumbuhan otak, dan pertumbuhan system saraf.
2. Physical Experience adalah tindakan-tindakan fisik yang dilakukan individu terhadap benda-benda yang ada dilingkungan sekitarnya.
3. Social Experience adalah aktivitas dalam berhubungan dengan orang lain.
4. Equilibiration adalah proeses penyesuaian antara pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan yang baru ditemukan.




Atas dasar penjelasan diatas, maka dalam penggunaan strategi pembelajaran inkuiri terdapat berberapa prinsip yang harus diperhatikan, antara lain:
1. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual
Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.
2. Prinsip Interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antar siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan.
3. Prinsip Bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi pembelajaran inkuiri adalah guru sebagai penanya. Sebab kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.
4. Prinsip Belajar untuk Berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (Learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak.
5. Prinsip Keterbukaan
Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu siswa perlu di berikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya.
(Wina Sanjaya, 2007: 196-199)





D. LANGKAH PELAKSANAAN STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI
Tabel. 1 Sintak Metode Pembelajaran Inkuiri
FASE KEGIATAN
1. Orientasi masalah  Menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.
 Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan.
 Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar
2. Merumuskan Masalah  Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa.
 Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki yang jawabannya pasti.
 Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa.
3. Merumuskan Hipotesis  Mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.
4. Mengumpulkan data  Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.
5. Menguji Hipotesis  Mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan
6. Merumuskan Kesimpulan  Menunjukan data mana yang relevan

(Wina Sanjaya, 2007: 200-203)
E. STRATEGI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN INKUIRI DALAM KELAS
Strategi pelaksanaan pembelajaran inkuri dalam kelas adalah Discovery-Oriented Inquiry dan Policy-Based Inquiry.

1. Inkuiri Berorientasi Diskoveri (Discovery-Oriented Inquiry)
Inkuiri berorientasi menunjuk pada situasi-situasi akademik dimana kelompok-kelompok kecil siswa (umumnya antara 4 sampai 5 anggota) berupaya menemukan jawaban-jawaban atas topik-topik inkuiri. Dalam situasi tersebut para siswa dapat menemukan konsep atau rincian infor,asi. Model ini dapat dilaksanakan kepada seluruh kelas sebagai bagian dari kegiatan-kegiatan inkuiri, yang disebut Social Inquiry.
Asumsi-asumsi yang mendasari model inkuiri ini ialah:
(1) Ketrampilan berpikir kritis dan berpikir deduktif yang diperlukan berkaitan dengan pengumpulan data yang bertalian dengan kelompok hipotesis.
(2) Keuntungan bagi siswa dari pengalaman kelompok dimana mereka berkomunikasi, berbagi tanggung jawab, dan bersama-sama mencari pengetahuan.
(3) Kegiatan-kegiatan belajar disajikan dengan semangat berbagai inkuiri dan diskoveri menambah motivasi dan memajukan partisipasi.




Penggunaan Strategi Inkuiri Berorientasi Diskoveri dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Mengidentifikasi dan merumuskan situasi yang menjadi focus inkuiri secara jelas.
(2) Mengajukuan suatu pertanyaan tentang fakta.
(3) Memformulasikan hipotesis atau beberapa hipotesis untuk menjawab pertanyaan pada langkah 2.
(4) Mengumpulkan informasi yang relevan dengan hipótesis dan menyatakan jawaban sebagai proporsi tentang fakta.

2. Inkuiri Berdasarkan Kebijakan (Policy-Based Inquiry)
Inkuiri berdasarkan kebijakan adalah suatu bentuk inkuiri yang lebih proaktif yang berkenaan dengan adnya proposisi-proposisi kebijakan, yakni pertanyaan ”Apa yang harus”, yang berorientasi pada tindakan, hal mana bertentangan dengan proposisi fakta pernyataan tentang ”Apa”.
Pendekatan ini dilandasi oleh asumsi bahwa:
(1) Tujuan utama pendidikan harus menjadi ulangan refflektif terhadap nilai-nilai dan isu-isu penting dewasa ini.
(2) Ilmu sosial harus dipelajari dalam pelajaran tentang upaya untuk mengembangkan solusi-solusi masalah-masalah yang berarti.
(3) Situasi-situasi inkuiri memungkinkan siswa mengembangkan kesadaran dan memfasilitasi tentang peran dan fungsi kelompok serta teknik-teknik pembuatan keputusan
Model inkuiri ini dilaksanakan oleh kelompok dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Membentuk kelompok-kelompok inkuiri. Masing-masing kelompok dibentuk berdasarkan rentang intelektual dan ketrampilan-ketrampilan sosial.
(2) Memperkenalkan topik-topik inkuiri kepada sesama kelompok. Tiap kelompok diharapkan memahami dan berminat mempelajarinya.
(3) Membentuk proposisi tentang kebijakan yang bertalian dengan topik, yakni pertanyaan apa yang harus dikerjakan.
(4) Merumuskan semua istilah yang berkembang dalam proposisi kebijakan.
(5) Menyelidik validitas logis dan konsistensi internal pada proposisi dan unsur-unsur penunjangnya.
(6) Mengumpulkan evidensi (bukti) untuk menunjang unsur-unsur/isi proposisi.
(7) Menganalisis solusi-solusi yang diusulkan dan mencari posisi kelompok.
(8) Menilai proses kelompok.
(Oemar Hamalik, 2005: 220-224).




MODEL PEMBELAJARAN INTEGRATIF



A. Model Pembelajaran
Keberhasilan pembelajaran termasuk pembelajaran aljabar sangat ditentukan oleh model pembelajaran yang dipergunakan. Pentingnya suatu model dalam pembelajaran matematika digambarkan oleh Kutz ( dalam Sinaga, 1999:19 ) mengatakan bahwa tanpa suatu model pembelajaran yang jelas pembelajaran matematika tidak akan efektif, sehingga tidak mungkin diharapkan berhasil dengan baik.
Menurut Bruce Joyce ( 1992:4 ), “ A model of teaching is a plant or pattern that we can use to design face to face teaching in classroom or tutorial setting and to shape instructional material including books, films, tapes, computer mediated program, and curricula ( long term courses of study )”.
Hal ini berarti bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam setting tutorial dan untuk menentukan perangkat – perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku – buku, film, komputer, kurikulum. Model pembelajaran mengarahkan kita dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian hingga tujuan pengajaran tercapai.
Jadi yang dimaksud dengan model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran.

B. Pembelajaran Model Integratif
Eggen dan Kauchak ( 1988:163 ) mendefinisikan model integratif yang artinya model integratif adalah suatu model yang memadukan ketrampilan induktif, ketrampilan deduktif dan pengetahuan ( materi pengajaran ). Lebih lanjut dikatakan, “Dengan kefleksibelannya model ini memperkenankan guru memusatkan perhatian pada materi, ketrampilan berpikir atau pada keduanya disesuaikan dengan tujuan khusus pembelajaran.
Pembelajaran integratif memberikan batasan yang jelas antara garis pembatasan area pelajaran dan pengajaran interdisiplin. Para guru memfasilitasi pross belajar dan berfungsi sebagai jembatan dari suatu pelajaran yang satu dengan pelajaran yang lain. Hal ini lebih fleksibel, misalnya dapat menjangkau para siswa untuk memproses informasi, merumuskan hipotesis dan mengambil kesimpulan dari masalah tertentu.

Gaya pembelajaran integratif
1. Petunjuk berdasarkan isi
Dalam masyarakat, manusia mempelajari bahasa dan isi secara bersamaan sehingga para guru harus mampu menerapkannya dalam kelas.
2. Pertanyaan pemfokusan
Pertanyaan digunakan untuk mengatur pembelajaran.
3. Tingkat kompetensi umum
Tingkat kompetensi umum dapat dijadikan penghubung antara tiga atau empat pelajaran yang saling berhubungan.
4. Pengajaran tematis
Tema berfokus pada kegiatan yang dilakukan bersama siswa.

C. Ketrampilan Berfikir
Menurut Eggen dan Kauchak ( 1988:34 ),
Thinking Skills
1. Developmental Skills Critical Thinking
Induktif Skills
2. Comparing
3. Identifying Patterns
4. Generalizing
5. Observasing Assessing Conclusions
Identifying Irrelevant
6. Information
Deduktif Skills
7. Eksplaining
8. Predikting
9. Hypotesizing

Dari bagan – bagan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Comparing (membandingkan )
Comparing adalah ketrampilan mengidentifikasikan kesamaan dan perbedaan didalam dua informasi yang disajikan. Secara langsung diperoleh dari pengamatan. Tanpa kemampuan membandingkan, menemukan pola tidaklah mungkin. Sedangkan generalisazing bergantung pada pengidentifikasian suatu pola.
2. Hypothesizing
Hypothesizing adalh kemampuan menjawab suatu pertanyaan “bagaimana jika….” Adalah suatu bentuk hypothetical reasoning. Merupakan perluasan dari proses penggeneralisasian dan memperkenalkan siswa untuk memperluas pemikiran pada level yang tinggi.
3. Critical Thingking
Critical thingking dapat dipandang sebagai suatu kterampilan yang dihasilkan dari kemampuan untuk membentuk generalisasi yang valid, eksplanasi, prediksi, hipotesis. dan comparison atau kemampuan untuk menerima kevalidan suatu pertanyaan. (Eggen dan Kauchak, 1988:34).


D. Langkah – langkah Pembelajaran Model Integratif
Menurut Eggen ada lima tahap langkah atau fase dari pembelajaran model integratif yang saling berhubungan, yaitu :
1. Fase Describe (Menggambarkan)
Pada awal pelajaran guru secara langsung menarik perhatian siswa-siswa pada data yang disajikan dalam sebuah bagan atau lainnya dan meminta mereka untuk mengamati dan kemudian mendiskripsikan informasi tersebut.
2. Fase Compare (Membandingkan)
Fase ini merupakan lanjutan dari pengamatan dan pendiskripsian informasi yang disajikan. Pada fase ini siswa-siswa mengidenifikasi persamaan dan perbedaan dari dua data atau lebih. Dengan membandingkan data tersewbut mereka mulai menstruktur informasi tersebut dan membuatnya lebih bermakna bagi mereka. Fase 1 dan 2 adalah fase induktif.
3. Fase Explain (Menjelaskan)
Pada fase ini proses menjadi deduktif, siswa-siswa dikenalkan pada critical thinking dalam lingkup pembelajaran. Setelah mengidentifikasi informasi siswa diminta untuk memberikan penjelasan mengenai hasil identifikasi tersebut dan alasan-alasan. Sampai pada titik ini fase pergantian dari induktif ke deduktif. Selanjutnya membuat dokumentasi penjelasan inrformasi yang teramati dalam data yang disajikan.
4. Fase Hypothesize
Pda fase ini siswa-siswa diminta merespon suatu hypothetical diluar informsi yang ditunjukan kepada siswa. Siswa diminta untuk berfikir lebih umum dan lebih abstrak dibandingkan dengan fase-rase sebelumnya.
5. Fase Generalize
Pada fase ini siswa membuat rangkuman dari informasi-informasi tersebut dan membuat satu atau lebih generalisasi dari informasi tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Florencio C. Aquino, Jr. 2002. Pengajaran Integratif. Tersedia Di Junseth2002@yahoo.com. Diakses tanggal 27 September 2007.

Subaidiy, Mohammad. 2001. Efektifitas Model Pembelajaran Integratif Pada Pembelajaran Matematika Di SMUN 3 Pamungkasan.Surabaya. Program Studi S-2 Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Surabaya.





