PSIKOANALISIS TEKSTUAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada dasarnya psikologi akan di topang oleh tiga pendekatan sekaligus (Rockhan, 1990:80). Pertama, pendekatan tekstual, yang mengkaji psikologis tokoh dalam sastra. Kedua pendekatan Reseptif-pragmatis, yang mengkaji aspek psikologis pembaca sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya sastra yang di bacanya. Ketiga pendekatan ekspresif, yang mengkaji aspek psikologi sang penulis ketika melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat karya-karyanya. Baik penulis sebagai pribadi maupun wakil masyarakatnya.
Pendekatan sastra adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu membahas tentang peristiwa kehidupan manusia. Manusia selalu menunjukan perilaku yang beragam, untuk melihat keberagaman tersebut di butuhkan Psikologi.
Menurut Wellek dan Werren (1995:90) istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian, pertama studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi, kedua studi proses kreatif, ketiga studi tipe dan hokum-hukum psikologi yang di terapkan pada karya sastra, keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca.
Dari berbagai cabang psikologi, psikoanalisis lebih mempunyai hubungan dengan sastra, sebab ia memberi teori adanya dorongan alam bawah sadar yang mempengaruhi tingkah laku manusia. Psokoanalisis adalah wilayah kajian psikologi sastra. Di dalam bagian-bagian yang terkait dengan pembahasan sifat dan perwatakan manusia.
Semua orang mengakui bahwa manusia adalah mahluk yang komplek, sehingga sulit membuat deskripsi yang lengkap dan memuaskan (Widodo, 1994:22) kekomplekannya beda karenasimensi trilogies atau struktur anatominya yang sukar di analisis atau di gariskan, melainkan karena simensi psikologisnya yaitu unsur-unsur kejiwaan dan akal budinya seorang pengarang mungkin berhasil membuat deskripsi tentang bentuk anatomi tubuh, tetapi lebih kurang membuat deskripsi mengenai dimensi kejiwaannya.
Dalam cerpen “My Dream“ karya Ardita Sofyani berceritakan tentang keberadaan seorang remaja, lingkup remaja atau sisi keremajaan yang menjadi biang keladi pengarang dalam membuat sebuah karya sastra, bila di analisis melalui ilmu Psikologi, Remaja merupakan kelompok yang biasa saja, di pihak lain Remaja adalah sekelompok orang-orang yang sering menyusahkan orang-orang tua. Pada pihak lainnya lagi Remaja sebagai potensi manusia yang perlu di manfaatkan. Secara umum digambarkan bahwa kebahagiaan yang dialami yang di alamiremaja berdasarkan adanya beberapa persyaratan tertentu ketiadaan persyaratan dapat menimbulkan ketidak bahagiaan (netral) beberapa keadaan yang bersifat sebaliknya dan beberapa kondisi tertentu dapat menimbulkan masalah bagi remaja, atau dari segi subjeknya dikatakan adanya “Remaja Bermasalah”.
Sikap (attitude) secara umum di artikan oleh gerungan sebagai kesediaan beeaksi individu terhadap sesuatu hal. Sikap perasaan atau emosi sseseorang telah ada semenjak ia bergaul dengan lingkungannya. Timbulnya sikap, perasaan, emosi itu merupakan produk pengamatan dan pengalaman individu secara unik dengan benda-benda fisik di lingkungannya, dengan orang tua dan saudara-saudara, serta pergaulan social yang lebih luas. Bentuk bentuk emosi yang sering nampak dalam masa remaja awal antara lain adalah marah, malu, takut, cemas (anxiety) cemburu (jealoncy), iri hati (envy), sedih, gembira, kasih saying dan ingin tahu. Dalam hal emosi yang negative, umumnya remaja belum bertingkah laku sangat di kuasai oleh emosinya. Dalam masa remaja, minat dan cita-cita berkembang, dan dalam hal itu bersifat pemilihan dan berarah tujuan.
B. RUMUSAN MASALAH
Tujuan pelitian ini untuk (1) Mendeskripsikan struktur yang membangun cerpen My Dream yang meliputi tema, penokohan, latar dan alur; (2) Mendeskripsikan makna konflik batin tokoh utama yang terkandung dalam Cerpen My Dream karya Ardita Sofyani berdasarkan analisis Psikologi Sastra.
