REFERENSI


kelompok     

MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH
(PROBLEM BASED INSTRUCTION) 




 







Disusun Oleh :


Disusun Oleh :

  1.  
  2.  
  3.  
  4.  
  5.  









PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2009
PENDAHULUAN

Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dengan situasi berorientasi pada masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (2000:2 dalam Nurhadi dkk,2004), “ Pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti Project-Based Learning (Pembelajaran Proyek), Eksperience-Based Education (Pendidikan Berdasarkan Pengalaman), Authentic learning (Pembelajaran Autentik), dan Anchored instruction (Pembelajaran berakar pada dunia nyata)”. Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pembelajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara bebas. Prinsip pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukankan penyelidikan secara inkuiri.
Terkait dengan kurikulum berbasis kompetensi, pembelajaran dengan pemberian tugas secara berkelompok menjadi salah satu pendekatan yang sebaiknya di kuasai oleh guru baik secara teoritis maupun praktis. Berawal dari pemikiran tersebut Peneliti sebagai guru memilih judul “Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Dengan Metode Problem-Based Learning Pada Pokok Bahasan Logika Matematika Di Kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2007 – 2008”


MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH
(Problem Based Instruction)
1.      Pengertian
Model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Instruction) adalah modal pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik (nyata) sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri siswa (Arends, 1997:288).
Model pembelajaran berdasarkan masalah bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berfikir kritis dan memecahkan masalah, serta mendapatkan konsep-konsep penting. Pendekatan ini mengutamakan proses belajar, tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri. Pembelajaran berdasarkan masalah penggunaannya di dalam pengembangan tingkat berfikir yang lebih tinggi dalam situasi yang berorientasi pada masalah, termasuk pembelajaran bagaimana belajar (Arends, 1997:156).
Pada pembelajaran berdasarkan masalah ini, guru berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah, dan sebagai pemberi fasilitas yang diperlukan siswa. Selain itu, guru memberikan dukungan dan dorongan dalam upaya meningkatkan kecerdasan dan perkembangan intelektual siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran pendapat (Arends,1997). Pembelajaran berdasarkan masalah juga banyak menumbuh kembangkan aktivitas belajar, baik secara individu maupun secara kelompok.
Dalam pembelajaran berdasarkan masalah memerlukan adanya beberapa kemampuan, diantaranya yaitu:
a.       Kemampuan memecahkan masalah
Kemampuan memecahkan masalah hendaknya diberikan, dilatihkan dan dibiasakan pada siswa sedini mungkin (Branco, 1980:3). Kemampuan memecahkan masalah juga sangat penting bagi siswa yang akan mendalami bidang studi tertentu maupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Rusefendi, 1991:291).
b.      Kemampuan berfikir
Menurut Peter Reason (1981), berfikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih tinggi dari sekadar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending). Menurut Reason mengingat dan memahami lebih bersifat pasif daripada kegiatan berfikir (thinking). Mengingat pada dasarnya hanya melibatkan usaha penyimpanan sesuatu yang telah dialami untuk suatu saat dikeluarkan kembali atas permintaan; sedangkan memahami memerlukan pemerolehan apa yang didengar dan dibaca serta melihat keterkaitan antar-aspek dalam memori. Berfikir adalah istilah yang lebih dari keduanya. Berfikir menyebabkan seseorang harus bergerak hingga di luar informasi yang didengarnya, misalkan kemampuan berfikir seseorang untuk menemukan solusi baru dari suatu persoalan yang dihadapi.
Kemampuan berfikir memerlukan kemampuan mengingat dan memahami, oleh sebab itu kemampuan mengingat adalah bagian terpenting dalam mengembangkan kemampuan berfikir. Artinya, belum tentu seseorang yang memiliki kemampuan mengingat dan memahami memiliki kemampuan juga dalam berfikir. Sebaliknya, kemampuan berfikir seseorang sudah pasti diikuti oleh kemampuan mengingat dan memahami. Hal ini seperti yang dikemukakan Peter Reason, bahwa berfikir tidak mungkin terjadi tanpa adanya memori. Bila seseorang kurang memiliki daya ingat (working memory), maka orang tersebut tidak mungkin sanggup menyimpan masalah dan informasi yang cukup lama.
2.      Ciri-ciri Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
a.       Pengajuan Pertanyaan atau Masalah
Pengaturan pembelajaran berdasarkan masalah berkisar pada masalah atau pertanyaan yang diajukan guru dan dianggap penting bagi siswa maupun masyarakat. Menurut Arends (dalam Ratumanan, 200:126), pertanyaan dan masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.      Autentik. Yaitu masalah harus sesuai dengan pengalaman dunia nyata siswa dari pada dengan prinsip-prinsip disiplin akademik tertentu.
2.      Jelas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan siswa menyelesaikan masalah tersebut.
3.      Bermakna. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya bermakna (meaningful) bagi siswa. Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
4.      Luas dan Sesuai dengan Tujuan Pembelajaran. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang, dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
5.      Bermanfaat. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir dan memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.
b.      Keterkaitannya dengan Berbagai Disiplin Ilmu
Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berdasarkan masalah hendaknya mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu.
c.       Penyelidikan yang Autentik
Penyelidikan yang diperlukan dalam pembelajaran berdasarkan masalah bersifat autentik. Selain itu, penyelidikan diperlukan untuk mencari penyelesaian masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, membuat kesimpulan, dan menggambarkan hasil akhir.
d.      Menghasilkan dan Memamerkan Hasil/Karya
Pada pembelajaran berdasarkan masalah, siswa bertugas menyusun hasil penelitiannya dalam bentuk karya (karya tulis atau penyelesaian) dan memamerkan hasil karyanya. Artinya, hasil penyelesaian masalah siswa ditampilkan atau dibuatkan laporannya.
e.       Kolaborasi
Pada pembelajaran berdasarkan masalah, tugas-tugas belajar berupa masalah yang harus diselesaikan bersama-sama antar siswa dengan siswa, baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar, dan bersama-sama antar siswa dengan guru.
Dari ciri-ciri di atas terlihat bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah memberi penekanan pada masalah yang autentik dan berkaitan dengan berbagai disiplin ilmu. Berdasarkan pada masalah tersebut siswa melakukan aktivitas pemecahan masalah/penyelidikan untuk memecahkan masalah tersebut. melalui aktivitas pemecahan masalah/penyelidikan diharapkan siswa dapat menemukan keterampilan-keterampilan atau konsep-konsep yang lebih sederhana. Dari uraian ini jelas bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah menggunakan pendekatan top-down yang merupakan salah satu ciri dari pembelajaran berbasis konstruktivisme.