METODE KUMON


A. Latar Belakang
Matematika sering kali dianggap pelajaran momok. Tak cuma si anak yang kebingungan, orang tua pun sering dibuat kalang kabut.
Segala daya dikerahkan para orang tua bagi anaknya. Mulai dari les sampai ikut bimbingan belajar. Tapi beberapa waktu terakhir ada yang menggunakan metode Kumon.
Sebenarnya nama Kumon adalah nama keluarga penemu metode belajar matematika, Toru Kumon. Guru matematika SMU di Jepang itu pada tahun 1954 pertama kali menyusun sendiri bahan pelajaran matematika untuk membimbing anaknya belajar matematika. Dia membuat metode ini karena permasalahan yang terjadi pada anaknya yang bernama Takhesi dalam meraih prestasi belajarnya pada pelajaran matematika disekolahnya pada saat kelas II SD. Dia kemudian berfikir, bagaimana ia bisa membantu anaknya mempelajari matematika karena dia tidak ingin anaknya merasakan kesulitan yang sama ketika memasuki jenjang SMU. Dari sini, Toru kemudian membuat lembar kerja. Secara sistematis dia membuat materi yang perlu dipelajari anak-anak hingga masuk SMU. Dia pun membuat soal-soal dan diberikan kepada Takeshi untuk dikerjakan. Walaupun begitu dia tak ingin membebani anaknya sehingga dia hanya mematok waktu 30 menit tiap hari untuk mempelajari matematika. Dengan cara itu, kemampuan Takeshi mengerjakan soal-soal matematika meningkat. Saat duduk di kelas V, dia sudah bisa mengerjakan materi semacam Kalkulus yang biasa diajarkan di jenjang SMU.
Cara ini kemudian diikuti tetangganya, dengan membentuk kelompok, hingga merambah ke seluruh penjuru negeri itu. Pada 1974, metode yang sama berkembang di Amerika, Eropa dan sejumlah negara lainnya. Tak heran dengan sifatnya yang universal, kini metode Kumon telah menyebar dan dapat diterapkan di 45 negara di dunia, termasuk Indonesia dengan jumlah siswa lebih dari 4.13 juta anak. Di Indonesia, metode ini dikenalkan kepada anak didik pada Oktober 1993. Hingga kini metode ini telah diajarkan di 86 cabang dengan sekitar 10.000 siswa. Hanya saja, hampir semuanya masih di kawasan Jakarta dan sekitarnya (Jabotabek).
Pada mulanya metode ini memang lebih dikhususkan untuk pelajaran matematika. Tetapi sekarang di banyak Negara metode Kumon mengajarkan tak sebatas hanya untuk pelajaran matematika. Metode yang sama, juga bisa digunakan untuk pelajaran bahasa seperti bahasa Inggris, Jepang, atau bahasa Mandarin. Tapi di Indonesia memang masih dikhususkan untuk pelajaran matematika saja.

B. Pengertian
1. Metode Kumon merupakan tambahan untuk sistem sekolah reguler dan dirancang untuk membuat pelajaran sekolah lebih mudah. Kumon merupakan suplemen sistem pendidikan dengan struktur yang baik, dengan PR setiap hari dan peran aktif orang tua.
2. Metode Kumon merupakan sistem belajar perseorangan yang menekankan belajar mandiri. Dalam proses belajar, anaklah yang memegang kendali. Hal ini berbeda dengan sistem sekolah reguler yang mematok kemajuan anak.
Dari kedua pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode Kumon adalah sistem belajar yang memberikan program belajar secara perseorangan sesuai dengan kemampuan masing-masing, yang memungkinkan anak menggali potensi dirinya dan mengembangkan kemampuannya secara maksimal. Kumon tidak hanya membentuk kemampuan akademik saja, akan tetapi juga membentuk karakter yang positif dan life-skills (ketrampilan hidup) yang akan berguna bagi masa depan anak.
Kumon dapat diikuti oleh anak prasekolah, siswa SD, siswa SMP dan siswa SMA, dengan segala tingkat kemampuan. Sistem belajar Kumon didukung oleh materi bahan pelajaran yang tersusun secara sistematis dan step by step sehingga tanpa terasa pelajaran anak dapat maju ke bagian yang lebih tinggi. Untuk anak usia prasekolah selain lembar kerja, juga digunakan alat bantu seperti papan bilangan magnetik, jigzaw puzzle, kartu bilangan dan sebagainya yang dirancang secara khusus.Anak-anak yang mengikuti metode ini, diasuh oleh pembimbing/instruktur. Pembimbing mengarahkan anak didiknya dalam mengerjakan soal-soal. Jadi, pembimbing bukan guru. Selain itu, anak akan diberi soal-soal untuk dikerjakan di rumah (PR). Apabila PR tidak dikerjakan sendiri oleh anak tapi justru diselesaikan oleh orangtua, maka kecurangan seperti itu akan terdeteksi. Sebab, kemampuan anak tidak setara dengan hasil kerja PR. Karena itu metode ini tidak mengajarkan teknik belajar tapi pembentukan sikap belajar.

C. Tujuan
Agar anak memiliki kemampuan dasar yang kuat, sehingga ia tidak menemui kesulitan ketika duduk dibangku SMP dan SMU. Jadi Kumon bukanlah untuk mencapai nilai yang baik disekolah dalam jangka waktu pendek, tapi anak dilatih untuk belajar secara mandiri sehingga kemampuan yang baik akan terbentuk, selain itu anak akan memahami cara belajar yang benar dan menerapkannya pada pelajaran yang lain.

D. Tiga kemampuan yang dikembangkan pada metode Kumon
1. Kemampuan akademik : Kumon didesain untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman dalam bidang matematika dan bahasa. Hal tersebut merupakan kemampuan akademik yang mutlak diperlukan anak untuk memasuki dan berhasil di universitas yang baik merupakan kunci keberhasilan di masyarakat.
2. Kemampuan belajar : Kumon mengembangkan kemampuan belajar secara dramatis. Kumon memotivasi anak untuk mengembangkan long life education.
3. Kemampuan menghadapi tes: Kumon menyiapkan anak menghadapi tes dengan baik, tidak hanya membentuk fondasi akademik, tetapi juga belajar bagaimana memecahkan soal dengan cepat dan akurat. Di Kumon, seluruh pekerjaan dihitung waktunya misalnya PR, PS, TP, TPP dan sebagainya.

E. Kreatifitas metode KUMON
Setiap anak akan memulai pelajarannya dari tingkat yang tepat sesuai kemampuan masing-masing dan selanjutnya maju secara bertahap (small step). Kumon menekankan pada penguasaan materi.

F. Prinsip dasar metode KUMON
Yaitu pengakuan tentang potensi dan kemampuan individual setiap anak, karena kemampuan dan potensi individual anak ini sangat penting untuk mengetahui titik pangkal anak, supaya anak dapat mengerjakan bahan pelajaran sesuai dengan kemampuannya.

G. Hal-hal positif yang diberikan Kumon :
1. Menanamkan kebiasaan belajar pada setiap anak sejak dini.
2. Melatih disiplin akan tugas pelajaran yang harus dilakukan.
3. Belajar dengan memulai dari yang termudah dan kontinyu
4. Apabila anak mendapat nilai baik & waktu pengerjaan yang cepat akan diberikan pujian/point unt ditukar hadiah.
( Johky, 2006 )

H. Disiplin Berlatih
Kumon menilai kunci keberhasilan belajar matematika adalah dengan banyak berlatih. Setiap satu materi bahasan anak akan mengerjakan banyak porsi latihan dari ratusan sampai ribuan soal latihan.

I. Enam Tahapan Belajar dengan Metode Kumon
1. Anak diminta untuk menyelesaikan soal-soal atau materi yang khusus disiapkan untuk mereka.
2. Belajar dalam waktu singkat dengan penuh konsentrasi.
Tujuan anak adalah menyelesaikan sejumlah tugas yang terdapat di lembar kerja. Mereka menyelesaikan materi dalam waktu 20-30 menit. Dengan konsentrasi penuh, anak yang mempelajari metode Kumon akan mengembangkan irama belajarnya sendiri.
3. Membangun kepercayaan diri dan meningkatkan motivasi.
Anak menyerahkan lembar kerja yang telah diselesaikannya kepada pembimbing/instruktur untuk dikoreksi. Karena materi itu senantiasa sesuai dengan level kemampuan akademik anak, mereka biasanya memiliki nilai (skor) hampir 100 persen. Rasa percaya diri tersebut muncul dari perasaan 'Saya dapat mengerjakannya sendiri'. Hal ini akan membuat anak makin termotivasi untuk belajar lebih lanjut.
4. Koreksi kesalahan, jika ada.
Dengan menemukan kesalahan dan mengoreksinya sendiri, kemampuan akademik anak dapat ditingkatkan lebih tinggi. Pembimbing/instruktur Kumon yang ada akan memberikan isyarat dan petunjuk kapan sebuah topik baru diperkenalkan dan akan membantu anak yang tidak mengerti sepenuhnya bagaimana menyelesaikan persoalan.
5. Catat semua nilai yang diperoleh dan pantau kemajuannya.
Kinerja harian anak, termasuk waktu belajar dan akurasinya, dicatat dalam buku catatan. Setelah memperhatikan secara seksama buku catatan dan kemajuan anak, pembimbing/instruktur memutuskan penugasan selanjutnya.
6. Kumpulkan PR, dan kembali ke rumah.
Belajar setiap hari adalah salah satu dasar dari metode Kumon. Sebelum pulang, anak akan diberi materi/soal-soal Kumon untuk PR yang akan diserahkan pada pertemuan berikutnya. Cara ini dimaksudkan agar anak terbiasa untuk mengembangkan tradisi belajar yang baik dengan konsentrasi penuh. Keterlibatan orangtua amat penting untuk kesuksesan anak dalam mempelajari metode ini. Orangtua bisa memantau PR anaknya dan bila perlu mereka menilai PR yang telah dikerjakan anak. Hal ini memungkinkan anak untuk segera memperoleh umpan balik jika dia membuat kesalahan.
( Maghdalena, 2006)
J. Sistem penilaian pada Metode KUMON
Pada metode kumon diberlakukan sistem nilai 100 artinya setiap latihan semua harus dikerjakan dengan benar. Anak yang melakukan kesalahan harus memperbaiki sendiri sampai mendapat nilai 100. Cara ini dilakukan karena di nilai efektif agar anak tidak lagi melakukan kesalah yang sama.

K. Visi Kumon
Membentuk kemampuan dasar yang kuat, kemandirian, rasa percaya diri dan life skill sehingga tercipta manusia yang berkualitas. Dari anak-anak yang memiliki pribadi yang luar biasa ini akan terbentuk lebih banyak orang tua dan keluarga yang lebih baik dan akan semakin banyak orang yang menaruh perhatian pada pendidikan. Orang-orang seperti ini akan dapat memberikan sumbangan bagi masyarakat dan memberikan kontribusi untuk pembangunan negara melalui pendidikan sehingga perdamaian dunia bisa terwujud.

L. Hasil Belajar Metode Kumon
Program dan bimbingan metode Kumon yang diberikan secara perorangan pada tingkatan dan porsi yang tepat akan mengembangkan kemampuan matematika anak. Selain itu belajar dalam waktu yang singkat dan rutin setiap harinya, maka dalam diri anak akan terbentuk kemampuan berkonsentrasi, ketangkasan kerja, kemampuan berpikir, kebiasaan belajar dan rasa percaya diri yang merupakan dasar untuk mempelajari hal-hal lainnya.