.Penelitian ini menggunakan metode tekstual yaitu pendekatan yang mengkaji aspek atau hukum-hukum psikologi dalam teks karya sastra. Dengan objek penelitian konflik batin yang dialami tokoh utama “Nandira Silvia” dalam Cerpen My Dream karya Ardita Sofyani dengan menggunakan tinjauan Psikologi Sastra. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik pustaka, simak dan catat. Analisis data menggunakan teknik membaca heuristic dan hermeneutik..
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN PSIKOLOGI DAN SASTRA
Psikologi, Secara etimologis, psikologi berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan “logos” atau ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara langsung.
Berkenaan dengan obyek psikologi ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dan dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Psikologi terbagi ke dalam dua bagian yaitu psikologi umum (general phsychology) yang mengkaji perilaku pada umumnya dan psikologi khusus yang mengkaji perilaku individu dalam situasi khusus, diantaranya :
• Psikologi Perkembangan; mengkaji perilaku individu yang berada dalam proses perkembangan mulai dari masa konsepsi sampai dengan akhir hayat.
• Psikologi Kepribadian; mengkaji perilaku individu khusus dilihat dari aspek – aspek kepribadiannya.
• Psikologi Klinis; mengkaji perilaku individu untuk keperluan penyembuhan (klinis)
• Psikologi Abnormal; mengkaji perilaku individu yang tergolong abnormal.
• Psikologi Industri; mengkaji perilaku individu dalam kaitannya dengan dunia industri.
• Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikan
Disamping jenis – jenis psikologi yang disebutkan di atas, masih terdapat berbagai jenis psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin ke depannya akan semakin terus berkembang, sejalan dengan perkembangan kehidupan yang semakin dinamis dan kompleks. Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telah memiliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni :
• Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan.
• Epistemologis; teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil – dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross sectional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif.
• Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.
Sastra adalah perwujudan pikiran dalam bentuk tulisan. Tulisan adalah media pemikiran yang tercurah melalui bahasa, bahasa yang bisa direpresentasikan dalam bentuk tulisan, media lain bisa saja berbentuk gambar, melody musik, lukisan ataupun karya lingkungan binaan (arsitektur).
Sastra menjadi bagian dari budaya masyarakat. Sastra yang memuat materi yang tinggi dipelihara secara turun-temurun oleh para pujangga, banyak yang secara lisan karena media tulisan sangat terbatas, hanya daun lontar.
Sastra (Sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata "sastra" bisa pula merujuk kepada semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak.
Sastera adalah karya seni dengan menggunakan tutur bahasa sundengan susunan kata yang menarik sehingga menggugah rasa keindahan, rasa kemanusiaan dan budi pekerti. Kaedah penyampaian Sastera Indonesia terbahagi kepada 2 bahagian besar iaitu : "Sastera Lisan" dan "Sastera Tulisan".
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa. Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah: Novel ,Cerita/cerpen (tertulis/lisan) , Syair , Pantun , Sandiwara/drama, Lukisan/kaligrafi.
Budi Darma membedakan ruang lingkup sastra adalah kreativitas penciptaan dan ruang lingkup studi sastra adalah ilmu dengan sastra sebagai objeknya. Fokus sastra adalah kreativitas (puisi, drama, novel, dan cerpen), dan fokus studi sastra adalah ilmu (teori, kritik, dan sejarah sastra). Pertanggungjawaban sastra adalah estetika, dan pertanggungjawaban studi sastra adalah logika, demikian Budi Darma mengawali tulisannya dalam “Bab I Sastra dan Studi Sastra” yang dilanjutkan dengan pembahasan subbab yang lainnya, yaitu “Teks dan Konteks”, “Cabang Studi Sastra”, “Sastra Serius dan Sastra Hiburan”, “Kriteria Sastra”, “Belle Lettres dan Literature”, “Kanon Sastra”, “Intrinsik, Ekstrinsik, dan Sastra Mainstream”, “Letak Teori Sastra”, dan diakhiri dengan pembahasan “Lima Cabang Studi Sastra”.