3.       Tujuan pembelajaran dan hasil pembelajaran
Pengajaran berbasis masalah dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri (Nurhadi, Burhan & Agus, 2004).
4.      Langkah-langkah Model Pembelajaran Masalah
Banyak ahli yang menjelaskan bentuk penerapan metode pembelajaran berdasarkan masalah. John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika menjelaskan 6 langkah model pembelajaran berdasarkan masalah yang kemudian dia namakan metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu:
1.      Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
2.      Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
3.      Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
4.      Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
5.      Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
6.      Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

David Johnson & Johnson mengemukakan ada 5 langkah metode pembelajaran berdasarkan masalah melalui kegiatan kelompok.
1.      Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas tentang masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu-isu hangat yang menarik untuk dipecahkan.
2.      Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor baik faktor yang bisa menghambat maupun yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga pada akhirnya siswa dapat mengurutkan tindakan-tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang diperkirakan.
3.      Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa didorong untuk berfikir mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan.
4.      Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.
5.      Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan; sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan.

5.      Pelaksanaan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Pelaksanaan model pembelajaran berdasarkan masalah dalam kegiatan belajar mengajar didasarkan pada kelima fase. adapun rincian kegiatan pada setiap fase adalah sebagai berikut;
Fase 1      :  Orientasi siswa pada masalah
            Pada tahap ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran, serta menjelaskan model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Pada kesempatan ini guru juga memotivasi siswa. Setelah menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan dan meotivasi, guru mengajukan masalah dan meminta siswa mengemukakan ide dan teori yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah tersebut.
Fase 2      : Mengorganisasikan siswa untuk belajar
           Pada kegiatan ini siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil berdasarkan kemampuan. Kriteria kemampuan dilihat dari hasil pretest. Sehingga satu kelompok terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan kurang mampu. Hal ini dilakukan dengan tujuan dalam menganalisis, masalah yang akan diberikan setiap kelompok mempunyai penyelesaian yang dapat diandalkan. Penyelesaian awal yang didapat akan menarik untuk didiskusikan dan dipertahankan kebenarannya. Selain itu pertimbangkan kemudahan dalam mengikuti prosedur PBI dan memberikan motivasi kepada siswa yang kurang mampu untuk mengejar ketinggalan selama ini. Secara tidak langsung pembagian kelompok ini akan memberikan bimbingan kepada siswa yang kurang mampu dalam menganalisa suatu masalah.
Fase 3      : Membantu siswa memecahkan masalah
            Dalam hal ini, siswa melakukan penyelidikan/pemecahan masalah. Pada tahap ini guru mendorong siswa mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen sampai mereka benar-benar mengerti dimensi situasi permasalahan. Tujuannya ialah agar siswa dalam mengumpulkan informasi cukup untuk mengembangkan dan menyusun ide-idenya sendiri. Selain itu guru mengajukan permasalahan/pertanyaan yang dapat dipikirkan siswa, dan memberikan berbagai jenis informasi yang diperlukan siswa untuk menemukan penyelesaian awal arena masih harus didiskusikan pada tahap berikutnya.
Fase 4      : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
           Pada kegiatan ini guru menyuruh salah seorang anggota kelompok untuk mempresentasikan hasil pemecahan masalah kelompok dan guru membantu jika siswa mengalami kesulitan. Kegiatan ini berguna untuk mengetahui hasil sementara pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan.
Fase 5      : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
           Tahap akhir pembelajaran berdasarkan masalah, guru membantu menganalisis dan mengevaluasi proses berfikir siswa. Sedangkan siswa menyusun kembali hasil pemikiran dan kegiatan yang dilampaui pada setiap tahap pembelajaran. Dan guru membimbing siswa menyimpulkan pembalajaran serta memberikan soal-soal untuk dikerjakan di rumah.