M. Keunggulan dan Kelemahan
1. Keunggulan
a. Anak yang lambat tidak dipaksa untuk cepat maju, begitu pula anak yang pintar tidak dihambat kemajuannya. Setiap anak maju ketika mereka siap dimajukan, tidak terlalu cepat maupun lambat.
b. Anak merasa bebas karena mereka dapat maju sesuai dengan kemampuannya dan mereka sendiri yang mengendalikan kemajuannya.
c. Memungkinkan anak maju dengan small step. Selain waktu pengerjaannya dihitung, soal harus dikerjakan sampai semuanya benar. Penekanan ini bertujuan supaya anak tidak hanya mengetahui tetapi siswa dapat menguasai materi dengan baik.
2. Kelemahan
a. Memerlukan waktu yang lama dan kurang efisien.
b. Memerlukan tingkat kesabaran yang tinggi.
c. Memerlukan tenaga pengajar/pembimbing yang banyak, ulet dan rajin dan referensi soal-soal latihan yang banyak.

N. Kesimpulan
Metode kumon bukan hanya meningkatkan penguasaan matematika, tapi juga berbagai kemampuan belajar pada anak mulai dari konsentrasi dan ketangkasan kerja, semangat kebiasaan belajar mandiri, kebiasaan belajar setiap hari. Sehingga anak bukan hanya berhasil dalam belajar matematika tapi juga pelajaran lainpun pasti akan meningkat.

O. Saran
1. Dalam menerapkan metode Kumon, hendaknya anak selalu diberi motivasi dan semangat belajar matematika terlebih dahulu supaya proses pembelajaran berjalan dengan lancar.
2. Metode Kumon biasanya dilakukan dua kali dalam sepekan supaya tidak terjadi kejenuhan belajar pada anak.
3. Memberikan lembar-lembar soal latihan kepada anak setiap hari sesuai dengan kemampuan masing-masing anak.
4. Membimbing setiap anak dengan kesungguhan dan penuh kesabaran supaya mencapai hasil yang memuaskan.



Daftar Pustaka


Becker, P Jerry and Shigero Shimada.1997. The Open-Ended Approach: A New Proposal for Teaching Mathematics. Reston Virginia: The National Council of Teacher of Mathematics.
A:\Math Instruction.htm. Wednesday, December 17, 2003.
Maghdalena, 2006. Matematika Siapa Takut. www.ninabobo.com, 30 september 2007

Johky, 2006. Metode Kumon-Cara Efektif Belajar Matematika. www.sentrainfo.com, 30 September 2007.




KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL)



A. Pengertian Kecakapan Hidup
Kecakapan Hidup (Life Skills) adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mampu menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara pro aktif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya. Pengertian kecakapan hidup lebih luas dari keterampilan vokasional atau keterampilan untuk bekerja. Orang yang tidak bekerja tetap memerlukan kecakapan hidup. Seperti halnya orang yang bekerja, mereka juga menghadapi berbagai masalah yang harus dipecahkan. Orang yang sedang menempuh pendidikan pun memerlukan kecakapan hidup, karena mereka tentu juga memiliki permasalahannya sendiri.

B. Tujuan
Secara umum pendidikan kecakapan hidup bertujuan memfungsikan pendidikan sesuai dengan fitrahnya, yaitu mengembangkan potensi manusiawi peserta didik untuk menghadapi perannya di masa datang. Secara khusus pendidikan yang berorientasi pada kecakapan hidup bertujuan untuk:
1. Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memecahkan problema yang dihadapi.
2. Merancang pendidikan agar fungsional bagi kehidupan peserta didik dalam menghadapi kehidupannya di masa datang.
3. Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas.
4. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya di lingkungan sekolah, dengan memberi peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakat, sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.


C. Manfaat
Secara umum manfaat pendidikan berorientasi pada kecakapan hidup bagi peserta didik adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan problema hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga masyarakat, maupun sebagai warga negara. Jika hal itu dapat dicapai, maka faktor ketergantungan terhadap lapangan pekerjaan yang sudah ada dapat diturunkan, yang berarti produktivitas nasional akan meningkat secara bertahap.

D. Jenis-jenis Kecakapan Hidup
Kecakapan hidup dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Kecakapan hidup yang bersifat generik (generik life skill/GLS), yang mencakup kecakapan personal (personal skill/PS) dan kecakapan sosial (social skill/SS). Kecakapan personal mencakup kecakapan akan kesadaran diri atau memahami diri (self awareness) dan kecakapan berpikir (thinking skill), sedangkan kecakapan sosial mencakup kecakapan berkomunikasi (communication skill) dan kecakapan bekerjasama (collaboration skill).
2. Kecakapan hidup spesifik (specific life skill/SLS), yaitu kecakapan untuk menghadapi pekerjaan atau keadaan tertentu, yang mencakup kecakapan akademik (academic skill) atau kecakapan intelektual dan kecakapan vokasional (vocational skill). Kecakapan akademik terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan pemikiran, sehingga mencakup kecakapan mengidentifikasi variabel dan hubungan antara satu dengan lainnya (identifying variables and describing relationship among them), kecakapan merumuskan hipotesis (constructing hypotheses), dan kecakapan merancang dan melaksanakan penelitian (designing and implementing a research). Kecakapan vokasional terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan keterampilan motorik. Kecakapan vokasional mencakup kecakapan vokasional dasar (basic vocational skill) dan kecakapan vokasional khusus (occupational skill).
a. KECAKAPAN HIDUP GENERIK (General Life Skill)
1.) Kecakapan mengenal diri (Self awareness) atau personal (Personal skill).
Kecakapan kesadaran diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga negara, sebagai bagian dari lingkungan, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai modal untuk meningkatkan diri sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun lingkungannya.
Kesadaran diri merupakan proses internalisasi dari informasi yang diterima yang pada saatnya menjadi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan diwujudkan menjadi perilaku keseharian. Oleh karena itu, walaupun kesadaran diri lebih merupakan sikap, namun diperlukan kecakapan untuk menginternalisasi informasi menjadi nilai-nilai dan kemudian mewujudkan menjadi perilaku keseharian.
Kecakapan kesadaran diri tersebut dapat dijabarkan menjadi:
a.) Kesadaran diri sebagai hamba Tuhan, makhluk sosial, serta makhluk lingkungan.
Jika kesadaran diri sebagai makhluk Tuhan, sebagai makhluk sosial dan makhluk lingkungan, serta kesadaran akan potensi diri dapat dikembangkan akan mampu menumbuhkan kepercayaan diri pada anak didik, karena mengetahui potensi yang dimiliki, sekaligus toleransi kepada sesama teman yang mungkin saja memiliki potensi yang berbeda. Karena Tuhan YME menciptakan manusia bersuku-suku, berbangsa-bangsa untuk saling menghormati dan saling membantu. Kesadaran diri bahwa manusia sebagai makhluk sosial akan mendorong yang bersangkutan untuk berlaku toleran kepada sesama, suka menolong dan menghindari tindakan yang menyakini orang lain.
Kesadaran diri sebagai makhluk lingkungan merupakan kesadaran bahwa manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa sebagai kholifah di muka bumi dengan amanah memelihara lingkungan. Dengan kesadaran itu, pemeliharaan lingkungan bukan sebagai beban, tetapi kewajiban ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga setiap orang akan terdorong untuk melaksanakan.
b.) Kesadaran akan potensi yang dikaruniakan oleh Tuhan, baik fisik maupun psikologik.
Kesadaran diri akan potensi karunia Tuhan kepada kita sebenarnya merupakan bentuk syukur kepada Tuhan. Dengan kesadaran itu, siswa akan terdorong untuk menggali, memelihara, mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang dikaruniakan oleh Tuhan, baik berupa fisik maupun psikologik. Oleh karena itu, sejak dini siswa perlu diajak mengenal apa kelebihan dan kekurangan yang dimiliki (sebagai karunia Tuhan) dan kemudian mengoptimalkan kelebihan yang dimiliki dan memperbaiki kekurangannya.Wali kelas, guru Bimbingan Konseling, guru Bimbingan Karier, bahkan semua guru perlu dan dapat berperan dalam mendorong siswa mengenal potensi yang dimiliki dan mengoptimalkan menjadi prestasi belajar.
Kesadaran tentang pemeliharaan potensi diri (jasmani dan rokhani) diharapkan mendorong untuk memelihara jasmani dan rokhaninya, karena keduanya merupakan karunia Tuhan yang harus disyukuri. Oleh karena itu, menjaga kebersihan, kesehatan, baik jasmani maupun rokhani, merupakan bentuk syukur kepada Tuhan, yang harus dilakukan. Berbagai mata pelajaran dapat menjadi wahana pengembangan kesadaran diri seperti itu, misalnya Biologi dan Olahraga dapat menjadi wahana yang sangat bagus untuk kesadaran memelihara jasmani, sedangkan Agama, Kewarganegaraan, Sastra dapat menjadi wahana pemeliharaan rokhani.
Pendidikan untuk mengembangkan kesadaran diri seringkali disebut sebagai karakter, karena kesadaran diri akan membentuk karakter seseorang. Karakter itulah yang pada saatnya terwujudkan menjadi perilaku yang bersangkutan. Oleh karena itu, banyak ahli yang menganjurkan penumbuhan kesadaran diri ini yang perlu dikembangkan sejak usia dini dan diupayakan menjadi kehidupan keseharian di rumah maupun di sekolah.
2.) Kecakapan Berpikir (thinking skill)
Kecakapan berpikir pada dasarnya merupakan kecakapan menggunakan pikiran/rasio kita secara optimal. Kecakapan berpikir mencakup antara lain kecakapan menggali dan menemukan informasi (information searching), kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan secara cerdas (information processing and decision making skills), serta kecakapan memecahkan masalah secara arif dan kreatif (creative problem solving skill).
Kecakapan melakukan observasi sangat penting dalam upaya menggali informasi. Observasi dapat dilakukan melalui pengamatan fenomena alam lingkungan, melalui berbagai kejadian sehari-hari, peristiwa yang teramati langsung maupun dari berbagai media cetak dan elektronik, termasuk internet. Seringkali kita melihat banyak hal, tetapi apa yang kita lihat tidak menjadi informasi yang bermakna, karena kita sekedar melihat dan tidak memaknai apa yang kita lihat. Melihat dengan cermat dan memaknai apa yang dilihat itulah yang disebut observasi.
Kecakapan menggali dan menemukan informasi memerlukan kecakapan dasar, yaitu membaca, menghitung dan melakukan observasi. Oleh karena itu, anak belajar membaca bukan sekedar “membunyikan huruf dan kalimat”, tetapi mengerti maknanya, sehingga yang bersangkutan dapat mengerti informasi apa yang terkandung dalam bacaan tersebut.
Agar informasi yang terkumpul lebih bermakna harus diolah. Hasil olahan itulah yang sebenarnya dibutuhkan oleh manusia. Oleh karena itu, kecakapan berpikir tahap berikutnya adalah kecakapan mengolah informasi. Mengolah informasi artinya memproses informasi tersebut menjadi simpulan. Untuk dapat mengolah suatu informasi diperlukan kemampuan membandingkan, membuat perhitungan tertentu, membuat analogi, sampai membuat analisis sesuai dengan informasi yang diolah maupun tingkatan simpulan yang diharapkan. Oleh karena itu, kemampuan-kemampuan tersebut penting untuk dikembangkan melalui mata pelajaran yang sesuai. Melalui mata pelajaran Biologi, siswa dapat mengolah informasi tentang buah-buahan, sehingga siswa dapat menyimpulkan buah apa yang kandungan vitaminnya banyak, harganya relatif murah dan mudah didapat. Dengan prinsip serupa, mata pelajaran lainnya juga dapat mengembangkan kecakapan mengolah informasi.
Setiap saat orang menghadapi masalah yang harus dipecahkan. Pemecahan masalah yang baik tentu berdasarkan informasi yang cukup dan telah diolah dan dipadukan dengan hal-hal lain yang terkait. Pemecahan masalah memerlukan kreativitas dan kearifan. Kreativitas untuk menemukan pemecahan yang efektif dan efisien, sedangkan kearifan diperlukan karena pemecahan harus selalu memperhatikan kepentingan berbagai pihak dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu sejak dini, siswa perlu belajar memecahkan masalah, sesuai dengan tingkatan berpikirnya. Pola berpikir perlu dikembangkan di sekolah dan kemudian diaplikasikan dalam bentuk pemecahan masalah.