B. PENGERTIAN PSIKOLOGI SASTRA
Budi Darma (Psikologi dan Sastra). Psikologi pada hakikatnya tidak dapat di pisahkan dengan mitologi yunani kuno, misalnya (Histeria, oedipus kompleks, dan nrsissisme). Mitologi Yunanai kuno termasuk kategori sastra. Itulah sebabnya, Budi Darma dalam baba ini menjelaskan hubungan (Freud dan mitologi, Psikologi seni dan sastra, psikologi personalitas, dan psikologi behaviorisme) Psiko analisis ( Sigmund Freud, Carl Gustav Jung, Jacqueus Lacan) dan (psikoanalisa dalam strukturalisme ( Ferdinand Lacan). Bagaimanapun psikologi dan sastra tidak dapat di pisahkan dari waktu ke waktu, dari zaman ke zaman. Kedua bidang itu saling meresap satu dengan yang lainnya. Ada psikologi pengarang, psikologi pembaca dan psikologi tokoh dalam karya sastra.
C. HUBUNGAN PSIKOLOGI DAN SASTRA
Hermeneutika moderen yang digagas oleh pendirinya, Schleiermacher, berangkat dari sebuah dalil yang berbunyi: Es gilt einen Verfasser besser zu verstehen, al ser sich selber verstanden hat (kita harus memahami seorang pengarang lebih baik dari dia sendiri memahami dirinya). Hal ini sangat mungkin karena sebuah teks sastra sangat multi-interpretable. Dunia yang dibangun oleh teks-teks sastra terbuka untuk didekati dan dimasuki oleh siapa saja, bahkan oleh pengarang sendiri dengan cara yang bisa saja berbeda dari maksud semula saat ia melahirkan sebuah teks sastra. Maksud teks dan maksud pengarang adalah dua hal yang berbeda dan tidak perlu selalu sama dan sejalan.
Ricoeur dalam Interpretation Theory: Discourse and The Surplus of Meaning, menyebut maksud pengarang sebagai utterer’s meaning (makna pengujar), sedangkan makna teks adalah utterance meaning (makna ujaran). Makna pengujar atau makna pengarang sangat bergantung kepada maksud pengarangnya, dan bersifat intensional. Sedangkan makna teks tergantung dari hubungan-hubungan dalam teks itu sendiri dan bersifat proporsional.
Dalam melakukan interpretasi sebuah teks, Schleiermacher membedakan interpretasi psikologis dari interpretasi gramatik. Interpretasi psikologis adalah tafsir yang dilakukan dengan melihat hubungan antara teks dan penulis serta situasi psikologis penulisnya. Sedangkan tafsir gramatik didasarkan pada hubungan yang terdapat antara kata dan kalimat dalam sebuah teks. Setiap teks yang ditulis, dengan demikian mendapatkan apa yang disebut sebagai otonomi semantik, yang membebaskan teks dari tiga ikatan. Pertama, teks dibebaskan dari ikatannya dengan pengarang. Sebuah teks yang tertulis bebas ditafsirkan oleh siapa saja yang membacanya tanpa terikat kepada apa yang semula dimaksudkan pengarangnya. Kedua, sebuah teks juga dibebaskan dari konteks di mana semula dia diproduksikan. Ketiga, sebuah teks dibebaskan dari hubungan yang tadinya terdapat di antara teks itu semula ditujukan.
Teks diandaikan sebagai sebuah dunia tersendiri, yang lebih dari sekedar refleksi dunia psikologis pengarang, atau refleksi dunia sosiologis dari konteks di mana teks tersebut diproduksi. Hubungan teks dengan penulis dibentuk oleh intensi, hubungan teks dengan dirinya dibentuk oleh makna (sense) sedangkan hubungan teks dengan dunia luar teks dibentuk oleh referensi (reference).
Mengapa makna sebuah teks (dalam hal ini teks sastra) begitu penting? Pertama, adalah karena peristiwa-peristiwa akan berlalu, tetapi makna yang melingkupi peristiwa akan tetap tinggal. Kedua, makna teks adalah suatu dunia tersendiri yang berbeda baik dari maksud pengarang, maupun dari dunia referensial, yang dirujuk oleh teks. Makna tekstual (sense) berbeda juga dari dunia referensi, karena teks tidak hanya bercerita tentang referensinya, tetapi membangun dunianya sendiri, yang bisa berlainan atau bertentangan dengan dunia referensinya. Setiap teks yang hadir kemudian mendapatkan semacam otonomi sendiri, otonomi semantik yang selain sanggup membebaskan teks dari maksud pengarangnya, sanggup pula membebaskan diri dari rujukan-rujukan kepada dunia referensial. Apakah sebuah teks sastra hanya bercerita tentang sesuatu, atau teks sastra itu sendiri mau mengatakan sesuatu?