6.      Metode Pemecahan Masalah
Masalah adalah suatu situasi (dapat berupa pertanyaan atau issu) yang disadari dan memerlukan suatu tindakan pemecahan, serta tidak segera tersedia suatu cara untuk mengatasi situasi itu. Bell (198:310) memberikan definisi masalah sebagai berikut : “a situation is a problem for a person if he or she aware of existence, recognize that it requires action, wants or need to act and does so, and is not immediately able to resolve the problem”.
Dari definisi di atas, ciri-ciri suatu situasi yang dapat dinyatakan sebagai masalah adalah situasi itu sendiri, ada kemauan dan merasa perlu melakukan tindakan untuk mengatasinya, serta tidak segera dapat ditemukan cara mengatasi situasi tersebut.
Demikian pula suatu pertanyaan merupakan masalah bagi seorang siswa, tetapi belum tentu merupakan masalah bagi siswa yang lain. menurut Polya (dalam Hudoyo, 1989:2), syarat suatu masalah bagi seorang siswa adalah:
1.        Pertanyaan yang diharapkan kepada seorang siswa haruslah dapat diterima oleh siswa tersebut.
2.        pertanyaan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin yang telah diketahui oleh siswa. Karena itu faktor waktu jangan dipandang sebagai hal yang esensial.
Di dalam matematika, “suatu soal atau pertanyaan akan merupakan suatu masalah apabila tidak terdapat aturan/hukum tertentu yang segera dapat digunakan untuk menjawab atau menyelesaikan” (Hudoyo: 198). Hal ini berarti bahwa suatu soal matematika akan menjadi masalah apabila soal itu tidak memberikan petunjuk penyelesaian.
Di dalam matematika terdapat dua jenis masalah menurut Polya (dalam Hudoyo, 1989:158) yaitu:
a)      Masalah untuk menemukan berupa teoritis atau praktis, abstrak atau konkrit, termasuk teka teki. Kita harus mencari semua variabel tersebut; kita mencoba untuk mendapatkan, menghasilkan atau mengkonstruksi semua jenis obyek yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah itu. Bagian utama dari masalah itu adala (1) apakah yang dicari?, (2) bagaimana data yang diketahui?, (3) bagaimana syaratnya?. Ketiga bagian utama tersebut sebagai landasan untuk dapat menyelesaikan masalah jenis ini.
b)      Masalah untuk membuktikan adalah untuk menunjukkan bahwa suatu pertanyaan itu benar atau salah, tidak kedua-duanya. Kita harus menjawab pertanyaan “apakah pertanyaan itu benar atau salah?. Bagian utama dari masalah jenis ini adalah hipotesa dan konklusi dari suatu teorema yang harus dibuktikan kebenarannya. Kedua bagian utama tersebut sebagai landasan untuk dapat menyelesaikan masalah ini.
Setiap masalah tentu akan diselesaikan untuk menemukan jawabannya atau pemecahan masalahnya. Menurut Polya (dalam Hudoyo, 1989:112), pemecahan masalah merupakan usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan untuk mencapai suatu tujuan yang tidak segera dapat dicapai. Menurut Polya (dalam Orton, 1992), ada empat tahap yang dapat dilakukan dalam memecahkan masalah yaitu : (1) memahami masalah, (2) membuat suatu rencana, (3) melaksanakan rencana tersebut, dan (4) memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh.
Membelajarkan siswa memecahkan masalah dengan pemecahan masalah akan memungkinkan siswa lebih kritis dan analitis, sehingga siswa menjadi lebih baik dalam pendidikannya dan dalam kehidupan sehari-hari.
Dikatakan juga bahwa strategi pembelajaran di masa datang, sebab mampu mengaktifkan peserta didik, meningkatkan motivasi belajar dan kemandirian peserta didik mudah dikontrol. Akan tetapi ada juga kendalanya yaitu banyaknya peserta didik dalam satu kelas sehingga akan menggunakan waktu yang banyak dan membimbing peserta didik memecahkan masalah.

7.      Keunggulan dan Kelemahan Metode Pembelajaran Berdasarkan masalah.
a.       Keunggulan
Sebagai suatu strategi pembelajaran, metode pembelajaran berdasarkan masalah memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
1.      Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
2.      Pemecahan masalah (problem solving) dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
3.      Pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa
4.      Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5.      Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Di samping itu, pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
6.      Melalui pemecahan masalah (problem solving) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematikan, IPA, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berfikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.
7.      Pemecahan masalah (problem solving) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
8.      Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
9.      Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
10.  Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
b.      Kelemahan
Di samping keunggulan, model pembelajaran berdasarkan masalah juga memiliki kelemahan diantaranya:
1.      Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
2.      Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
3.      Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.







DAFTAR PUSTAKA

Sanjaya, Wina, 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana, Prenada Aedia Group.
http://luluspriyo.wordpress.com/