3.) Kecakapan sosial atau kecakapan antar-personal (inter-personal skill) mencakup antara lain :
a.) Kecakapan Komunikasi (communication skill)
Komunikasi dapat melalui lisan atau tulisan. Untuk komunikasi lisan, kemampuan mendengarkan dan menyampaikan gagasan secara lisan perlu dikembangkan. Kecakapan mendengarkan dengan empati akan membuat orang mampu memahami isi pembicaraan orang lain, sementara lawan bicara merasa diperhatikan dan dihargai. Kecakapan menyampaikan gagasan dengan empeti, akan membuat orang dapat menyampaikan gagasan dengan jelas dan dengan kata-kata santun, sehingga pesannya sampai dan lawan bicara merasa dihargai. Dalam tahapan lebih tinggi, kecakapan menyampaikan gagasan juga mencakup kemampuan meyakinkan orang lain.
Komunikasi sudah menjadi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, setiap orang perlu memiliki kecakapan membaca dan menuliskan gagasannya secara baik. Kecakapan menuangkan gagasan melalui tulisan yang mudah difahami orang lain dan membuat pembaca merasa dihargai, perlu dikembangkan pada siswa.
Menyampaikan gagasan, baik secara lisan maupun tertulis, juga memerlukan keberanian. Keberanian seperti itu banyak dipengaruhi oleh keyakinan diri dalam aspek kesadaran diri. Oleh karena itu, perpaduan antara keyakinan diri dan kemampuan berkomunikasi akan menjadi modal berharga bagi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Menuliskan gagasan dan menyampaikan gagasan secara lisan, tidak semata-mata tugas mata pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, tetapi juga mata pelajaran lain, misalnya melalui tulisan atau presentasi hasil observasi, hasil praktikum, dan sebagainya. Mata pelajaran Fisika, Matematika, Geografi dan lainnya juga dapat menjadi sarana pengembangan kecakapan komunikasi, misalnya melalui diskusi, presentasi hasil praktikum, dan menuliskan laporan hasil praktikum, dan menuliskan laporan hasil praktikum atau kerja lapangan. Melalui kegiatan seperti itu, kecakapan menjadi pendengar yang berempati, menjadi pembicara yang santun, dan menjadi penulis yang baik dapat dipupuk.
b.) Kecakapan Berkerjasama (collaboration skill)
Kecakapan bekerjasama sangat diperlukan karena sebagai makhluk sosial, dalam kehidupan sehari-hari manusia akan selalu bekerjasama dengan manusia lain. Kerjasama bukan sekedar “kerja bersama” tetapi kerjasama yang disertai dengan saling pengertian, saling menghargai dan saling membantu. Kecakapan kerjasama tidak hanya dapat dikembangkan lewat mata pelajaran Kewarganegaraan atau Agama, tetapi dapat melalui semua mata pelajaran. Melalui mata pelajaran Ekonomi, kerjasama dapat dikembangkan dalam mengerjakan tugas kelompok, karyawisata, maupun bentuk kegiatan lainnya.

b. KECAKAPAN HIDUP SPESIFIK (Specific Life Skill)
Kecakapan hidup yang bersifat spesifik (specific life skill/SLS) diperlukan seseorang untuk menghadapi problema bidang khusus tertentu.Kecakapan hidup spesifik biasanya terkait dengan bidang pekerjaan (occupational), atau bidang kejuruan (vocational) yang ditekuni atau akan dimasuki. Namun demikian masih ada, kecakapan yang bersifat umum, yaitu bersikap dan berlaku produktif (to be a productive people). Artinya, apapun bidang kejuruan atau pekerjaan yang dipelajari, bersikap dan berperilaku produktif harus dikembangkan.
Kecakapan hidup yang bersifat spesifik dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1.) Kecakapan Akademik / kemampuan berpikir ilmiah (Academic Skill)
Kecakapan akademik (academic skill / As) yang sering kali juga disebut kecakapan intelektual atau kemampuan berpikir ilmiah pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecakapan berpikir pada GLS. Jika kecakapan berpikir pada GLS masih bersifat umum, kecakapan akademik sudah lebih mengarah kepada kegiatan yang bersifat akademik/keilmuan sebagai kecakapan hidup yang spesifik, kecakapan akademik penting bagi orang-orang yang akan menekuni pekerjaan yang menekankan pada kecakapan berpikir. Oleh karena itu kecakapan akademik lebih cocok untuk jenjang SMA dan program akademik di universitas. Hal itu didasarkan pada pemikiran bahwa bidang pekerjaan yang ditangani memang lebih memerlukan kecakapan berpikir ilmiah.
Kecakapan akademik mencakup antara lain kecakapan melakukan identifikasi variabel dan menjelaskan hubungannya pada suatu fenomena tertentu (identifying varisbles and describing relationship among them), merumuskan hipotesis terhadap suatu rangkaian kejadian (constructing hypotheses), serta merancang dan melaksanakan penelitian untuk membuktikan suatu gagasan atau keingintahuan (designing and implementing a research).
Pengembangan kecakapan akademik yang disebutkan di atas, tentu disesuaikan dengan tingkat berpikir siswa dan jenjang pendidikan. Namun perlu disadari bahwa kecakapan itu dapat dikembangkan melalui berbagai mata pelajaran/mata kuliah di berbagai jenjang pendidikan. Melalui mata pelajaran Ekonomi, siswa dapat belajar mengidentifikasi variabel apa saja yang mempengaruhi harga gabah, kemudian mempelajari hubungan antar variabel, merumuskan hipotesis, merancang penelitian untuk membuktikan, bahkan sampai melaksanakannya, sesuai dengan tingkatan berpikirnya. Melalui pelajaran Kewarganegaraan, siswa dapat belajar mengidentifikasi variabel yang menyebabkan terjadinya tawuran antar siswa, mempelajari hubungan antara variabel-variabel tersebut dan mencari solusi mengatasinya dengan merumuskan hipotesis-hipotesis, jika salah satu atau beberapa variabel diberi perlakuan.
2.) Kecakapan Vokasional / kemampuan kejuruan (Vocational Skill)
Kecakapan vokasional (vocational skill/VS) seringkali disebut pula dengan “kecakapan kejuruan”, artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat. Kecakapan vokasional lebih cocok bagi siswa yang akan menekuni pekerjaan yang lebih mengandalkan keterampilan psikomotor dari pada kecakapan berpikir ilmiah. Oleh karena itu, kecakapan vokasional lebih cocok bagi siswa SMK, kursus keterampilan atau program diploma.
Kecakapan vokasional mempunyai dua bagian, yaitu kecakapan vokasional dasar (basic vocational skill) dan kecakapan vokasional khusus (occupational skill) yang sudah terkait dengan bidang pekerjaan tertentu. Kecakapan vokasional dasar mencakup antara lain melakukan gerak dasar, menggunakan alat sederhana diperlukan bagi semua orang yang menekuni pekerjaan manual (misalnya palu, obeng, dan tang), dan kecakapan membaca gambar sederhana. Di samping itu, kecakapan vokasional dasar mencakup aspek sikap taat asas dan tepat waktu yang mengarah pada perilaku produktif.
Kecakapan vokasional khusus, hanya diperlukan bagi mereka yang akan menekuni pekerjaan yang sesuai. Misalnya menservis mobil bagi yang menekuni pekerjaan di bidang otomotif, memasak bagi yang menekuni pekerjaan di bidang tata boga, dan sebagainya. Namun demikian, sebenarnya terdapat satu prinsip dasar dalam kecakapan vokasioanal, yaitu menghasilkan barang atau menghasilkan jasa.
E. Kecakapan Hidup Untuk Sekolah
Makna Life Skills di Sekolah Life Skills untuk SD / MI Dan SLTP/MTs
1. Kecakapan (Life Skills) apa yang relevan dipelajari di sekolah, atau dengan kata lain kemampuan apa yang mereka harus kuasai setelah menyelesaikan kompetensi dasar atau standar kompetensi.
2. Bahan belajar apa yang harus dipelajari seperti wahana untuk menguasai kemampuan tersebut.
3. Kegiatan dan pengalaman belajar seperti apa yang harus dilakukan dan dialami sendiri oleh anak sehingga ia menguasai kompetensi dasar atau standar kompetensi. 1. Upaya mengakrabkan peserta didik dengan peri kehidupan nyata di lingkungannya.
2. Menumbuhkan kesadaran tentang makna/nilai perbuatan seseorang terhadap pemenuhan kebutuhan hidupnya.
3. Memberikan sentuhan awal terhadap pengembangan keterampilan psikomotorik.
4. Memberikan opsi-opsi tindakan yang dapat memacu kreativitas.




DAFTAR PUSTAKA

Pengembangan model pendidikan kecakapan hidup. www.puskur. Net/mc/mdl/070_model_pkh.pdf. Diakses tanggal 30 September 2007.



MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF

A. Pengertian
Pembelajaran interaktif adalah suatu kaedah yang melibatkan interaksi antara guru dengan murid, murid dengan murid atau murid dengan komputer.
Pembelajaran interaktif adalah pembelajaran yang menghasilkan pertukaran pikiran, perasaan, dan gagasan antara dua orang atau lebih untuk menghasilkan efek timbal balik (Brown, 1980:159). Model pembelajaran interaktif adalah model pembelajaran yang mempunyai karakteristik antara lain:
1. Subjek pertama pengajaran adalah pesertanya itu sendiri.
2. Peserta didik harus giat swadaya dan swakaryanya.
3. Peserta didik harus berprakasa, mengamati dan menganalisa, membuat penilaian, perhitungan, rangkaian, sanduran, gubahan dan sebagainya.
4. Peserta didik diberi kebebasan untuk memanfsatkan bakat dan kemampuannya mengungkapkan dirinya, menurut cara dan gayanya sendiri.
Selain mempunyai karateristik, model pembelajaran interaktif juga mempunyai landasan dan langkah-langkah yang dapat mendukung keberhasilan peserta didik sehingga bakat dan kemampuanya dapat berkembang.