Sosiolog Karl Manheim, pernah mengajukan teori bahwa setiap karya seni (termasuk juga karya sastra) mau tidak mau akan menyampaikan makna pada tiga tingkat yang berbeda. Tingkat pertama adalah makna objektif, yaitu hubungan suatu karya dengan dirinya sendiri: apakah dia gagal atau berhasil menjelmakan keindahan dan pesan yang hendak disampaikannya. Tingkat kedua adalah makna ekspresif berupa hubungan karya itu dengan latar belakang psikologi penciptanya. Suatu karya sastra adalah ekspresi suatu momen tertentu dari episode kehidupan si pencipta. Tingkat ketiga adalah makna dokumenter berupa hubungan antara karya itu dengan konteks sosial penciptaannya. Inilah mengapa sebuah karya sastra yang baik bukan hanya dilihat dari nilai keindahannya semata, melainkan juga nilai kebenaran yang ada di dalamnya.
Georg Lukacs, dalam Die Theorie des Romans, menunjukkan bahwa setiap karya sastra akan menghadapi tiga dilema dalam menunjukkan dan mengatur hubungan dengan antinomi masyarakatnya. Pertama, suatu karya sastra dihadapkan pada dilema romantis ketika dia berusaha menunjukkan bahwa adalah mungkin bagi anggota-anggota suatu masyarakat untuk melepaskan diri dari kaitan-kaitan secara kelembagaan dan ikatan-ikatan kelas sosial serta prasangka-prasangka status sosial. Seni (sastra) seakan-akan bertujuan menciptakan universalitas pikiran dan kesatuan perilaku manusia yang sudah terbebas dari kungkungan konteksnya. Persoalannya adalah, bahwa manusia tidak mungkin berada dan berkembang terlepas dari kaitan dengan lembaga-lembaga, kelas dan status sosial yang ada. Kedua, suatu karya sastra dihadapkan pada dilema intelektualitas. Di sini muncul jarak dan bahkan jurang antara sifat suatu karya seni atau sastra sebagai pengejawantahan Zeitgeist zamannya, yang berarti dia dapat berperan sebagai suatu alat bantu filsafat dan ilmu-ilmu sosial, dan kedudukannya sebagai suatu karya otonom yang harus dibedakan dengan jelas baik dari filsafat maupun dari ilmu-ilmu sosial. Persoalannya adalah, apakah sastra harus heteronom dan mencerminkan semangat zamannya, atau dia dapat juga otonom dan bahkan sanggup menerobos zamannya sendiri dan membuka cakrawala suatu zaman baru? Ketiga, suatu karya sastra dihadapkan pada dilema etis, yang mengandung pertentangan antara keputusan-keputusan individual setiap tokoh dalam sebuah karya dan akibat-akibat dari tindakannya berdasarkan keputusan yang sudah diambil.
Metafor, adalah sesuatu yang lumrah dalam sebuah teks sastra, bahkan itulah yang membedakan teks sastra dengan teks-teks lain semisal laporan jurnalistik dan catatan perjalanan. Metafor, dalam pengertian Ricoeur, adalah lingkaran hermeneutik antara sense dan reference. Sense adalah makna yang diproduksi oleh hubungan-hubungan dalam teks, sedangkan reference adalah makna yang lahir dari hubungan teks dengan dunia di luar teks. Masih menurut Ricoeur, metafor adalah ketegangan di antara fungsi identifikasi dengan fungsi predikasi. Identifikasi berfungsi membatasi dan penting untuk mengidetifikasi peristiwa, sedangkan predikasi berfungsi membuka kembali pembatasan, dan penting untuk mengembangkan makna.
Teks adalah dunia sendiri, seperti juga bahasa bukan hanya sarana untuk mengatakan sesuatu, tetapi adalah dunia tersendiri. Sebuah karya sastra, dengan teks-teks yang dihasilkannya, diharapkan sanggup untuk membangun sebuah dunia tekstual, yang bukan hanya menjadi perbandingan untuk dunia referensial, tetapi bisa menjadi dunia baru, yang mengundang pembaca untuk meninjau dan menikmatinya dan bahkan mungkin juga menghuninya.
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam menganalisis cerpen My Dream terdapat metode penelitian menggunakan psikoanalisis, Psikoanalisis dalam sastra memiliki empat kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga adalah studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra.Yang keempat adalah mempelajari dampak sastra pada pembaca. Namun, yang digunakan dalam psikoanalisis adalah yang ketiga karena sangat berkaitan dalam bidang sastra.
Asal usul dan penciptaan karya sastra dijadikan pegangan dalam penilaian karya sastra itu sendiri. Jadi psikoanalisis adalah studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra.
Psikologi atau psikoanalisis dapat mengklasifikasikan pengarang berdasar tipe psikologi dan tipe fisiologisnya. Psikoanalasisis dapat pula menguraikan kelainan jiwa bahkan alam bawah sadarnya. Bukti-bukti itu diambil dari dokumen di luar karya sastra atau dari karya sastra itu sendiri. Untuk menginteprestasikan karya sastra sebagai bukti psikologis, psikolog perlu mencocokannya dengan dokumen-dokumen diluar karya sastra.
Psikoanalisis dapat digunakan untuk menilai karya sastra karena psikologi dapat menjelaskan proses kreatif. Misalnya, kebiasaan pengarang merevisi dan menulis kembali karyanya. Yang lebih bermanfaat dalam psikoanalisis adalah studi mengenai perbaikan naskah, koreksi, dan seterusnya. Hal itu, berguna karena jika dipakai dengan tepat dapat membantu kita melihat keretakan ( fissure ), ketidakteraturan, perubahan, dan distorsi yang sangat penting dalam suatu karya sastra.Psikoanalisis dalam karya sastra berguna untuk menganalisis secara psikologis tokoh-tokoh dalam drama dan novel. Terkadang pengarang secara tidak sadar maupun secara sadar dapat memasukan teori psikologi yang dianutnya. Psikoanalisis juga dapat menganalisis jiwa pengarang lewat karya sastranya. Dan dalam hal ini analisa yang di gunakan adalah analisis psikoanalisis tekstual.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa totalitas makna diperoleh dari hubungan antara tokoh, latar, alur, dan tema. Tema pertumbuhan seorang remaja sebagai gagasan dasar yang sifatnya mengikat unsur yang terdapat dalam karya sastra membatasi gerak tokoh, alur serta latar cerita. Penokohan digambarkan dengan tokoh seorang remaja perempuan yang yaitu Nadia menemukan sebuah buku diari milik “Nandira Silva” di kamar kostnya dan dia membaca bahwa yang mempunyai buku tersebut ingin menjadi seorang dokter tetapi tidak mempunyai biaya untuk meneruskan kuliah dan kondisi keluarganya yang memprihatinkan yang diperankan oleh Nandira Silvia
Konflik batin dari sisi keremajaan mulai muncul ketika pertama kali Nadi membaca diari milik Nadia Silva tentang ketidak adilannya dan kecemburuan karena laki-laki yang ia sukai ternyata lebih menyukai saudaranya,
“Buku harianku…
Kamu tahu? Hari ini Andre, lelaki yang selama ini aku cintai menyatakan perasaannya pada…Elly!”
Disepakati oleh para ahli bahwa sikap remaja akhir boleh dikatakan relatif stabil. Hal ini berarti bahwa remaja akhir bahwaremaja senang atau tidak senang, suka atau tidak suka terhadap suatu objek tertentu di dasarkan pikirannya sendiri.
Nadia pada cerpen My Dream juga ikut merasa terhanyut ketika membaca sebuah diari tentang kehidupan “Nadira Silva” yang ingin meneruskan kuliah lagi dan ternyata tidak memiliki biaya untuk membayar kuliah dan kondisi ayahnya yang sedang sakit, lalu dalam pikirannya harus giat belajar untuk mendapat beasiswa atau mahasiswa undangan di kampus terfaforit.