B. Landasan Model Pembeljaran Interaktif
Pembelajaran interaktif didasarkan pada dua premis mayor, yaitu:
1. Pemahaman berkembang sebagai suatu proses informasi dan mengkontruksi ide-ide secara mental. Maksudnya adalah pengolahan informasi dan ide-ide tersebut menitikberatkan pada cara-cara memperkuat dorongan-dorongan internal (datang dari dalam diri) manusia untuk memahami suatu informasi dengan cara mengembangkan bahasa untuk mengungkapkannya.
2. Pemecahan masalah sangat penting untuk menstimulasi pikiran. Belajar adalah proses pemecahan masalah artinya belajar bukan menghafal informasi, akan tetapi proses berfikir untuk memecahkan suatu masalah. Melalaui proses ini diharapkan terjadi pola perubahan secara utuh, yang bukan hanya perkembangan intelektual akan tetapi sikap dan ketrampilan. Kemampuan berfikir akan lebih bermakna dibandingkan dengan hanya menumpuk sejumlah fakta yang tidak dipahami kebermaknaannya.
Pemecahan masalah dikembangkan melalaui:
a. Pertanyaan open ended yang memberikan petunjuk untuk menguji dan menyusun kembali apa yang diketahui. Dalam hal ini siswa diberi pertanyaan oleh guru menyangkut masalah yang sedang diteliti dan membimbung diskusi pesrta didik
b. Aktifitas yang meliputi iterpretasi pemikiran dan berbagai kegiatan termasuk menginvestigasi dan mengeksplorasi. Siswa mengemukakan ide dan pikirannya mengenai masalah tersebut kepada siswa lain.
c. Pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan pertimbangan yang mendalam untuk dijawab. Siswa yang lain memberikan komentar atau pertanyaan kepada siswa yang sedang presentasi tersebut yang mungkin dapat dijawab tetapi juga perlu pertimbangan dari guru.
Heinich dkk. (1986) mengemukakan enam bentuk interaksi pembelajaran yang dapat diaplikasikan dalam merancang sebuah media pembelajaran interaktif untuk sistem pendidikan jarak jauh.
1) Praktik dan latihan (drill and practice)
Bentuk interaksi ini digunakan untuk melatih siswa menggunakan konsep, aturan (rules) atau prosedur yang telah diajarkan sebelumnya. Melalui serangkaian contoh dari konsep dan pengetahuan yang dipelajari, siswa diberi kesempatan untuk berlatih agar terampil dalam menerapkan konsep dan pengetahuan tersebut. Dalam konsep ini siswa dapat mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang lebih tinggi hanya apabila ia telah berhasil menguasai pengetahuan dan keterampilan sebelumnya yang tentunya lebih rendah tingkatannya. Interaksi yang berbentuk praktik dan latihan pada umumnya digunakan untuk proses pembelajaran yang memerlukan latihan keterampilan yang terus menerus (drill). Siswa diharapkan dapat menguasai suatu keterampilan tertentu apabila ia melakukan latihan terus menerus. Konsep-konsep dalam mata pelajaran matematika merupakan salah satu contoh topik yang sesuai untuk ditampilkan dalam bentuk interaksi praktik dan latihan. Dalam interaksi berbentuk praktik dan latihan disediakan umpan balik dan pengukuhan (reinforcement) baik yang bersifat positif maupun negatif.

2) Tutorial
Pada interaksi yang berbentuk tutorial pengetahuan dan informasi ditayangkan dalam unit-unit kecil yang kemudian diikuti dengan serangkaian pertanyaan. Pola pembelajaran pada interaksi berbentuk tutorial biasanya dirancang secara bercabang (branching). Siswa dapat diberi kesempatan untuk memilih topik-topik pembelajaran yang ingin dipelajari dalam suatu mata pelajaran. Semakin banyak topik-topik pembelajaran yang dapat dipilih, akan semakin mudah program tersebut diterima oleh siswa. Dalam interaksi pembelajaran berbentuk tutorial, informasi dan pengetahuan dikomunikasikan sedemikian rupa seperti situasi pada waktu Pengajar yang memberi bimbingan akademik kepada siswa.

3) Permainan (games)
Interaksi berbentuk permainan (games) akan bersifat instruksional apabila pengetahuan dan keterampilan yang terdapat di dalamnya bersifat akademik dan mengandung unsur pelatihan (training). Sebuah bentuk permainan disebut instruksional apabila di dalamnya terdapat tujuan pembelajaran (instructional objective) yang harus dicapai. Dalam program pembelajaran berbentuk permainan, umpan balik diberikan dalam bentuk skor atau nilai standar yang dicapai setelah melakukan serangkaian permainan. Penentuan pemenang dalam permainan ditentukan berdasarkan skor yang dicapai kemudian dibandingkan dengan prestasi belajar standar yang harus dicapai.

4) Simulasi (simulation)
Menurut Suparman (1997), simulasi merupakan kegitaan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk meniru satu kegiatan atau pekerjaan yang dituntut dalam kehidupan sehari-hari atau yang berkaitan dengan tugas-tugas yang akan menjadi tanggung jawabnya jika kelak siswa sudah bekerja
Dalam interaksi berbentuk simulasi siswa dihadapkan pada suatu situasi buatan (artifisial) yang menyerupai kondisi dan situasi yang sesungguhnya. Program-program pembelajaran interaktif berbentuk simulasi memberi kemungkinan bagi pemakainya untuk melakukan latihan nyata tanpa harus menghadapi risiko yang sebenarnya. Interaksi dalam bentuk simulasi dapat dirancang sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran. Hal penting yang harus diperhatikan adalah pemberian umpan balik untuk memberi informasi tentang tingkat pencapaian hasil belajar siswa setelah mengikuti program simulasi.

5) Penemuan (discovery)
Penemuan atau discovery adalah istilah yang digunakan untuk menggantikan istilah pendekatan induktif dalam proses belajar. Dalam interaksi ini siswa diminta untuk melakukan percobaan yang bersifat trial dan error dalam memecahkan suatu permasalahan. Sama halnya dengan interaksi tutorial, bentuk interaksi penemuan berisi banyak alternatif solusi untuk memecahkan suatu permasalahan. Dalam program yang berbentuk penemuan, siswa dapat mencari informasi dan membuat kesimpulan dari sejumlah informasi yang telah dipelajarinya. Dari proses belajar yang dilakukannya siswa dapat menemukan konsep dan pengetahuan baru yang belum pernah dipelajari sebelumnya.

6) Pemecahan masalah (problem solving)
Bentuk interaksi seperti ini memberi kemungkinan terhadap siswa untuk melatih kemampuan dalam memecahkan suatu masalah. Siswa dituntut untuk berpikir logis dan sistematis dalam memecahkan suatu permasalahan. Program-program interaktif berbentuk pemecahan masalah memberi kesempatan kepada siswa untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada didalamnya. Umpan balik dapat dipergunaan oleh siswa untuk mengetahui tingkat keberhasilannya dalam memecahkan soal atau masalah. Program-program berbentuk pemecahan masalah biasanya berisi beberapa soal atau masalah yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesulitan yang dikandung di dalamnya. Siswa dapat mencoba memecahkan masalah yang lebih tinggi tingkatannya setelah berhasil memecahkan masalah dengan tingkat kesulitan yang lebih rendah.

Menurut Keegan (1980) sistem pendidikan jarak jauh memiliki enam elemen kunci yang sekaligus merupakan karakteristik dari sistem tersebut, yaitu (1) pemisahan antara guru dan siswa; (2) pengaruh institusi/organisasi pendidikan; (3) penggunaan media yang menghubungkan guru dan siswa; (4) berlangsungnya komunikasi dua arah; (5) memperhatikan siswa sebagai individu yang belajar; dan (6) pendidikan sebagai suatu industri.

C. Langkah-langkah Model Pembelajan Interaktif

Holmes (dalam fadilah: 2002) mengklasifikasikan pelaksanaan pembelajaran interaktif dalam lima tahap yaitu:
1. Pengantar (introduction)
2. Melaksanakan aktivitas atau memecahkan masalah (activity/problem solving). Belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktiviatas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik ialah peserta didik giat aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu bermain ataupun bekerja, ia tak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Peserta didik yang memiliki kejiwaan (psikis) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran. Dalam tahap ini siswa belajar berfikir yang sesungguhnya. Siswa diajak untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Oleh sebab itu pada tahap ini guru harus memberikan ruang dan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan gagasan dalam upaya pemecahan persoalan, selain itu juga harus dapat menumbuhkan keberanian siswa agar mereka dapat menjelaskan mengungkapkan fakta sesuai dengan pengalamannya, memberikan argumentasi yang menyakinkan, mengembangkan gagasan, dan lain sebagainya
3. Saling membagi dan berdiskusi (sharing and discussing).
4. Meringkas atau menarik keimpulan (summarizing). Pada tahap ini siswa dituntut untuk dapat menemukan kata-kata kunci sesuai dengan tema atau topik pembelajaran. Siswa diarahkan untuk mampu mengungkap kembali pembahasan yang dianggap penting dalam pembelajaran.
5. Menilai belajar unit materi (assignment of learning of unit of material). Menilai merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dalam proses pembelajaran. Mengapa demikian? Sebab tidak hanya berorientasi pada hasil akan tetapi pada proses pembelajaran, sebagai upaya memantau perkembangan siswa baik perkembangan kemampuan maupun perkembangan mental dan kejiwaan. Selain itu, menilai bukan hanya tanggung jawab siswa. Artinya dalam proses evaluasi untuk memantau keberhasilan sendiri dalam proses pembelajaran. Dalam model pembelajaran interaktif kriteria keberhasilan ditentukan tidak hanya sejauh mana penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran akan tetapi juga di tentukan bagaimana materi pembelajaran yang dikuasai itu berdampak pada perubahan perilaku atau performance, siswa sehari-hari.

Fase pertama
Guru memulai pelajaran dengan mengorganisasi kelas, apakah siswa diminta untuk belajar secara individual ataukah belajar secara berkelompok, selanjutnya difase ini guru juga menjelaskan tentang kegiatan yang akan dilakukan siswa dalam proses pembelajaran, bisa berupa penyelesaian masalah, melanjutkan mempelajaari suatu topik, mengerjakan tugas (proyek) ataupun melakukan aktivitas-aktivitas lainnya yang dapat membantu siswa memahami suatu topik pelajaran. Guru juga dapat meminta siswa untuk mencatat hasil dari aktivitas yang mereka lakukan.


Fase kedua
Siswa melaksanakan aktivitas yang telah ditentukan guru pada fase pertama siswa dapat bekerja secara individual ataupun berkelompok tergantung pada pengorganisasian kelas yang dilakukan guru di fase pertama. Di fase ini guru dapat memberikan bimbingan atau bantuan terbatas kepada siswa dalam mengerjakan tugasnya, tanpa memberikan jawaban masalah secara langsung kepada siswa.

Fase ketiga
Presentasi hasil kerja, berupa hasil kelompok atau hasil kerja individual. Fase ini merupakan fase interaksi kelas. Beberapa siswa (dapat mewakili kelompok, jika pada fase kedua dilakukan secara berkelompok) diminta untuk menampilkan dan menjelaskan hasil pekerjaanya kepada teman-teman sekelasnya, siswa-siswa lainya diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan (pertanyaan atau komentar) terhadap hasil pekerjaan temanya. Guru dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk membantu siswa memahami tipik yang sedang mereka pelajari.

Fase keempat
Fase menarik kesimpulan. Pada fase ini siswa diminta untuk memperhatikan kembali hasil pekerjaanya di fase kedua dan memperbaikinya jika ternyata setelah dilakukan diskusi kelas terdapat kesalahan dalam pekerjaan mereka. Di fase ini juga, guru dapat mengecek kembali pemahaman siswa dengan memberikan beberapa permasalahan atau soal latihan yang dapat di jawab secara lisan ataupun tulisan.siswa dapat juga mengajukan permasalahan ataupun pertanyaan jika ada hal-hal yang kurang dipahaminya dari topic yang sedang dipelajari. Di akhir fase ini guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang apa yang telah dipelajarinya.



Fase kelima
Fase menilai belajar untuk materi. Walaupun fase ini adalah fase terakhir, tetapi bukan berarti penilain hanya dilakukan pada akhir pembelajaran, tetapi penilaian dilakukan sebelum, selama dan setelah pembelajaran dilaksanakan di awal pembelajaran penilain dapat dilakukan dengan memberikan preetes. Penilaian selama pembelajaran dapat dilakukan observasi selama siswa mengikuti proses pembelajaran, wawancara dengan siswa, menilai hasil pekerjaan siswa dan juga dapat dilengkapi dengan portofolio dan jurnal siswa.
Dalam pembelajaran interaktif terdapat dua hal yang ditentukan dalam proses belajar:
a. Siswa mengkontruksi pengetahuanya sendiri dengan melakukan aktivitas yang disediakan oleh guru, berupa pemecahan masalah, melakukan eksperimen, menginvestigasi ataupun aktivitas lainya.
b. Siswa mengkomunikasikan dengan yang lainya.
Pada fase melakukan aktifitas ataupun memecahkan masalah, guru memberikan tugas kepada siswa yang memancing siswa untuk berfikir dan mengkonstruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang akan dipelajari. Di fase ini menjadi interaksi antara siswa dalam kelompok-kelompok kecil, mereka saling bertukar ide dalam memecahkan masalah, siswa yang lemah dapat bertanya kepada siswa yang lebih pandai.
Melalui fase ini diharapkan siswa dapat mengkonstruksi sendiri yang akan dipelajarinya. Selain itu fase ini diharapkan pula siswa terbiasa untuk mencoba menyelesaikan masalah matematika sendiri tanpa tergantung penuh kepada guru, atau dengan kata lain dalam pembelajaran ini siswa dilatih untuk belajar mandiri sehingga pengetahuan yang dipahaminya tidak hanya sebatas pada apa yang diberikan guru. Siswa tidak akan memahami suatu pelajaran dengan baik ketika mereka hanya menuliskan jawaban dari suatu permasalahn, tetapi mereka juga harus siap menjelaskan proses berpikir mereka. Vygotsky berpandangan bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya akan muncul melalui percakapan atau kerja sama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap kedalam individu tersebut. Pernyataan ini mengandung makna bahwa konsep-konsep dan prinsip-prinsip dengan matematika akan mudah dipahami oleh siswa jika mereka belajar dan bekerja sama dengan teman-temannya serta mengkomunikasikan hasil kerja mereka. Di fase ini seluruh siswa telibat dalam diskusi kelas, sehingga terjadi komunikasi antar siswa. Selain itu difase ini juga terjadi interaksi antara guru dengan siswa. Interaksi dapat terjadi antara guru dengan siswa tertentu, dengan beberapa siswa atau dengan semua siswa dikelas. Dalam diskusi, guru diharapkan dapat memfasilitasi sisa dalam proses pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tujuannya adalah untuk mengarahkan siswa dalam mengkonstruksi konsep-konsep atau aturan-aturan dan untuk mengatasi mikonsepsi yang mungkin saja terjadi dalam proses pembelajaran. Guru hendaknya tidak tergesa-gesa dalam menyampaikan pemikirannya kepada siswa tentang sesuatu yang dibahas, guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkreasi mengembangkan pemikirannya dalam memperoleh sesuatu konsep atau prinsip matematika.
Sebagai pemimpin diskusi guru harus menjadi pemimpin yang baik sehingga berani mengemukakan pendapatnya. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian guru agar diskusi dapat mencapai tujuannya adalah:
1) Berikan kepada siswa untuk berpartisipasi dalam diskusi tetapi tidak memaksa jika siswa tidak ingin melakukannya.
2) Berusaha untuk menutupi rasa malu siswa dalam mengemukakan pendapatnya.
3) Jangan melukai perasaan siswa dengan memarahinya ketika ia bersalah dalam menjawab pertanyaan, walaupun kesalahan itu telah berulang kali dilakukannya.
4) Dalam berkomunikasi dengan siswa gunakan cara yang komunikatif, baik melalui tutur kata, gerakan atau pendekatan-pendekatan individual yang dirasakan bersahabat oleh siswa.
Selanjutnya setelah diskusi kelas selesai, pada fase meringkas, siswa memeriksa kembali apa yang mereka kerjakan di fase aktifitas atau pemecahan masalah dan memperbaikinya jika terdapat kesalahan. Dengan kondisi ini maka siswa belajar untuk menilai hasil pekerjaannya sendiri dan belajar dari kesalahan yang dilakukan serta berusaha untuk melakukan perbaikan, sehinga diharapkan kesalahan tidak terulang kembali. Selain itu difase ini guru dapat meminta siswa untuk memunculkan masalah mereka sendiri atau menyelesaikan masalah yang diajukan oleh guru, sehingga guru dapat mengecek sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari.


D. Kelebihan Model Pembelajaran Interaktif

1. Keterlibatan siswa dalam pelajaran semakin meningkat, atau dengan kata lain siswa lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran. Keterlibatan siswa sebagai contoh adalah pada saat proses pembelajaran akan terasa lebih menyenangkan.
2. Dengan adanya interaksi antar siswa, baik dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok besar (kelas) dengan adanya kemungkinan untuk menemukan sendiri konsep atau prinsip matematika akan lebih semakin menarik.
3. Pengetahuan yang dikontruksi oleh siswa secara mandiri akan membuat pengetahuan yang diperolehnya tidak mudah dilupakan. Bahwa pengetahuan itu tidak datang dari luar akan tetapi dibentuk individu itu sendiri dalam struktur yang dimilikinya. Atas dasar asumsi itulah pembelajaran berfikir, memandang bahwa mengajar itu bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru siswa melainkan suatu aktivitas yang memungkinkan siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya. Sehingga siswa tidak mudah melupakannya.
4. Dapat mengembangkan cara berfikir logis serta berlatih mengemukakan ide-idenya. Artinya apa yang seharusnya dipelajari bukan ditentukan dan dipandang baik dari sudut guru atau dari sudut orang lain akan tetapi ditentukan dari sudut anak itu sendiri.
5. Motivasi siswa untuk belajar mandiri. Siswa harus didorong untuk melakukan berbagai aktivitas belajar bukan hanya menerima informasi dari guru.

E. Kelemahan Model Pembelajaran Interaktif
Tidak mungkin seluruh siswa mendapat giliran untuk menjelaskan hasil pekerjaannya atau menjawab pertanyaan baik dari guru maupun temannya.
Adakalanya bagi siswa yang kurang kemampuannya dalam berkomunikasi akan dicekam kecemasn bila mendapat giliran untuk menjelaskan hasil pekerjaannya. Beberapa pertanyaan yang diajukan guru untuk merangsang siswa berfikir tinggi dapat didominasi oleh siswa yang pandai.



DAFTAR PUSTAKA

Keegen. 1990. Media Pembelajaran Interaktif. Http:// www.Google.com/ 29 September 2007.

Linda Campbell, Bruce Campbell, dan Dee Drekinson. 2006. Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Intuisi Press.

Mulyasa, E. 2002. Modul Pembelajaran Interaktif. Http:// www.Google.com/ 29 September 2007.

Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana.


PEMBELAJARAN MANDIRI SECARA AKTIF,
KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN ( PAKEM )


A. Pembelajaran Mandiri
Pembelajaran Mandiri adalah suatu model pembelajaran dimana siswa berorientasi pada keaktifan dan kemandirian, mampu menghasilkan sesuatu untuk dirinya dan untuk orang lain dalam suasana yang menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran tercapai. (Depdiknas: 2002).
Dalam pembelajaran mandiri siswa diarahkan agar mau belajar tanpa ada tekanan atau tugas yang berlebihan dari guru, bahkan dengan penuh kesadaran siswa melakuakan kegiatan belajar dengan rasa senang karena dalam diri siswa telah tumbuh rasa ”butuh”. Perilaku siswa dalam melakukan kegiatan belajar dalam dirinya telah timbul rasa butuh, dapat digambarkan seperti perilaku seorang yang hendak makan atau bernafsu untuk makan tentunya orang tersebut akan mengambil peralataan makan dengan senang tanpa beban kemudian ia makan. Karena selera makan maka orang kenyang tanpa terasa begitu seterusnya sebagai kegiatan rutinitas yang tidak membosankan.
Demikian pula dalam kegiatan belajar matematika mandiri dilingkungan sekolah, siswa dengan senang hati akan mengambil media-media belajar yang cukup menarik, yang telah disediakan dilingkungan kelas masing-masing, kemudian siswa memanfaatkan media belajar tersebut baik membaca, memahami atau mempermainkannya. Demikian dengan kegiatan tersebut dilakukan siswa dilingkungan sekolah, sehingga siswa pandai tanpa terasa kegiatan ini dilaksanakan secara rutinitas setiap hari.

B. Tujuan Belajar Mandiri
Tujuan belajar mandiri adalah agar pola pikir siswa lebih berkembang, melatih siswa hidup mandiri, serta ikut mendidik masyarakat untuk lebih peduli terhadap pendidikan.
Model belajar mandiri boleh dikatakan pola kegiatan belajar mengajar dengan sistem jemput pola, karena disamping siswa antusias dalam belajar juga ikut serta menggugah orang tua murid untuk ikut peduli terhadap pendidikan sebelum mereka terninabobokan oleh kemajuan teknologi dari negeri lain yang pada saatnya pasti akan membanjir ke negeri sampai kepelosok pedesaan yang terpencil sekalipun.
Pada dasarnya keunggulan suatu bangsa bukan terletak pada luas wilayahnya, namun terletak pada sumber daya manusia yang berkualitas serta mampu bersaing dengan bangsa lain. Model belajar mandiri yang diterapkan di SMP melatih anak untuk bersaing secara naluri. Melayani kebutuhan individu siswa sesuai dengan alur perkembangan jiwanya. Belajar sambil bermain, pajang-pajangan karya siswa, dan media belajar yang penuh dengan motivasi serta pemberian penghargaan setiap usaha siswa untuk kemajuan dirinya maupun kekemajuan bersama merupakan salah satu warna dari model belajar mandiri.
Dari awal keberangkatan sekolah siswa sudah memiliki rasa ingin mendapatkan sesuatu, sehingga yang terjadi adalah seolah-olah siswa yang satu dengan yang lain saling berlomba untuk berangkat lebih awal. Mereka saling menghormati satu sama lain serta menghargai atas dasar kehadiran temannya yang lebih awal dari pada dirinya.

C. Pelaksanaan Pembelajaran Mandiri
1. Penyusunan Program Pembelajaran
Untuk menciptakan suasana belajar mandiri dalam mendukung program pembelajaran di kelas maupun di lingkungan sekolah di butuhkan beberapa sarana atau perangkat sederhana yang bisa dibuat oleh guru maupun siswa secara berkelompok.
Untuk mewujudkan siswa agar mandiri dalam proses belajar mengajar, guru harus melaksanakan peran dan fungsi dengan sebaik-baiknya yaitu sebagai fasilitator dan mediator.
Guru sebagai fasilitator, misalnya berusaha merespon dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan oleh siswa dengan baik.Selain itu guru juga berwenang dalam pembagian kelompok di dalam suatu kelas agar suasana kelas terkontrol dengan baik dan terkendali.
Guru sebagai mediator, misalnya menyediakan alat-alat peraga. Hal ini diterapkan pada mata pelajaran-pelajaran tertentu. Misalnya pelajaran matematika, yaitu menunjukan bentuk-bentuk bangun ruang.
Beberapa sarana atau perangkat dan kegiatan yang menunjang model belajar mandiri, yaitu sebagai berikut :
a. Buletin Selamat Pagi
Buletin selamat pagi merupakan media belajar isi rangkuman materi pelajaran, latihan soal, gambar, juga karya-karya siswa yang dimuat di dalamnya.
b. Papan Absen Mandiri
Papan Absen mandiri adalah media yang digunakan siswa untuk mengabsen dirinya sendiri. Papan ini dilengkapi dengan peraga jam sebagai aplikasi pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Siswa akan menggeser jarum jam yang ada pada papan tersebut sesuai dengan ketepatan waktu ia memasuki kelas. Tujuan Papan Absen Mandiri adalah untuk melatih kedisiplinan.
c. Uji Cakap Mandiri
Uji cakap mandiri merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan menjelang lonceng berbunyi yaitu siswa berbaris di depan kelas yang dipimpin oleh temannya sendiri (siswa yang pandai yang telah ditunjuk oleh guru) untuk menanyakan selalu soal yang bersumber pada buletin selamat pagi. Tujuan dari uji cakap mandiri adalah untuk memperdalam penguasaan soal, menumbuhkan rasa percaya diri, dan melatih memanfaatkan waktu luang.
d. Papan Jadwal Mandiri
Papan Jadwal Mandiri dilengkapi dengan kartu tugas yang berisi catatan tugas, yang akan berguna manakala guru tidak hadir. Papan Jadwal Mandiri berisi program harian, buku-buku, dan tugas sesuai dengan jadwal kegiatan hari itu dan besoknya. Dengan tujuan memudahkan guru lain bila guru tersebut berhalangan hadir.

e. Kantong Peraga Mandiri
Kantong Peraga Mandiri merupakan tempat menunjang dan menyimpan peraga bidang data, baik tulisan maupun gambar.
f. Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar di kelas diawali apersepsi, tanya jawab dan pembahasan masalah yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi siswa ketika membaca atau memahami buletin selamat pagi atau media tebak tepat masuk kelas dilanjutkan kegiatan inti.
Adapun tahap-tahap kegiatan inti pada pembelajaran adalah sebagai berikut:
Tahap I Penanaman Konsep
Pada tahap penanaman konsep dilakukan secara berjenjang dari benda kongkrit, fakta atau kegiatan proses:
1) Guru memberi beberapa contoh soal.
2) Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menantang untuk melatih daya fakir siswa.
3) Guru membimbing siswa untuk menemukan jawabannya sendiri.
Tahap II Pemahaman Konsep
Pada tahap pemahaman konsep dilakukan dengan melalui latihan-latihan soal:
1) Guru memberikan beberapa soal latihan untuk dikerjakan di kelas.
2) Guru mementau kerja siswa dan memberikan
3) bimbingan kepada siswa yang memerlukan.
Tahap III Pembinaan Konsep
Pada tahap pembinaan konsep dilakukan melalui permainan:
1) Guru menggunakan permainan misalnya siswa membuat beberapa soal sendiri, kemudian ditukar acak, kemudian pada akhir pelajaran diadakan tes formatif untuk diselesaikan oleh siswa lain dalam kelas tersebut.
2) dengan menggunakan lembar jawab yang cukup menarik sehingga siswa mau memajang hasil tes formatif tersebut pada tempat yang disediakan.

g. Dokter Matematika
Dokter Matematika adalah suatu media kreativitas siswa sebagai tutor sebaya yang bertujuan untuk memberi penghargaan atau perhatian serta untuk menanamkan sikap saling peduli atas kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal matematika. Siswa yang paling berhasil tes formatifnya dianjurkan guru membuat resep pada kertas kosong untuk membantu teman-temannya yang bernilai jelek, resep berupa cara-cara penyelesaian soal.
h. Bimbingan dan Penyuluhan
Kegiatan ini dilakukan setelah lonceng tanda usai pelajaran berbunyi, dengan tertib siswa mau antri kemudian siswa yang pada saat pagi hari mengambil buletin nomor 1, ia akan maju kehadapan guru sambil menyodorkan buletin yang di ambilnya pada saat tiba sekolah pagi hari. Guru akan mengajukan pertanyaan kepada siswa kalau siswa tidak dapat, siswa kan dibimbing dan diarahkan setelah itu baru pulang.

2. Penilaian Proses Hasil Pembelajaran
Keberhasilan seorang guru akan dilihat pada kemampuannya dari sejumlah media belajar yang digunakan dalam sistem Model Belajar Mandiri untuk mendukung proses belajar mengajar, penilaian lebih banyak ditekankan pada segi ektif, sikap dan tingkah laku. Sedangkan penilaian dari segi kognitif yang di lambangkan dengan angka-angka merupakan dampak dari kegiatan yang mediang belajar tersebut. Hal ini juga dimaksudkan agar guru mampu mengembangkan mata pelajaran yang menjadi tanggung dalam mengelola mata pelajaran dalam bentuk laporan hasil pendidikan atau buku raport yang diperlihatkan pada orang tua siswa setiap akhir semester, yaitu berupanilai akademis atau nilai kognitif yang dapat dilambangkan dengan angka. Diharapkan nilai yang di laporkan tersebut merupakan dampak dari sejumlah kegiatan siswa yang menggunakan media belajar mandiri yang dilakukan setiap hari. Dengan demikian bobot nilai yang terkandung didalamnya akan lebih berkualitas.
Sehubunan penilaian secara efektif sulit dilambangkan dengan angka, maka perilaku-perilaku yang muncul dari kegiatan Model Belajar Mandiri merupakan penilaian proses pembelajaran.
Perilaku-perilaku tersebut diantranya adalah:
a. Dengan adanya Buletin Pagi, perilaku siswa yang muncul untuk di nilai adalah:
1) Siswa datang ke sekolah lebih awal.
2) Siswa akan memanfaatkan waktu untuk belajar, membaca, dan diskusi dengan kelompoknya.
b. Dengan adanya Papan Absen Mandiri, prilaku siswa yang muncul untuk di nilai adalah:
1) Kedisiplinan menghargai waktu.
2) Kejujuran yang sesungguhnya
3) Mengakui dan menghargai usaha baik seorang teman.
c. Dengan adanya kegiatan Uji Cakap Mandiri sikap yang muncul pada siswa adalah:
1) Siswa mau membangun kedisiplinan teman-teman.
2) Siswa mau antri dan mengakui kemampuan teman lain.
d. Dengan adanya Papan Jadwal Mandiri, kesan yang muncul pada diri siswa adalah:
1) Siswa selalu siap belajar karena siswa mengetahui rencana kegiatan hari ini dan besok.
2) Siswa mau antri dan mengakui kemampuan teman lainnya.
e. Dengan adanya Kotak Peraga Mandiri, prilaku yang muncul pada diri siswa adalah siswa lebih semangat dan tidak jenuh dalam belajar di kelas karena melihat media Kotak Peraga Mandiri seperti layar-layar lebar di kelas yang gambar atau tulisannya bisa diganti setiap saat.
f. Dengan adanya Dokter Matematika, perilaku yang muncul adalah siswa saling peduli antara yang mampu atau pandai dengan yang tidak mampu atau kurang pandai.
g. Dengan adanya media “ Tugasku Tanggung Jawabku “, prilaku yang muncul adalah siswa akan lebih bertanggung jawab dengan tugas-tugasnya.
h. Dengan Bimbingan Belajar, perilaku yang muncul adalah siswa akan lebih dekat dengan guru, sehingga dapat mengurangi permasalahan yang dihadapi siswa dan tugas yang diberikan kepada siswa akan terselesaikan dengan tuntas.

D. Unsur Pendukung Pembelajaran Mandiri
1. Kemandirian Sekolah Dalam Mendukung Kegiatan Belajar Mengajar
Sekolah sebagai arena belajar bagai siswa sudah selayaknya apabila dilengkapi dengan bermacam-macam media belajar dan alat peraga yang dapat membantu siswa dalam belajar. Demikian pula seorang guru dalam mengajar harus mempunyai keyakinan bahwa penggunaan alat peraga dan media belajar disebuah sekolah harus dianggap sebagan bagian yang penting. Dengan adanya media belajar dan alat peraga, kegiatan belajar mengajar akan lebih hidup dan siswa tidak merasa bosan.
Kemandirian sekolah dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar mutlak diperlukan. Kemandirian sekolah dalam mendukung kegiatan belajar mengajar sangat ditentukan oleh kepala sekolah, maka kepala sekolah dituntut kemampuannya untuk peka terhadap aspirasi para guru. Seorang kepala sekolah harus mampu menampung ide-ide para guru untuk dipecahkan dalam forum diskusi. Temuan para guru yang telah disepakati dalam forum diskusi bisa berupa pola atau barang jadi. Temuan tersebut kemudian ditindak lanjuti untuk diproduksi. Dengan demikian ketergantungan sekolah tidak hanya menunggu droping alat peraga dari pemerintah.


2. Kepedulian Masyarakat Terhadap Pendidikan
Kemandirian sekolah sangat didukung oleh kepedulian masyarakat terhadap pendidikan. Kepedulian masyarakat terhadap pendidikan akan selalu muncul apabila sekolah selalu terbuka untuk saling kerjasama dengan masyarakat. Orientasi sekolah untuk selalu meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan. Sikap saling percaya antara masyarakat dengan sekolah akan menumbuhkan kerjasama yang baik.

3. Study Banding Bagi Pengembangan Ilmu
Keberhasilan pendidikan disuatu sekolah sangat ditentukan oleh kegiatan belajar siswa yang didukung oleh sarana dan prasarana masing-masing sekolah berbeda. Demikian pula kreatifitas guru untuk menciptakan metode baru antara guru yang satu dengan yang lainnya berbeda. Untuk saling mengisi maka kerjasama antara sekolah yang satu perlu di wujudkan.
Kemajuan teknologi perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat pada era sekarang ini harus menjadi perhatian serius bagi sekolah yang berorientasi pada mutu pendidikan. Untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu mengadakan studi banding ke sekolah-sekolah lain dan menjalin kerjasama.

Pustaka

Durori, 2002. Media Belajar dan Alat Peraga Sederhana untuk Mengembangkan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan ( PAKEM ), Mitra Mas, Banyumas.

Johnson. Elaine B, 2002. Contextual Teaching and Learning ”Menjadikan Kegiatan Belajar-mengajar Mengasyikan danBermakna”, MLC, Bandung.



MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING



A. Pendahuluan
Proses belajar dapat merubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu akan berjalan seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan ketrampilan seseorang. Dengan demikian, perlu dipahami bahwa strategi belajar dapat mempengaruhi perilaku siswa. Untuk membantu siswa dalam mengembangkan potensinya, guru harus mampu mengupayakan proses-proses pembelajaran yang terjadi dalam kelas agar dapat memberi efek positif bagi siswa.
Ada beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru agar dapat memberi efek positif bagi siswa salah satunya model pembelajaran Mind Maping atau peta pikiran. Mind Mapping merupakan model pembelajaran konsep yang dikemukakan oleh Tony Buzan. Konsep model pembelajaran ini didasarkan pada cara kerja otak kita menyimpan informasi. Mind Mapping adalah cara kreatif bagi siswa secara individual untuk menganalisa ide-ide, mencatat pelajaran atau merencanakan merencanakan penelitian baru. Menurut Buzan dalam Marwan Siregar, dengan menginstruksikan siswa membuat mind map maka akan memudahkan siswa untuk mengidentifikasi secara jelas dan kreaitf apa yang telah mereka pelajari dan apa yang telah mereka rencanakan.

B. Pengertian
Menurut Mel Siberman dalam Marwan siregar, Mind Mapping adalah cara kratif bagi siswa secara individual untuk menganalisa ide-ide, mencatat pelajaran atau merencanakan penelitian baru.
Mind Mapping adalah metode mempelajari konsep yang ditemukan oleh Buzan. Konsep ini didasarkan pada cara kerja otak kita menyimpan informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa otak kita tidak menyimpan informasi dalam bentuk kotak-kotak sel saraf yang terjejer rapi melainkan dikumpulkan pada sel-sel saraf yang bercabang yang apabila dilihat sekilas akan tampak seperti cabang-cabang pohon. Dari fakta tersebut, maka disimpulkan apabila kita juga menyimpan informasi seperti cara kerja otak maka akan semakin baik informasi tesimpan dalam otak dan hasilnya tentu saja proses belajar kita akan semakin mudah. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan cara kerja mind mapping adalah menuliskan tema utama sebagai titik sentral atau tengah dan memikirkan cabang (tema turunan) yang keluar dari titik tengah tersebut dan mencari hubungan antara tema turunan. Itu berarti setiap kali kita mempelajari sesuatu hal maka fokus kita diarahkan pada apakah tema utamanya, poin-poin penting dari tema utama yang sedang kita pelajari, pengembangan dari setiap poin penting dan mencari hubungan antara setiap poin. Dengan cara ini maka kita dapat mengambil gambaran hal-hal apa saja yang telah kita ketahui dan area mana saja yng masih belum dikuasai dengan baik.(sumber : www.sekolahindonesia.com)
Menurut Buzan, Mind Mapping adalah teknik mencatat atau mengingat sesuatu dengan bantuan gambar dan warna, sehingga kedua bagian otak manusia digunakan secara maksimal. Otak manusia dibagi menjadi dua bagian yaitu otak kiri dan otak kanan. Otak kiri bekerja untuk hal-hal yang bersifat rasional seperti mengerjakan soal matematika, IPA dan otak kanan bekerja untuk hal-hal yang lebih emosional seperti seni, bahasa dan lain-lain. Dengan memanfaatkan gambar dan teks pendek (kata kunci) ketika mengungkapkan ide yang ada dalam pikiran kita, maka kita telah menggunakan kedua otak secara sinergis apalagi jika kita menambahkan warna-warna cerah untuk kata kunci dalam mind map kita. Menurut penelitian, otak kita lebih mudah menerima teks pendek (kata kunci), gambar, warna daripada rangkaian kata-kata panjang.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan mind mapping adalah metode mempelajari konsep atau teknik mengingat sesuatu dengan bantuan mind map (catatan yang terdiri dari gabungan gambar dan warna yang berisi rangkuman materi) sehingga kedua bagian otak manusia dapat digunakan secara maksimal.

C. Mind Mapping dalam Pembelajaran Matematika
Ada beberapa langkah untuk membuat mind map dalam pembelajaran matematika, yaitu :
1. Sediakan kertas kosong tanpa garis dengan posisi horizontal dan spidol warna.
2. Buat topik utama yang akan kita bahas, misalnya bentuk bangun datar dengan huruf kapital dan ditulis ditengah-tengah kertas kemudian di lingkari.
3. Dari tulisan itu kita buat beberapa garis disekeliling lingkaran untuk subtopik misalnya persegi panjang, segitiga, persegi, trapesium dll. Dari setiap lingkaran subtopik, dibut garis seperti cabang pohon untuk membuat informasi misalnya besar sudut masing-masing, rumus-rumusnya hingga menyebut unit terkecil dari bentuk bangun datar yaitu contoh gambar dari bentuk-bentuk tersebut. Antara topik utama, subtopik sampai unit terkecil dihubungkan dengan garis-garis warna sehingga lebih menarik. Semakin banyak ide yang kita catat, semakin lengkap mind map yang kita buat. Membuat mind map tidak harus satu kali selesai, informasi yang baru dapat ditambahkan dengan menambah cabang-cabang tambahan.
Berikut ini cara membuat mind map untuk mempelajari bentuk-bentuk bangun datar : (lihat dilampiran)

Prinsipnya sederhana, cukup mengikuti kemana otak berfikir, apa yang terlintas, apa yang diingat dan tuliskan diatas kertas dalam bentuk coretan yang berkaitan. Coretan tersebut harus dimulai dari tengah sebagai pusat kemudian mengembang keluar ke arah tepi kertas.


D. Langkah-langkah dalam Pembelajaran
Ada beberapa langkah dalam menerapkan model pembelajaran mind mapping, yaitu :
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru manyampaikan konsep atau permasalahan yang ingin ditanggapi oleh siswa, sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban.
3. Membentuk kelompok yang beranggotakan 2-5 orang ( Mind mapping juga boleh diterapkan secara individu)
4. Tiap kelompok mencatat alternatif jawaban hasil diskusi (membuat mind map)
5. Tiap kelompok membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru.
6. Dari data-data dipapan, siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi perbandingan sesuai konsep yang disediakan guru.

E. Manfaat Mind Mapping
Ada beberapa manfaat mind mapping, yaitu:
1. Mempercepat pembelajaran
2. Memudahkan mengingat terutama hal-hal yang berkitan dengan konsep.
3. Dapat digunakan sebagai jembatan diskusi, artinya kita dapat menggabungkan mind map yang telah kita buat dengan mind map anggota kelompok lain untuk didiskusikan.

F. Kelebihan dan Kelemahan
Kelebihan model pembelajaran mind mapping :
1. Dapat mengemukakan pendapat secara bebas
Siswa diberi kebebasan untuk membuat mind map serta diberi kebebasan untuk memasukkan unsur atau sobtopik dari mind map sesuai dengan kerja otaknya.
2. Melatih siswa untuk bekerja sama jika mind mapping ini diterapkan dalam bentuk kelompok.
3. Memudahkan siswa dalam mempelajari konsep
4. Melihat gambaran materi secara umum

Kelemahan model pembelajaran mind mapping :
1. Hanya siswa aktif yang terlibat
2. Tidak sepenuhnya murid belajar


DAFTAR PUSTAKA

Cinthyia, Dewi (2007). Peta Pikiran. Diambil pada tanggal 25 September 2007. http://www. Sekolah online.com.

Eddy, Marwan Siregar dkk (2007). Peningkatan Aktivitas belajar IPS melalui Strategi Mind Mapping dikelas VIII SMP N 10 Pekan Baru. Diambil pada tanggal 25 September 2007.
http://www. Pmptk.net/index.php?option.com.

Julia, Alwi (2007). Mind Mapping apaan tuh ?. Diambil pada tanggal 25 September 2007.http://www.Pikiran-rakyat.com/cetak/2007/ 052007/27/index.html

Khairul (2007). Cara mudah memakai otak. Diambil pada tanggal 25 September 2007. http://www. sepiasun.com.

Learning With Me (2006). Mind Mapping. Diambil pada tanggal 25 September 2007. http://www. Learning with-me blogspot.com.

Mansyur (2007). Refleksi Pembelajaran Matematika. Diambil pada tanggal 25 September 2007. http://www. P4tkmatematiak.com.

Khairul (2007). Cara mudah memakai otak. Diambil pada tanggal 25 September 2007. http://www. sepiasun.com.



ARTIKULASI


A. Pengertian Artikulasi
Artikulasi berasal dari kata articulate yang artinya pandai berbicara, pandai mengeluarkan pikiran dan mengucapkan kata-kata dengan jelas. Artikulasi juga merupakan salah satu model pembelajaran yang baru.
Model pembelajaran artikulasi merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa di tuntut untuk membentuk kelompok yang berpasang-pasangan, kemudian salah seorang dari kelompok menceritakan materi yang telah disampaikan oleh guru dan yang lain sebagai pendengar setelah itu berganti peran. Dalam hal ini penyampaian materi yang akan disampaikan harus berbeda antara siswa yang satu dengan yang lain meskipun dalam satu kelompok.
Artikulasi sebagai suatu model pembelajaran yang menekankan pada kemampuan siswa untuk pandai berbicara atau menggunakan kata-kata dengan jelas, pengetahuan dan cara berpikir dalam penyampaian kembali materi yang telah disampaikan oleh guru.

B. Tujuan Artikulasi
Model Pembelajaran Artikulasi memiliki tujuan untuk membantu siswa cara mengungkapkan kata-kata dengan jelas dalam mengembangkan pengetahuan, pemahaman serta kemampuan yang dimiliki sehingga siswa dapat membuat suatu keterhubungan antara materi dengan disiplin ilmu.
Melalui model pembelajaran ini siswa diharapkan mampu bernalar dan berkomunikasi secara baik dalam suatu masalah.
Sebagai penunjang untuk mencapai tujuan yang dimaksud, maka terdapat konsep-konsep dasar dalam Artikulasi yakni :
1. Materi
Artikulasi di organisasikan dengan memilih materi yang berbeda-beda antar siswa dalam satu kelompok.
2. Keterhubungan
Artikulasi menekankan pada keterhubungan yang signifikan antara sub-sub pokok bahasan dalam satu materi.
3. Penalaran
Artikulasi membantu siswa untuk tumbuh sesuai dengan kemampuan untuk bernalar secara efektif dengan mempresentasikan informasi yang berhubungan dengan materi yang diperoleh dari guru.
4. Teknologi
Pendekatan dalam model pembelajaran Artikulasi merefleksikan proses perolehan informasi yang didapat dari guru dan menerapkan pengetahuan siswa dalam memecahkan masalah.

C. Langkah-langkah Model Pembelajaran Artikulasi
Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa dalam setiap model pembelajaran memiliki langkah-langkah berbeda, demikian pula halnya dengan Artikulasi. Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran Artikulasi yakni :
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.
3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang.
4. Suruhlah seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengarkan sambil membuat catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lain.
5. Suruh siswa secara bergiliran atau diacak menyampaikan hasil wawancara dengan teman pasangannya, sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya.
6. Guru mengulangi atau menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa.
7. Kesimpulan atau penutup.


D. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Artikulasi
Setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kelemahan. Adapun kelemahan dan kelebihan dari pembelajaran Artikulasi adalah sebagai berikut :
1. Kelebihan Pembelajaran Artikulasi
a) Semua siswa terlibat (mendapat peran)
b) Melatih kesiapan siswa
c) Melatih daya serap pemahaman dari orang lain
2. Kelemahan Pembelajaran Artikulasi
a) Cakupannya hanya untuk mata pelajaran tertentu saja (terbatas)
b) Waktu yang dibutuhkan banyak
c) Materi yang di dapat sedikit
Adapun manfaat Pembelajaran Artikulasi bagi siswa antara lain :
1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas.
2. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
3. Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar
4. Perilaku mengganggu lebih kecil
5. Konflik antar pribadi berkurang
6. Pemahaman yang lebih mendalam
7. Motivasi lebih besar
8. Hasil belajar lebih tinggi
9. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.


DAFTAR PUSTAKA

www.pembelajaran.com, Senin, 24 September 2007, jam 14.00 WIB