10 April
Buku harianku…
Kamu tahu? Aku sungguh bahagia hari ini. Kurasa tak ada yang lebih bahagia selain aku hari ini! Oh… rasanya ingin aku meneriakan keseluruh dunia kalau…
AKU LULUS MAHASISWA UNDANGAN DI UNIVERSITAS DAN FAKULTAS FAVORITKU. SEBENTAR LAGI AKU AKAN MENJADI MAHASISWA KEDOKTERAN”
Dari kalimat di atas ada beberapa faktor yang membuat remaja bahagia taraf menegah menurut Lunneborg dan roseenwood (1997) yaitu:
1. Keberhasilan (succes)
2. karier yang mendatangkan ganjaran untuk tetap aktif atau “a rewarding career.”
3. menemukan identitas diri atau “finding one’s identy”
4. mengembangkan kesadaran diri atau “developing self-awarness.”
Tokoh di atas bisa bahagia karena telah mendapatkan atau membuat sebuah keberhaslan bahwa ia lulus sebagai mahasiswa undangan atau mendapat biaya beasiswa jika ia melanjutkan kuliahnya lagi. Minat dan cita-cita pendidikan atau jabatan-pekerjaan menurut Ginzberg and Assosiateds fase-fase perkembanganmasa remaja di karenakan karena minat, aspirasinya sendiri, jenis pekerjaan, minat dan aspirasi orangtua kesan-kesan (menyangkut gengsi) dari teman-teman yang sebaya dan bersangkutan. Dan dalam hal ini tokoh Nadia mempunyai aspirasinya sendiri.
Tokoh Nadia mendeskripsikan Konflik batin yang dialami tokoh utama Nadira Silvia ditinjau secara Psikologi dengan berdasarkan konsep dalam teori psikologi Abraham Maslow yaitu konflik batin akibat tidak terpuaskannya (a) Kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis, yaitu kebutuhan biaya untuk membayar administrasi perkuliahan karena sejumlah biaya harus disisihkan untuk mengobati ayahnya yang sedang sakit
“Tadi siang ibuku bilang bahwa ibuku tidak bisa menyediakan uang untuk biaya administrasi perguruan tinggi tanpa tes. Ibuku tak sanggup membayar sejumlah besar nominal rupiah yang diminta pihak universitas. Ibuku tak memiliki uang cukup untuk itu semua. Uang ibusudah banyak melayang karena pengobatan ayah. Belum lagi adikku yang akan melanjutkan ke SMP, yang pasti memerlukan banyak biaya. Kalaupun ibu mempunyai uang cukup untuk biayaku, itu mungkin didapatdari kerjakeras ibu, pinjam tetanggadan saudaraku, dan menjual rumah kecil kami karena semua barang berharga sudah dijual ibu untuk perawatan ayah. Akutak rela menjual rumah kecil yang merupakan harta peninggalan ayah.
Hasil analisis menyatakan bahwa konflik batin telah mempengaruhi kondisi psikologis atau kejiwaan Nadira Silvina. Konfilk batin yang dialami berakibat pada pembentukan pribadi yang tidak sehat. Pada kondisi tersebut terjadi pengekangan atas perasan-perasaan untuk aktualisasi diri dan secara sengaja terjadi proses penarikan diri dari aktivitas lingkungannya..
Nadira Silvina mengalami beberapa gejala neurosis seperti timbulnya rasa cemas,( kehilangn cita-cita menjadi seorang dokter karena tidak mempunyai biaya administrasi) ketakutan yang berlebihan, mengalami depresi, dan stress. Nadia Silvina terus mencoba menghadapi realitas, Kondisi tersebut membuat Nadia Silvina tenggelam dalam keputusasaan yang mendalam dan berimplikasi pada tingkahlaku yang tidak konstruktif, berusaha untuk memberontak aturan-aturan sosial, religi, dan cenderung bersikap kontroversial. Tetapi dalam konteks tokoh selalu tabah sehingga semua persoalan dapat terselesaikan dan cita-cita untuk menjadi seorang dokter tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Mappiare, Andi.1982.Psikologi Remaja.Surabaya:Usaha Nasional
Semi, M. Atar. 1990. Metode Penelitian Sastra.Angkasa. Bandung
Suharianto, S. 1982. Dasar-dasar Teori Sastra.Surakarta:Widya Duta
Walgito, Bimo.1989.Pengantar Psikologi Umum.Yogyakarta:Andi Ortus
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993.Teori Kesussastraan (Terjemahan Melani Budianto).Jakarta:Gramedia
www.google.com/psikologi/sastra/psikologi sastra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar